5 Juli 2019
DUA kali menjadi wakil presiden untuk mendampingi presiden
berbeda, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kemudian Joko Widodo,
tidaklah berlebihan untuk menyebut sosok Jusuf Kalla sebagai politikus senior
yang diperhitungkan.
Dan menjelang berakhirnya masa jabatannya sebagai wakil
presiden, peranan Jusuf Kalla dibutuhkan ketika suhu politik nasional memanas
akibat hasil Pilpres 2019 yang sempat ditolak salah satu kubu.
Kalla, kelahiran 1942, menyodorkan dirinya untuk berperan
sebagai "jembatan" antara capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto di
tengah polarisasi politik yang tajam usai Pemilu 2019.
"Beliau (Prabowo) menerima prinsip penyelesaian masalah sesuai aturan, sesuai undang-undang. Setelah itu beliau memerintahkan seluruh anak buahnya untuk menghentikan aksi-aksi massa," ungkap Kalla menggambarkan isi pertemuannya dengan Prabowo, dalam wawancara khusus dengan BBC News Indonesia, awal Juli 2019 lalu.
Setelah pertemuan itu, Daeng Ucu - begitu sapaan akrabnya -
meyakini bahwa pertemuan antara Joko Widodo dan Prabowo, yang diharapkan
menjadi simbol rekonsiliasi nasional, tinggal menunggu waktu.
"Apalagi katakanlah bulan depan, 17 Agustus, itu momen-momen penting untuk bisa mempertemukan (Jokowi-Prabowo). Tapi bisa juga digelar sebelumnya," kata Kalla.
Dalam wawancara yang berlangsung sekitar satu jam, Kalla
juga menyoroti apa yang disebutnya sebagai isu ketidakadilan atau ketimpangan
ekonomi di Indonesia.
Kalla mengatakan apabila isu ini dapat diatasi maka
persoalan-persoalan di seputar politik identitas yang marak belakangan dapat
dikurangi.
"(Ketimpangan ekonomi) ini memang sesuatu yang perlu kita dalami dan kita perlu terbuka dalam mendalaminya untuk memperbaiki kondisi ini," kata Kalla, yang juga dikenal sebagai pengusaha ini, panjang lebar.
Kepada BBC News Indonesia, Kalla juga mengaku sempat
"kecewa" terhadap ucapan Ketua umum Partai Aceh, Muzakir Manaf, yang
dilaporkan melontarkan semacam ancaman menggelar referendum di Aceh, karena
kecewa terhadap Jakarta.
Ucapan Muzakir Manaf itu kemudian melahirkan polemik keras,
sehingga Malik Mahmud (eks pimpinan GAM dan kini Wali Nanggroe Aceh) harus
terbang ke Jakarta untuk menemui Kalla.
"Bukan menelpon, tapi beliau (Malik Mahmud) langsung datang ke Jakarta, dan menjelaskan hal itu kepada saya," ungkap Kalla.
Seperti diketahui, saat menjadi Wapres mendampingi Presiden
SBY, Kalla merupakan sosok sentral dalam perundingan damai Pemerintah Indonesia
dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005 di Helsinki.
Kalla juga menjawab pertanyaan seputar sosok Ma'ruf Amin,
wapres terpilih, hingga nasib puluhan WNI yang "masih terjebak" di
Suriah akibat bergabung dengan ISIS, serta rencana aktivitasnya setelah
berhenti menjadi wapres pada Oktober nanti.
"(Saya) Tidak lagi (aktif di politik), dalam artian kepartaian, tapi politik dalam arti kata kenegaraan, ya pasti," ungkapnya.
Wawancara khusus JK:
Saya dan Prabowo punya tujuan sama, pembangunan ekonomi yang adil
5 Juli 2019
ADEK BERRY/AFP
Dua kali menjadi wakil presiden untuk mendampingi presiden
berbeda, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kemudian Joko Widodo,
tidaklah berlebihan untuk menyebut sosok Jusuf Kalla sebagai politikus senior
yang diperhitungkan.
Dan menjelang berakhirnya masa jabatannya sebagai wakil
presiden, peranan Jusuf Kalla dibutuhkan ketika suhu politik nasional memanas
akibat hasil Pilpres 2019 yang sempat ditolak salah satu kubu.
Kalla, kelahiran 1942, menyodorkan dirinya untuk berperan
sebagai "jembatan" antara capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto di
tengah polarisasi politik yang tajam usai Pemilu 2019.
"Beliau (Prabowo) menerima prinsip penyelesaian masalah
sesuai aturan, sesuai undang-undang. Setelah itu beliau memerintahkan seluruh
anak buahnya untuk menghentikan aksi-aksi massa," ungkap Kalla
menggambarkan isi pertemuannya dengan Prabowo.
Setelah pertemuan itu, Daeng Ucu - begitu sapaan akrabnya -
meyakini bahwa pertemuan antara Joko Widodo dan Prabowo, yang diharapkan
menjadi simbol rekonsiliasi nasional, tinggal menunggu waktu.
