16/10/2012
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunggu rekomendasi
Kejaksaan Agung terkait penuntasan sembilan kejahatan kemanusiaan yang
merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sebelumnya, Presiden
telah menginstruksikan Kejagung untuk menindaklanjuti kesimpulan Komnas HAM
terkait adanya cukup bukti permulaan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM itu.
“Kita dengar dulu masukan dan rekomendasi dari Kejaksaan Agung karena ini ranah hukum. Hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum,” kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada para wartawan di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (30/7/2012).
Saat itu, Julian ditanya apakah Presiden akan
mengeluarkan perpres terkait pengadilan HAM ad hoc yang dibutuhkan Kejaksaan
Agung untuk menuntaskan penyelidikan terhadap sembilan bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran
atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan
fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara
paksa.
Sebelumnya, Kejaksaan mengatakan membutuhkan pengadilan
HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc
diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya
paksa selama proses penyidikan.
“Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc,” kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7/2012).
Julian mengatakan, setiap dugaan pelanggaran hukum harus
diselidiki. Siapa pun yang terbukti melanggar hukum ataupun menyalahi aturan
harus diberikan sanksi. Kepala Negara sempat menyampaikan komitmennya terkait
penuntasan kasus tersebut.
Presiden mengatakan, pemerintah Indonesia tak ingin
memiliki hutang sejarah kepada rakyat Indonesia. Negara memiliki kewajiban
moral dan juga visi politik untuk menyelesaikan semua kasus yang terjadi di
Indonesia dengan seadil-adilnya, dan setepat-tepatnya. Terlebih, jika kasus
tersebut berkaitan dengan pelanggaran HAM berat.
Terkait cara penyelesaiannya, Kepala Negara tidak
mengelaborasinya secara gamblang. Ada banyak cara untuk menyelesaikan kasus
yang berkaitan dengan pelanggaran HAM.
“Saya mempelajari negara-negara lain, seperti Afrika Selatan, Kamboja, Bosnia. Ternyata modelnya berbeda-beda. Solusinya beda-beda, walaupun ada solusi yang bisa diterima oleh semua pihak,” kata Presiden.
Di antara solusi tersebut, Kepala Negara menyebut solusi
sistem hukum (justice system), sistem kebenaran (truth system), dan sistem
kebenaran dan rekonsiliasi (reconciliation and truth system).
“Kita harus jernih, jujur, dan objektif melihat apa yang terjadi di masa lalu, sebagaimana kita harus jujur pada saat ini dan ke depan. Kita tidak akan memutarbalikkan sejarah dan fakta,” kata Presiden.Sumber: SKP-HAM
0 komentar:
Posting Komentar