Reporter: Dewi Nurita - Editor: Rina Widiastuti
Sabtu, 27 Juli 2019 14:40 WIB
Ketua DPP PDIP
Ribka Tjiptaning saat ditemui Tempo di ruangannya, lantai 4 kantor DPP PDIP
Diponegoro, Sabtu, 27 Juli 2019. TEMPO/Dewi Nurita
TEMPO.CO, Jakarta - Tangis Ribka Tjiptaning
pecah ketika memperingati peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang lebih
dikenal Kudatuli. Berurai airmata, Ketua DPP PDIP itu
berkeliling gedung DPP PDIP Diponegoro bersama para korban Kudatuli dan Satgas
PDIP yang dulu bersama-sama berjuang membela Megawati Soekarnoputri melawan
rezim Orde Baru.
"Dulu kita sama-sama di sini ya, memukul mundur orang-orang yang menyerang kantor kita," ujar Ribka Tjiptaning mengingat teman-temannya yang sudah berpulang, bersama Ketua Fornas 27 Juli 1996, Fahrudin di basement kantor DPP PDIP Diponegoro, Jakarta pada Sabtu, 27 Juli 2019.
Selain sedih
mengingat kejadian 'Sabtu Kelabu' itu, Ribka mengaku kecewa karena banyak kader
dan petinggi PDIP yang juga melupakan peringatan peristiwa bersejarah bagi PDIP
itu. "Kita selalu gembar-gembor jas merah, jangan sekali-kali melupakan
sejarah. Gimana mau ingat perjuangan Bung Karno, kalau sejarah partai sendiri
kita lupa," ujar Ribka Tjiptaning kepada Tempo di
ruangannya, lantai 4 kantor DPP PDIP Diponegoro, Sabtu, 27 Juli 2019.
Tepat hari ini,
23 tahun silam, terjadi pengambilalihan paksa kantor DPP Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) di Jakarta Pusat oleh massa pendukung Soerjadi, Ketua Umum PDI
versi Kongres Medan. Kerusuhan pecah. Catatan Komnas HAM, sebanyak lima orang
yang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang hilang dalam peristiwa itu.
Hari ini, hanya Ribka sebagai perwakilan DPP PDIP yang hadir memperingati
peristiwa Kudatuli di kantor DPP PDIP Diponegoro. Ribka menyebut, Megawati
Soekarnoputri sebenarnya mengajak jajaran DPP nyekar di makam Bung Karno di
Jawa Timur memperingati peristiwa ini. Namun, dia lebih memilih hadir di DPP
memperingati peristiwa Kudatuli bersama para aktivis jalanan yang dulu membela
Mega mati-matian.
"Gedung ini megah tapi kan sedih kita melihatnya. Kok semakin enggak ada teman-teman yang datang," ujar Ribka.
Menurut Ribka,
banyak kader PDIP saat ini yang tidak mengenal sejarah partai sendiri.
"Mungkin, banyak teman-teman yang baru. Tidak ikut merasakan perjuangan kami ketika itu. Jadi sedih aku ya, Kudatuli itu bukan hanya peringatan PDIP, tapi juga tonggak reformasi," ujar Ribka.
Pada 23 tahun yang lalu, ujar Ribka, Megawati didaulat
rakyat melawan Soeharto yang tak tergoyahkan selama 32 tahun. Semua kekuatan
tertumpah mendukung Megawati di kantor yang dikenal Diponegoro 58 itu.
Mahasiswa, aktifis jalan, rakyat kecil, semua menjadi kekuatan pendukung PDI.
"Kemenangan PDI dulu itu bukan karena kader saja, tapi karena semua kekuatan bersatu. Jadi kalau sekarang sudah jadi gedung megah, jangan jadi sombong. Pongah. Ojo dumeh," ujar Ribka.
Penulis buku "Aku Bangga jadi Anak PKI" ini kemudian
berseloroh ihwal penyebab sepinya peringatan Kudatuli di kantor DPP PDIP itu
kepada para Satgas PDIP.
"Elu sih, bikin proposalnya tabur bunga, coba tabur duit, pasti rame," ujar Ribka Tjiptaning sambil tertawa.
0 komentar:
Posting Komentar