"Apalagi katakanlah bulan depan, 17 Agustus, itu
momen-momen penting untuk bisa mempertemukan (Jokowi-Prabowo). Tapi bisa juga
digelar sebelumnya," kata Kalla dalam wawancara khusus dengan Heyder
Affan, Olivia Rosalia, Oki Budhi dan Dwiki Marta dari BBC News Indonesia di
kantornya, Rabu (03/07).
Dalam wawancara yang berlangsung sekitar satu jam, Kalla
juga menyoroti apa yang disebutnya sebagai isu ketidakadilan atau ketimpangan
ekonomi di Indonesia.
ADEK BERRY/AFP
Kalla mengatakan apabila isu ini dapat diatasi maka
persoalan-persoalan di seputar politik identitas yang marak belakangan dapat
dikurangi.
"(Ketimpangan ekonomi) ini memang sesuatu yang perlu
kita dalami dan kita perlu terbuka dalam mendalaminya untuk memperbaiki kondisi
ini," kata Kalla, yang juga dikenal sebagai pengusaha ini, panjang lebar.
Kepada BBC News Indonesia, Kalla juga mengaku sempat
"kecewa" terhadap ucapan Ketua umum Partai Aceh, Muzakir Manaf, yang
dilaporkan melontarkan semacam ancaman menggelar referendum di Aceh, karena
kecewa terhadap Jakarta.
Ucapan Muzakir Manaf itu kemudian melahirkan polemik keras,
sehingga Malik Mahmud (eks pimpinan GAM dan kini Wali Nanggroe Aceh) harus
terbang ke Jakarta untuk menemui Kalla.
ADEK BERRY/AFP
"Bukan menelpon, tapi beliau (Malik Mahmud) langsung
datang ke Jakarta, dan menjelaskan hal itu kepada saya," ungkap Kalla.
Seperti diketahui, saat menjadi Wapres mendampingi Presiden
SBY, Kalla merupakan sosok sentral dalam perundingan damai Pemerintah Indonesia
dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005 di Helsinki.
Kalla juga menjawab pertanyaan seputar sosok Ma'ruf Amin,
wapres terpilih, hingga nasib puluhan WNI yang "masih terjebak" di
Suriah akibat bergabung dengan ISIS, serta rencana aktivitasnya setelah
berhenti menjadi wapres pada Oktober nanti.
"(Saya) Tidak lagi (aktif di politik), dalam artian
kepartaian, tapi politik dalam arti kata kenegaraan, ya pasti," ungkapnya.
Berikut petikan wawancaranya:
Hasil Pemilu 2019
sudah ditetapkan setelah melalui berbagai drama dan kontroversi. Apa penilaian
Anda atas proses pemilu kali ini?
Pemilu 2019 sudah berjalan sesuai undang-undang. Artinya,
pemungutan suara, penghitungannya sesuai tahapan, dan jika ada yang tidak puas
dapat mengajukan gugatan ke MK, dan itu sudah dilakukan, serta semua berjalan
dengan baik.
Memang di antaranya ada kejadian 21 dan 22 Mei, ada demo
yang kemudian cenderung berkonflik. Itu saja masalahnya. Di luar itu, semua
sudah berjalan sesuai aturan.
Walaupun demo itu
mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia?
Itu saya katakan tadi, adanya demo yang keras. Tapi itu ada
pihak yang melakukannya, atau malah sering disebut itu demo yang dibayar.
Karena demo yang formal itu sangat sopan dan itu sesuai aturan juga.
Mahkamah Konstitusi
telah menolak keberatan kubu Prabowo-Sandiaga, dan masyarakat menunggu ucapan
selamat dari pihak yang kalah kepada pemenang. Dan ternyata sampai sekarang
ucapan itu belum ada?
Itu soal etika saja, dan bukan pelanggaran. Mungkin pada
waktunya akan dilakukan. Ini persoalan waktu saja.
Wapres Jusuf Kalla (kanan) , capres Joko Widodo dan cawapres Ma'ruf Amin
di hadapan massa pendukungnya di Gelora Bung Karno, saat kampanye Pemilu 2019,
17 April 2019. EDI ISMAIL/NURPHOTO VIA GETTY IMAGES
Kalau Prabowo sejak
awal legowo, mau menerima kekalahan dalam Pemilu Presiden 2019, tentu akan
membuat persoalan politik yang berlarut-larut akan selesai?
Kita lihat dan dengar serta menyaksikan pernyataan Pak
Prabowo itu jelas mengakui kekalahannya secara resmi. Apa yang diputuskan MK
itu diterima dengan baik. Cuma satu saja, tinggal waktu pengucapkan selamat.
Kalau hal itu
dilakukan lebih awal kan lebih baik?
Ya, tentu lebih baik, tapi ini kan juga masalah psikologis.
Menunggu waktu yang tepat. Saya percaya Pak Prabowo sebagai negarawan juga
menerima sistem demokrasi. Tinggal soal waktu saja.
Pemilu sudah berakhir,
tapi yang menjadi pekerjaan rumah adalah masyarakat sudah terlanjur mengalami
apa yang disebut polarisasi yang sangat tajam. Anda, yang berpengalaman dua
kali menjadi wapres, apa jalan keluar untuk mengatasi masalah ini?
Setiap pemilu selalu terpolarisasi. Walaupun memang kali ini
di masyarakat, masuk faktor ideologi, khususnya faktor agama, tapi jumlahnya
menurut saya, tidak terlalu besar seperti yang dipikirkan.
"Saya sampaikan ke Pak Jokowi, minta izin, kalau dibutuhkan, saya
akan bertemu Pak Prabowo, untuk mengetahui pandangan-pandangannya," kata
Kalla. Foto atas: Spanduk Jokowi-Kalla saat Pilpres 2014 sedang dipasang oleh
pendukungnya, 9 Juli 2014. BAY ISMOYO/AFP
Buktinya, setiap demo makin menurun. Jadi tidak seperti demo
212. Ada polarisasi, tapi tidak semakin tajam. Bukti lainnya, saat putusan MK,
tidak banyak orang berdemo. Dan masyarakat juga menyadari ini suatu proses
demokrasi yang harus didukung.
Bahwa masih ada beberapa kelompok yang menolak putusan MK,
tapi tidak secara nasional ada polarisasi sampai berlarut-larut. Saya kira
semua orang sudah menerima kenyataan yang ada.
Walaupun residunya masih
dirasakan masyarakat, bahkan di tingkat keluarga pun terjadi perpecahan
gara-gara pemilu. Jadi, apa jalan keluarnya?
Ha-ha-ha, itu kasuistis. Akan selesai dengan sendirinya.
Tidak perlu berbuat banyak. Yang penting pemahaman kita tentang demokrasi kepada
tujuan kebangsaan, terus kita dengungkan.
Yang penting apa yang dilakukan oleh presiden terpilih yang
tidak membeda-bedakan.
Pada waktunya, Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf nanti pada waktunya
memimpin bangsa ini secara keseluruhan, tidak membeda-bedakan, walaupun di
suatu tempat kalah, tetapi akan tetap memperlakukan sebagai satu bangsa yang
besar.
"Saya ini Ketua Dewan Pengarah tim kampanye Pak Jokowi-Ma'ruf. Itu
saja jawabannya. Mana mungkin saya mendukung pihak lain (Prabowo), sementara di
satu pihak saya ketua tim pengarah (Jokowi-Ma'ruf)," kata Kalla. Foto
atas: Cawapres Prabowo, capres Joko Widodo dan serta cawapres Jusuf Kalla dalam
sesi debat di Pilpres 2014, 5 Juli 2014. ROMEO GACAD/AFP
Dalam hal pembangunan, pemerintah tidak akan berbuat 'oh,
kita akan membangun wilayah ini, karena di pemilu lalu, kita menang di wilayah
itu'. Tidak seperti itu. Kalau itu yang dilakukan, kita tidak akan bisa rukun.
Berulangkali Presiden
terpilih Joko Widodo mengutarakan niatnya menggelar rekonsiliasi. Dan Anda
disebut sebagai figur yang dapat menjembatani kubu Prabowo dan kubu Joko
Widodo. Apa yang sudah Anda lakukan?
Sebelumnya, tentu saya bertemu Pak Prabowo dan menyampaikan
bahwa kita memiliki tujuan yang sama, yaitu kemajuan bangsa yang adil. Dan
beberapa usulan dari Pak Prabowo memang sudah dilaksanakan juga dengan baik
oleh pemerintah. Karena itu memang seharusnya dibuat seperti itu.
Sehingga dari sisi Pak Prabowo sendiri itu kan menyatakan
terserah MK, dan mereka menerima apapun putusannya. Jadi selesai dari sisi itu.
Dalam jumpa pers 1 Mei 2009 di Jakarta, pendiri Partai Gerindra, Prabowo
Subianto (kanan) dan mantan Wapres sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf
Kalla (kiri) menyatakan berkoalisi di parlemen setelah Pileg 2009. ADEK
BERRY/AFP
Memang pada waktunya, kita mendorong pertemuan langsung
antara Pak Prabowo dan Pak Jokowi. Menurut saya itu soal waktu saja. Kita
tunggu tenang dulu suasananya. Insya Allah itu terjadi.
Anda yakin sekali
pertemuan itu akan terjadi?
Saya yakin itu, pasti. Soal waktu saja.
Momentumnya apa?
Momentumnya banyak, bisa diatur. Apalagi katakanlah bulan
depan, 17 Agustus, itu momen-momen penting untuk bisa mempertemukan. Tapi bisa
juga digelar sebelumnya.
Seperti apa kronologi
pertemuan Anda dengan Prabowo (pada 4 Juni 2019)?
Pertama, saya sampaikan ke Pak Jokowi, minta izin, kalau
dibutuhkan, saya akan bertemu Pak Prabowo, untuk mengetahui
pandangan-pandangannya.
Karena itu saya bikin kontak dengan Pak Prabowo dan selang
beberapa hari, saya bertemu, berbicara tentang negara dan bangsa yang tujuan
beliau yaitu pembangunan ekonomi yang adil.
Kita sama tujuannya dalam hal itu, karena itu saya jabat
tangan. Kemudian ada beberapa masalah yang akan kita selesaikan bersama.
