Oleh : Tempo.co
Senin, 1 Oktober 2012 15:18
WIB
Arifin C Noor (kedua dari kiri) saat syuting film G30S/PKI di Jakarta,
1984. Dok. TEMPO/Maman Samanhudi
TEMPO.CO, Kupang - Romo Pede, pastor di
Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan satu-satunya yang menolak
penumpasan warga yang diduga terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) di daerah
itu.
"Kenapa saya menolak, karena saya ditantang kepala pastor asal Belanda. Mulai saat itu, saya menentang aksi pembantaian itu," kata Romo Pede kepada Tempo di Seminari Retapiret, Maumere, Rabu lalu, 19 September 2012.
Penolakan itu berawal ketika Romo Pede menjabat sebagai
Pastor Paroki Bola, Kecamatan Bola. Pada Minggu, 6 Maret 1966, usai menggelar
misa dengan jubah lengkap, Romo Pede mendatangi sebuah koperasi di daerah itu
yang digunakan untuk menampung para terduga PKI itu.
"Orang terduga PKI itu di kumpulkan oleh Camat Bola waktu itu," katanya.
Mereka kemudian dijemput dua truk komando operasi (komop)
untuk dibawa ke Maumere. Romo Pede kemudian menantang komop untuk menunjukkan
bukti keterlibatan mereka dengan PKI. Namun, ia tak dihiraukan oleh komandan
komop yang menjemput mereka.
"Mereka katakan, kami bukan pengambil keputusan," katanya.
Romo Pede kemudian mengikuti komop hingga ke Kota
Maumere. Dia berharap bisa membebaskan puluhan warga yang diangkut dari Desa
Bola. Namun, perjuangannya sia-sia, karena warga yang diangkut tetap dieksekusi
dan dikuburkan di Kampung Garam, Kota Maumere.
"Tidak ada selamat, semua yang dibawa di eksekusi malam itu," katanya.
Mulai saat itu, Romo Pede menerima ancaman melalui
secarik kertas yang meminta agar dia meninggalkan Desa Bola dan Maumere,
sebelum komop bertindak.
"Saya kemudian dipindahkan ke Ndao, Kabupaten Ende," katanya.
Mantan Camat Bola, Paulus Moa, enggan berkomentar tentang warga Desa Bola yang dikumpulkan di gedung koperasi olehnya sebelum di eksekusi komop. "Saya no comment. Tanya langsung saja ke komop," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar