28/6/2019, 14.46 WIB
Penulis: Hari Widowati
Editor: Hari Widowati
Editor: Hari Widowati
Mahkamah
Internasional tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permintaan dari
individu, organisasi non-pemerintah, korporasi atau entitas swasta.
Suasana sidang di Mahkamah Internasional pada 27 Agustus 2018. DOKUMENTASI
ICJ
Sidang majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah
memutuskan untuk menolak permohonan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres
2019. Prabowo menyatakan, ia akan berkonsultasi dengan tim hukumnya untuk
melihat upaya hukum lain yang mungkin dilakukan.
Koordinator
Lapangan Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) Abdullah Hehamahua
mengatakan, pihaknya akan melaporkan hasil keputusan MK ke mahkamah
internasional.
"Kami akan laporkan ke peradilan internasional, karena mereka bisa mengaudit forensik terhadap IT KPU bagaimana bentuk-bentuk kecurangan situng," kata mantan penasihat KPK ini seperti dikutip Antara, di Jakarta, Kamis (27/6).
Mungkinkah persoalan sengketa hasil Pilpres 2019 ini
dibawa ke Mahkamah Internasional? Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id,
Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) adalah lembaga
peradilan yang didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945.
Lembaga yang berkantor pusat di Den Haag, Belanda ini
beranggotakan negara-negara yang menjadi anggota PBB. Mahkamah ini memiliki 15
hakim dengan masa jabatan hakim 9 tahun.
Fungsi utama Mahkamah Internasional adalah untuk
menyelesaikan sengketa antarnegara-negara anggota. Lembaga ini juga memberikan
pendapat atau nasihat kepada badan-badan resmi dan lembaga khusus yang dibentuk
oleh PBB. Dalam pelaksanaan tugasnya, Mahkamah Internasional mengacu pada
konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara yang diakui oleh
negara-negara yang sedang bersengketa.
ICJ juga berpedoman pada kebiasaan internasional yang
menjadi bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum. Selain itu, ICJ menggunakan
asas-asas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban.
Mahkamah Internasional juga bisa menggunakan keputusan-keputusan kehakiman dan
literatur dari penerbit terkemuka dari berbagai negara, sebagai pedoman
tambahan dalam menentukan peraturan hukum.
Menurut keterangan di situs resmi ICJ, hanya
negara-negara anggota yang bisa mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
"Mahkamah Internasional tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permintaan dari individu, organisasi non-pemerintah, korporasi atau entitas swasta lainnya," tulis Mahkamah Internasional di situsnya.
Mahkamah Internasional juga tidak bisa memberikan nasihat atau opini
hukum kepada pihak-pihak tersebut ketika bermasalah dengan pemerintah di negara
masing-masing.
Penyelesaian Sengketa Bisa Diajukan Melalui Tiga
Cara Mahkamah Internasional juga tidak bisa berinisiatif menyidangkan kasus
sengketa antarnegara.
"Majelis hanya bisa menyidangkan suatu perselisihan jika diminta oleh satu negara atau lebih," demikian pernyataan ICJ.
Negara-negara yang mengajukan penyelesaian sengketa juga
harus memiliki akses ke Mahkamah Internasional dan menerima yurisdiksinya.
Dengan kata lain, negara-negara yang bersengketa harus mau menerima
pertimbangan yang diberikan oleh Mahkamah.
Ada tiga cara yang bisa diikuti negara yang ingin
mengajukan kasus sengketanya dengan negara lain ke Mahkamah Internasional. Pertama,
dengan kesepakatan khusus (special agreement). Dua negara atau lebih yang
bersengketa bersama-sama mengajukan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional
dalam suatu kesepakatan.
Kedua, melalui klausul khusus dalam traktat perjanjian
(clause in a treaty). Ada lebih dari 300 traktat berisi klausul-klausul yang
digunakan oleh salah satu negara untuk menerima yurisdiksi Mahkamah
Internasional ketika terjadi sengketa atau perbedaan interpretasi mengenai
penerapan traktat tersebut.
Ketiga, adanya deklarasi unilateral (unilateral
declaration). Negara-negara yang mengajukan kasus sengketanya ke Mahkamah
Internasional bisa memilih menggunakan deklarasi unilateral yang sesuai dengan
yurisdiksi Mahkamah dan mengikuti bagi negara lainnya.
Mahkamah Internasional Hasilkan 3.674 Keputusan Sejak 1949 Kasus-kasus apa saja yang sudah pernah disidangkan atau diputuskan di Mahkamah Internasional? Berdasarkan data ICJ, ada 3.674 keputusan yang telah dikeluarkan Mahkamah sejak beroperasi pada 1946 hingga 2015.
Mahkamah Internasional Hasilkan 3.674 Keputusan Sejak 1949 Kasus-kasus apa saja yang sudah pernah disidangkan atau diputuskan di Mahkamah Internasional? Berdasarkan data ICJ, ada 3.674 keputusan yang telah dikeluarkan Mahkamah sejak beroperasi pada 1946 hingga 2015.
Kasus sengketa pertama yang ditangani Mahkamah
Internasional adalah sengketa di Selat Corfu antara Inggris dan Albania pada
1947 yang merupakan era Perang Dingin (Cold War). Pada saat itu dua kapal
Angkatan Laut Kerajaan Inggris rusak akibat ditembak oleh tentara Republik
Albania. Beberapa tentara AL Inggris juga tewas dalam insiden tersebut. Pada
1949, Mahkamah Internasional memerintahkan Albania membayar ganti rugi kepada
Inggris sebesar 843.947 poundsterling.
Namun, ganti rugi
ini baru dibayarkan Albania pada 1996. Kasus terakhir yang diputuskan pada 16
Desember 2015 adalah perselisihan antara Nikaragua dan Kosta Rika. Nikaragua
membangun jalan raya (Route 1856) di sepanjang Sungai San Juan
yang merupakan perbatasan Nikaragua dengan Kosta Rika. Nikaragua
menempatkan tiga kano dan pasukan militernya di wilayah tersebut sehingga Kosta
Rika menilai kedaulatan wilayahnya telah dilanggar.
Pembangunan jalan itu juga disebut menyebabkan kerusakan
lingkungan di wilayah Kosta Rika. ICJ memutuskan Nikaragua dan Kosta Rika harus
berunding untuk memutuskan ganti rugi bagi Kosta Rika atas kerusakan yang
ditimbulkan oleh proyek jalan tersebut.
Keputusan yang dihasilkan oleh Mahkamah Internasional
bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh negara-negara yang bersengketa. Tidak
ada peluang bagi mereka untuk melakukan banding atas keputusan tersebut.
KataData
KataData
0 komentar:
Posting Komentar