"Banyak orang mengatakan, kalau disebut Jusuf Kalla, mereka teringat
perdamaian bangsa ini, mendamaikan konflik-konflik nasional. Itu selalu menjadi
ingatan orang, kalau mengingat saya," kata Jusuf Kalla. OSCAR
SIAGIAN/GETTY
Dalam pertemuan itu,
apa yang masih menjadi ganjalan Prabowo?
Saya kira tidak ada. Beliau menerima prinsip penyelesaian
masalah sesuai aturan, sesuai undang-undang. Setelah itu beliau memerintahkan
seluruh anak buahnya untuk menghentikan aksi-aksi massa.
Dan di depan saya dia instruksikan (agar tidak melakukan
aksi massa). Saya hormat dan mengapresiasi langkah-langkah beliau.
Sebetulnya hubungan
Anda dengan Prabowo itu seperti apa selama ini?
Ha-ha-ha, hubungan baik, saling menghargai satu sama lain.
Di mesin pencari
Google, kalimat 'Jusuf Kalla mendukung Prabowo' saat pemilu lalu pernah banyak
dicari orang. Banyak orang penasaran dengan sikap politik Anda dalam pilpres
kemarin, apakah mendukung Prabowo atau Jokowi. Apa yang bisa pak Kalla katakan?
Secara jelas, saya ini Ketua Dewan Pengarah tim kampanye Pak
Jokowi-Ma'ruf. Itu saja jawabannya. Mana mungkin saya mendukung pihak lain
(Prabowo), sementara di satu pihak saya ketua tim pengarah (Jokowi-Ma'ruf).
Pemilu 2024 akan
menjadi tahun politik yang menarik mengingat para calon presiden dan wapres
pastinya merupakan tokoh-tokoh baru. Siapa yang bapak jagokan?
Presiden Joko Widodo (tengah) dan Wapres Jusuf Kalla (kiri) dan Anies
Baswedan (kanan) jelang salat Jumat di komplek Istana Merdeka, Jakarta, 24
Oktober 2014. ROMEO GACAD/AFP
Kita belum tahu sekarang. Kita sabar saja dulu. Karena
penilaian kita dan penilaian masyarakat sangat tergantung apa yang dilakukan
calon-calon itu, apa yang diperbuatnya dan apa prestasinya dalam lima tahun ke
depan. Itu akan menjadi kriteria penting untuk terpilih atau tidak terpilih.
Termasuk sosok-sosok
yang sekarang menjadi gubernur atau walikota?
Oh, ya, posisi itu bisa menjadi bagian dari cara (untuk
dicalonkan).
Anda sudah dua kali
menjadi wapres dengan presiden yang berbeda, SBY dan Jokowi. Pengalaman seperti
apa dari Anda yang bisa dibagi kepada penerus Anda, yaitu wapres terpilih
Ma'ruf Amin, mengingat latar belakang Anda dan Ma'ruf Amin berbeda?
Pertama, masing-masing pemimpin memiliki cara berbeda. Pak
SBY berbeda dengan kepemimpinan Pak Jokowi. Pak Jokowi selalu memilih
kebersamaan. Hampir semua keputusan penting itu diputuskan dalam suatu rapat,
baik rapat terbatas atau rapat paripurna kabinet. Karena itulah, maka
kebersamaan selalu diutamakan dalam mengambil keputusan.
Maka, wakil presiden harus siap untuk memberikan sumbangan
pikiran dan juga apabila diberi mandat untuk melaksanakan sesuatu, harus siap
untuk itu. Juga mengambil inisiatif yang penting untuk mendukung program
pemerintah.
Apa saran Anda kepada
wapres terpilih Ma'ruf Amin?
Tentu saran saya pertama, harus berpartisipasi dan
memberikan ide-ide. Kemudian juga siap melaksanakan ide-ide yang disepakati
bersama.oleh presiden. Dan harus menjadi pembantu yang baik. Pembantu yang baik
harus berpartisipasi. Kalau diam saja bukan pembantu yang baik.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Presiden
terpilih KH Ma'ruf Amin (kanan) sebelum melakukan pertemuan di Kantor Wapres,
Jakarta, Kamis (04/07). AKBAR NUGROHO GUMAY/ANTARA FOTO
Latar belakang Ma'ruf
Amin adalah ulama dan juga tokoh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul
Ulama. Apakah latar belakang seperti ini akan membantu untuk menetralisir isu
agama yang selama ini dikaitkan dengan Joko Widodo?
Mestinya bisa. Jangan lupa, contohnya saja, gerakan-gerakan
besar seperti 212, itu didasari dengan nama pendukung fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MU). Nah, Pak Ma'ruf Amin kan pimpinan MUI. Jadi mestinya bisa
bersinergi antara kelompok masyarakat yang besar itu dengan Pak Ma'ruf Amin.
Dan tentu beliau sebagai bagian pimpinan NU tentu dia punya
massa yang cukup besar. Buktinya, pak Jokowi-Ma'ruf menang besar di Jateng dan
Jatim. Itu juga tidak terlepas pengaruh NU dan PDI-P.
Ada yang mengartikan
rekonsiliasi itu sama dengan bagi-bagi kursi kabinet kepada Partai Gerindra
atau PKS. Apakah Anda melihatnya sebagai hal yang tidak terhindarkan dalam
realitas politik Indonesia?
Tergantung kondisinya, bisa ya dan bisa tidak. Rekonsiliasi
itu artinya bisa saling 'mari kita berjuang bersama untuk bangsa ini' dengan
pengertian, berada dalam pemerintahan, dan di lain pihak bukan di pemerintahan.
Bukan oposisi, tapi memberikan koreksi.
Bisa juga terjadi rekonsiliasi seperti tahun 2014. Pihak di
sebelah yaitu Golkar, PPP dan PAN, menjadi bagian pemerintahan. Tetapi itu
punya sebab. Sebabnya karena waktu itu pendukung Jokowi-JK itu hanya 40% di
DPR, sehingga perlu mayoritas demi kelancaran jalannya pemerintahan, sehingga
tiga partai masuk dan koalisi menjadi 60%.
Wapres Jusuf Kalla dan Presiden Joko Widodo dalam arak-arakan usai
Pilpres 2014, 20 Oktober 2014. AFP/ROMEO GACAD
Tetapi sekarang kan sudah 61%. Secara perhitungan,
sebenarnya kalau pun tidak masuk (koalisi Jokowi), tidak apa-apa. Tapi kalau
masuk juga ada manfaatnya. Tapi ini terserah kebijakan Pak Jokowi.
Kalau boleh saya
menyimpulkan, Anda cenderung untuk membiarkan kelompok oposisi memainkan
perannya seperti sediakala, karena kubu Jokowi mayoritas menguasai kursi di
parlemen?
Tentu, saya katakan, tidak menghalangi jalannya pemerintah,
apabila koalisi ini berjalan. Tapi juga, apabila ingin ditambah jumlah
koalisinya, tentu lebih kuat lagi di DPR, itu semua kebijakan Pak Jokowi yang
akan mengambilnya atau tidak.
Politik identitas dan
populisme diyakini saat ini berkembang di Indonesia. Anda sebagai figur yang
dianggap mewakili kelompok Islam moderat, apa yang bisa Anda katakan terkait
masalah ini?
Politik identitas itu bagi kita ada hubungannya dengan
ideologi, khususnya masalah agama.
Kalau populisme dalam artian apa yang terjadi di Amerika,
Eropa, lebih bersifat hubungannya dengan politik juga ekonomi. Yaitu
mendahulukan kepentingan seperti dikatakan Trump 'american first'. Jadi terjadi
proteksionisme. Untuk mendapat dukungan dalam negeri, menjadi populis, mendapat
dukungan politis untuk terpilih. Itu bagian dari sistem kampanye.
Di Eropa, timbul Brexit di Inggris, supaya dia ingin
proteksionis. Dunia sekarang ini menjadi terbalik. Kalau dulu negara sosialis
cenderung proteksionis, sekarang terbalik. Sosialis kayak China cenderung
liberal. Kapitalis yang cenderung liberal menjadi proteksionis, seperti di
Amerika. Jadi terjadi perubahan.
Untuk konteks
Indonesia, ketika hadir kelompok-kelompok yang mengatasnamakan identitas agama,
seperti Islam, apa yang bisa Anda lakukan untuk menetralisir? Artinya, walaupun
tetap memberi panggung kepada mereka, tapi tidak menganggu penerapan
nilai-nilai Pancasila?
Memang butuh waktu untuk memberikan pengertian. Semua ini
adalah sisa-sisa kampanye Pemilu 2014, yang mengatakan Pak Jokowi itu ada unsur
PKI, ataupun mendukung penista agama. Sisa-sisa seperti itu yang memunculkan
terjadi pertentangan dalam politik.
Wapres Jusuf Kalla, Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin dan Presiden Joko
Widodo dalam acara Nuzulul Quran di Istana Merdeka, Jakarta, 5 Juni 2018. ANTON
RAHARJO/NURPHOTO VIA GETTY IMAGES
Tapi dengan adanya kesadaran sekarang, saya kira itu
menurun. Kalau pun masih ada, dibutuhkan pendekatan, dibutuhkan kemajuan
ekonomi, dibutuhkan kerja nyata di dalam keadilan ekonomi, dan bukan hanya
jargon. Juga persatuan bangsa, saya kira akan kembali bersatu.
Saya soroti istilah
Pak Kalla yaitu keadilan ekonomi. Anda pernah mengutarakan hal ini yaitu dua
atau tiga tahun lalu dan menjadi polemik. Seberapa serius masalah keadilan
ekonomi itu untuk mengatasi masalah politik, termasuk persoalan politik
identitas?
Begini, ini memang sesuatu yang perlu kita dalami dan kita
perlu terbuka dalam mendalaminya untuk memperbaiki kondisi ini. Kita harus
mendorong kemajuan, yang sebetulnya sudah kita lakukan dengan antara lain UKM,
pengusaha - katakankah - pengusaha pribumi, kalau mau kita sebut seperti itu.
Realistislah kita mengatakan itu.
Karena kalau kita mau menyembunyikan masalah, justru tidak
menyelesaikan masalah. Malah bisa menimbulkan masalah.
Jusuf Kalla (atas) pernah menjadi calon presiden bersama cawapresnya,
Wiranto, dalam Pemilu Presiden 2009. Namun pasangan ini kalah oleh pasangan
SBY-Budiono. (Foto atas: Jusuf Kalla dalam acara kampanye di Jakarta, 14 Juni
2009, saat Pilpres 2009). BAY ISMOYO/AFP
Di masa pemerintahan
Pak Jokowi dan Anda, ada hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah dan
kelompok-kelompok Islam tertentu. Nah, Anda yang relatif bisa diterima oleh
kelompok-kelompok Islam itu, apa yang sudah Anda sarankan kepada Pak Jokowi
terhadap masalah ini? Dan seperti apa sarannya?
Kelompok-kelompok mereka muncul dalam politik setelah
pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Muncul pendukung Ahok yang dianggap melakukan
penista agama dan kelompok yang tidak mendukung Ahok.
"Politik identitas itu bagi kita ada hubungannya dengan ideologi,
khususnya masalah agama," kata Jusuf Kalla. BAY ISMOYO/AFP
Tapi setelah ada kenyataan yang baru, dan permasalahan ini
diselesaikan lewat hukum, masalah ini mulai mereda. Puncaknya adalah kehadiran
kelompok 411, 212, tapi setelah posisi Gubernur DKI dimenangkan oleh Anies
Baswedan, konflik-konflik itu reda, walaupun terjadi dalam pemilu lalu, tapi
berjalan dalam koridor demokrasi.
Tidak dalam hal massa besar-besaran, tapi itu masih
sisa-sisa. Tapi saya harap sisa-sisa itu akan tergerus apabila kita semua
melaksanakan program-program yang lebih memberikan ruang kesempatan kepada para
pengusaha-pengusaha kecil, pengusaha pribumi, atau masyarakat umum.
Polisi baru saja
menangkap terduga teroris berlatar organisasi Jemaah Islamiyah (JI). Organisasi
ini sebelumnya dianggap sudah bubar, namun ternyata sel-selnya masih eksis. Apa
yang terjadi ini dan apa solusinya?
Namanya teroris, mereka bekerja berdasarkan sel-sel, supaya
keberadaannya tidak terdeteksi. Dan teroris ini ada di banyak negara. Di
Australia ada, di New Zealand ada. Apalagi di daerah Asia, terutama di Timur
Tengah. Karena itu dulu pengaruh Al-Qaeda sampai ke sini, ISIS juga sampai ke
sini.
Jadi dua organisasi besar ini juga punya pengaruh, baik
langsung atau melalui media sosial. Juga melalui teknologi. Mereka belajar
melalui jalur itu.
Tapi kita mengapresiasi kepolisian kita, khususnya Densus
88, yang merupakan salah-satu institusi kepolisian di dunia yang sangat efektif
untuk memberantas sel-sel teroris.
"Kalau faktor ideologi, berbahaya kalau dipulangkan. Tapi kalau yang
kena karena alasan ekonomi, misalnya keluarganya, ya perlu dipertimbangkan
(untuk dipulangkan)," kata Jusuf Kalla soal permintaan sejumlah WNI yang
minta dipulangkan dari Suriah. Foto atas: Wapres Jusuf Kalla (kanan)
mendampingi Presiden Jokowi di lokasi bom di Terminal Kampung Melayu, 25 Mei
2017. TUBAGUS ADITYA IRAWAN/GETTY
Tentu saja tidak hanya
dibutuhkan semata penegakan hukum?
Ya, kita memiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) yang antara lain bertugas mendeteksi juga melakukan sistem
deradikalisasi. Tapi peran deradikalisasi ini juga dijalankan masyarakat,
pemimpin agama.
Anda setuju terpidana
terorisme, Abu Bakar Ba'asyir dibebaskan dari hukuman penjara?
Ada dua hal di sini. Faktor hukum karena dia sudah dijatuhi
vonis oleh pengadilan. Faktor kedua adalah kemanusiaan, karena umur dll. Jadi
dua hal ini perlu dipertimbangkan.
Kalau dia memang sakit-sakitan, dan alasan kemanusiaan, tapi
dengan jaminan bahwa Abu Bakar Basyir tidak aktif dalam penyebaran faham
radikal dan membina teroris, tentu kita dapat memahami apabila faktor
kemanusiaan bisa menjadi pertimbangan.
Walaupun Ba'asyir
tidak mau menerima Pancasila dan UUD 1945?
Karena itulah dihukum. Tapi bahwa dia berkelakuan baik dan
ada alasan kemanusiaan, itu juga adalah sistem hukum kita.
Wapres Jusuf Kalla memberikan ceramah agama jelang salat tarawih di
masjid Sunda Kelapa, Jakarta, 1 June 2017. DONAL HUSNI/NURPHOTO VIA GETTY
IMAGES
Ada sejumlah WNI
bergabung ke ISIS di Suriah itu adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah.
Sebagian mereka, juga istri dan anak-anaknya, meminta agar dapat dipulangkan
kembali ke Indonesia. Namun masyarakat Indonesia saat ini terbelah, ada yang
tidak keberatan mereka dipulangkan, namun lainnya menolak. Bagaimana sikap
Anda?
Kalau kita lihat alasan mereka ke Suriah, ada dua hal. Ada
alasan ideologi, yaitu mereka garis keras. Ada pula terbuai alasan ekonomi,
yaitu hidup lebih baik, gaji lebih tinggi. Ini terjadi ketika ISIS masih kaya,
masih menguasai ladang minyak dll. Tapi setelah mengalami kekalahan, kekayaan
mereka hilang, dan tidak bisa menggaji secara ekonomi.
Jadi, kalau faktor ideologi, berbahaya kalau dipulangkan.
Tapi kalau yang kena karena alasan ekonomi, misalnya keluarganya, ya perlu
dipertimbangkan (untuk dipulangkan). Tentu saja saat mereka pulang tetap
diawasi. Bisa juga dikarantina dulu, seperti mereka yang dulu pulang dari
Afghanistan. Dilakukan deradikalisasi lebih dulu.
Meskipun tidak ada jaminan
mereka tidak kembali melakukan kegiatan terorisme. Artinya, jika mereka
dipulangkan, seperti yang disuarakan masyarakat yang menolak mereka, itu
berisiko dan riskan?
Ya, riskan. Karena itu ada alasan. Yang ekonomi, misalnya
sekeluarga, bisa dipulangkan. Kalau yang pergi sendiri dengan niat bertempur,
itu lain persoalan.
Anda adalah tokoh yang
berperan penting dan terlibat langsung selama proses perdamaian antara RI dan
GAM di Aceh. Dan saat pemilu lalu, masyarakat dikejutkan pernyataan pimpinan
Partai Aceh, Muzakir Manaf, yang mengancam menggelar referendum terkait hasil
pilpres. Anda kecewa dengan pernyataan Muzakir?
Tentu (kecewa), tapi saya dijelaskan oleh Pak Malik Mahmud
(Wali Nanggroe Aceh) bahwa itu spontan, mungkin karena suasana. Tidak dimaksudkan
begitu. Dan juga kemudian Muzakir Manaf juga menjelaskan dan mengklarifikasi
ucapannya tidak dimaksud untuk betul-betul referendum.
Tapi mungkin pada saat itu dia lagi ada sesuatu emosional
atau apapun, sehingga terjadi istilah itu. Tapi kemudian diralat.
Wapres Jusuf Kalla di Jakarta menyambut eks pemimpin GAM, Malik Mahmud
(kiri) dan Zaini Abdullah (tengah) yang baru kembali dari pengasingan mereka di
Swedia, 27 April 2006, menyusul kesepakatan damai Indonesia-GAM di Helsinki. ADEK
BERRY/AFP
Anda sendiri yang
menelpon Malik Mahmud?
Bukan menelpon, tapi beliau langsung datang ke Jakarta, dan
menjelaskan hal itu kepada saya.
Dalam pernyataannya
yang kontroversial itu, Muzakir Manaf mengaitkan isu referendum dengan apa yang
disebutnya sebagai bentuk kekecewaan terhadap Jakarta yang dianggapnya tidak
serius menjalankan beberapa pasal dalam MOU Helsinki?
Saya juga klarifikasi hal itu kepada Pak Malik Mahmud. Yang
mana (yang belum dilaksanakan)? Dan tidak bisa dijelaskan yang mana. Pasal
berapa yang tidak kita laksanakan? Semua sudah dilaksanakan. Justru saya minta
penjelasan, yang mana yang dimaksud tidak dilaksanakan dalam poin-poinnya?
Malah lebih luas lagi pelaksanaannya.
Fasilitator perundingan RI-GAM, yang juga mantan Presiden Finlandia,
Martti Ahtisaari (kanan), berdiri bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah)
dan mantan pemimpin GAM, Malik Mahmud pada 21 Januari 2006, sekitar enam bulan
setelah kesepakatan damai di Helsinki. TOR WENNSTROM/AFP
Bagaimana soal
pembagian keuntungan antara Jakarta dan Aceh soal penjualan minyak bumi?
Itu sudah dilaksanakan. Memang ada perhitungannya, harus
dikeluarkan ongkos dulu, karena ini cost recovery. Jadi tidak semua, tapi
mesti potong ongkos, karena sistem minyak itu cost recovery, pemerintah
harus bayar dulu. Jadi yang dibagi itu nett-nya.
Mungkin ada salah
pengertian?
Mungkin salah pengertian saja. Saya jelaskan (kepada Malik
Mahmud) bahwa dibagi 75% dan 25% sesuai UU Pemerintah Aceh. Cuma perhitungan
seperti itu, harus nett.
Bagaimana dengan
salah-satu pasal yang disepakati dalam MOU Helsinki agar persoalan dugaan
pelanggaran HAM di Aceh di masa konflik harus diselesaikan? Dan ini belum
terlaksana karena UU KKR dibatalkan oleh MK?
Karena kita ada perjanjian, itu justru lebih kuat daripada
komisi itu (KKR). Dan MOU sudah masuk dalam UU Pemerintahan Aceh, dan juga
dengan memberikan amnesti kepada GAM, itu sebenarnya sudah terjadi
rekonsiliasi. Semuanya kita maafkan. Itu sudah rekonsiliasi yang hebat.
Mantan Wapres Jusuf Kalla (kanan) dan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf naik
becak motor di dekat masjid Baiturrahman, Banda Aceh, di sebuah acara pada 13
Juni 2009. AFP
Walaupun faktanya ada
sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM saat Aceh dibawah Darurat Operasi Militer
(DOM) yang belum diselesaikan?
Kalau soal dugaan pelanggaran HAM, dua-duanya (TNI atau GAM)
mempunyai pelanggaran. Bukan hanya pihak tentara (Indonesia) yang melanggar.
Pihak GAM juga bakar sekolah. Jadi sama-sama. Jadi, kita maafkan saja, lupakan
saja.
Peran sentral Anda
dalam proses perdamaian di Aceh, Maluku, dan Poso, membuat dunia internasional
memberi kepercayaan kepada Anda untuk mengambil peran lebih besar dalam
menyelesaikan konflik-konflik di berbagai belahan dunia?
Saya dulu berusaha menyelesaikan masalah di Thailand
selatan, kemudian sekarang kita berusaha untuk menyelesaikan masalah di
Afghanistan. Saya dan teman-teman ke Kabul.
Wapres Jusuf Kalla dan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani di sela-sela
konferensi di ibu kota Afghanistan, Kabul, membahas penyelesaian damai
persoalan Taliban, 28 Februari 2018. SHAH MARAI/AFP
Jangan lupa, konstitusi mengamanatkan bahwa Indonesia
terlibat dalam perdamaian dunia. Jadi bukan tugas saya sebagai pribadi, tetapi
juga tugas negara.
Mereka yang mengundang, karena kita memiliki pengalaman.
Presiden Afghanistan mengundang dulu, Perdana Menteri Thailand dulu mengundang
saya. Di Kolombia, dia (presidennya) meminta saya memberikan pandangan dan
nasihat.
Saya berulang kali memberikan pandangan dan nasihat
berulangkali kepada presidennya, dan ketika perdamaian terjadi, presidennya
mengatakan kepada Menlu (Indonesia) 'ini karena wapresmu, maka kami bisa
damai'. Jadi bukan saya yang meminta, tapi mereka yang mengundang, karena kita
punya pengalaman.
Jusuf Kalla (kanan) terlibat pembicaraan dengan Rafael Seguis (kiri),
anggota juru runding pemerintah Filipina dalam upaya perdamaian dengan kelompok
Moro Islamic Liberation Front (MILF) di sela-sela "International
Negotiators Conference" di Manila, 28 Mei 2010. TED ALJIBE/AFP
Formula atau jalan
keluar seperti apa yang pak Kalla berikan kepada mereka terkait konflik yang
mendera negerinya?
Formula itu berbeda-beda tergantung keadaan. Tidak bisa satu
formula untuk semua. Tergantung keadaan, kondisi dan sebabnya.
Tapi secara umum apa
yang Anda utarakan ketika dimintai nasihat terkait penyelesaian konflik yang
mereka alami?
Secara umum dalam penyelesaian konflik itu tidak ada satu
pihak untuk kehilangan muka. Kedua, harus win-win solution. Dan harus
mendahulukan dialog. Tapi hasilnya harus memenangkan kedua pihak.
Kurang-lebih empat
atau tiga bulan ke depan, masa jabatan Pak Kalla sebagai Wakil Presiden akan
berakhir. Apa yang Anda lakukan setelahnya?
Saya akan mengurus pendidikan, sosial dalam hal ini PMI,
keagamaan yaitu mengurusi Dewan Masjid, dan juga hal-hal lain, keumatan. Dan
tentunya juga menjadi pembicara di banyak tempat, kalau diundang. Itu penting
untuk memberikan pesna-pesan kepada generasi berikutnya.
"Saya akan mengurus pendidikan, sosial dalam hal ini PMI (Palang
Merah Indonesia), keagamaan yaitu mengurusi Dewan Masjid, dan juga hal-hal
lain, keumatan," kata Jusuf Kalla. Foto atas: Wapres Kalla menghadiri
acara donor darah, 29 Maret 2015, di Jakarta. DONAL HUSNI/NURPHOTO/GETTY
Apakah Anda tetap
terjun ke dunia politik?
Tidak lagi, dalam artian kepartaian, tapi politik dalam arti
kata kenegaraan, ya pasti.
Dari banyak sumbangsih
pak Kalla untuk negeri ini, legacy apa yang paling berharga untuk Indonesia?
Banyak orang mengatakan, kalau disebut Jusuf Kalla, mereka
teringat perdamaian bangsa ini, mendamaikan konflik-konflik nasional. Itu
selalu menjadi ingatan orang, kalau mengingat saya. Itu yang dimaksud legacy,
yang melekat dalam ingatan orang.
0 komentar:
Posting Komentar