- Sumilaking Pedhut Anggemeng
Senin, 24 Juni 2019
Pentas Ketoprak Srawung Bersama: Pembelaan Bagi Para
Korban yang Tersisih
Solo- Sebuah pementasan ketoprak berjudul Prahara
(Sumilaking Pedhut Anggemeng) dengan sutradara Ahmad Dipoyono diselenggarakan
oleh Ketoprak Srawung Bersama (KSB) dan Sekber 65 di Teater Kecil Institut Seni
Indonesia, Surakarta Senin 24 Juni 2019. Pementasan ini merupakan pementasan
yang dilakukan kelima kalinya dan ini merupakan pementasan dengan menggunakan
bahasa Indonesia.
Didik Dyah selaku pimpinan pertunjukan dari Sekber 65
menyatakan bahwa pementasan kali ini sengaja menggunakan bahasa Indonesia agar
semakin memperluas penonton dan sejarah yang diketahui lebih banyak orang.
Pementasan ketoprak ini bercerita tentang kondisi warga
di zaman Amangkurat dimana Adipati Condolo, Bupati Kabupaten Segoro Yoso
dianggap banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), seperti
melakukan penghilangan paksa, penggusuran dan kejahatan kemanusiaan. Masyarakat
yang hidup disana melakukan protes tentang pelanggaran HAM ini. Ada seorang
perempuan yang kehilangan suaminya, ada laki-laki yang kehilangan anaknya dan
ada sejumlah penggusuran yang terjadi disana. Semuanya memakan korban. Ini
merupakan inti cerita dari pementasan ketoprak. Pementasan ini memang sengaja
mengambil cerita tentang kehidupan yang dianggap relevan dengan kondisi para
korban 65 dan korban pelanggaran HAM
Ketoprak Srawung Bersama merupakan ketoprak yang menaungi
para korban pelanggaran HAM termasuk korban 65. Ahmad Ramdon selaku ketua
panitya pertunjukan mengatakan bahwa pementasan ini bukan hanya sebagai
perayaan seniman dalam mengapresiasi seni pertunjukan, namun juga menjadi
bagian penting dalam merawat sejarah.
“Pementasan ini membuktikan bahwa sejarah bukanlah milik penguasa tapi milik kita semua, ini terlihat dari banyaknya anak-anak muda yang selalu datang di setiap pertunjukan ketoprak yang diadakan Kethopral Srawung Bersama (KSB),” ujar Ahmad Ramdon.
Wakil walikota Solo yang diwakili oleh Agus Sutrisno dari
bagian pengembangan Walikota Solo juga mengapresiasi dengan pementasan ketoprak
ini. Saat ini Solo sedang mengembangkan kota kreatif, bahkan Solo baru saja
mendapatkan penghargaan sebagai 1 dari 10 kota kreatif dari Badan Ekonomi
Kreatif (Bekraf).
“Kota Surakarta membangun bersama jejaring dunia sebagai kota kreatif, dan malam ini ada pertunjukan ketoprak, semoga pementasan ini bisa mendongkrak kreativitas komunitas dan seniman di Solo,” ujar Agus Sutrisno.
Pimpinan proyek Ketoprak dari Sekber 65, Didik Dyah
mengatakan bahwa ketoprak Srawung Bersama (KSB) merupakan ketoprak modern yang
berisi para seniman tradisional dan modern agar variatif pementasannya dan
disaksikan banyak orang.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penonton yang menonton
pertunjukan, lebih dari 500 penonton hadir dan menonton. Kebanyakan adalah
anak-anak muda yang datang karena ingin mengetahui sejarah 65 dan sejarah
pelanggaran Hak Asasi Manusia. Cerita, kisah dan lakon yang disajikan adalah
yang selama ini menjadi bagian dari perjuangan korban terutama korban 65.
Masyarakat yang datang diharapkan mendapatkan cerita sejarah yang utuh, maka
pementasan ketoprak ini bisa menjadi referensi agar memahami sejarah tentang
kebenaran dan keadilan. Pengalaman sejarah kehidupan yang dibagikan dalam
ketoprak adalah proses bagaimana menyajikan dan proses belajar dari kehidupan
korban.
Dimas Suko, seorang mahasiswa dari Universitas Negeri
Sebelas Maret (UNS) Solo menyatakan bahwa ketoprak ini selain membawa anak-anak
muda untuk memahami sejarah juga menjadi media pengingat atas banyaknya
persoalan yang relevan hingga sekarang, seperti persoalan 65 dan pelanggaran
HAM. Sedangkan sejumlah anak muda yang datang dari Yogyakarta menyatakan bahwa
ketoprak ini membawa anak muda untuk belajar sejarah masa lalu.
Selain pementasan ketoprak, penonton yang datang juga
disuguhi dengan keroncong HAMKRI Surakarta, nyanyian Paduan Suara Dialita dari
Jakarta dan tembang-tembang dari Lansia asal Yogyakarta, Kiprah Perempuan
(KIPPER). Pementasan ini merupakan bagian dari Program Peduli yang diadakan
Sekber 65 dengan didukung Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan The Asia
Foundation.
Abdi Suryaningati, perwakilan dari The Asia Foundation
mengatakan bahwa program Peduli sudah dilakukan selama 5 tahun ini. Banyak yang
belajar bagaimana perjuangan para Lansia, para korban 65 yang selama ini
disingkirkan dan dimarjinalkan secara politik.
“Pementasan ini merupakan acara yang sangat penting karena kita merupakan warga bangsa dan berproses bersama dalam membentuknya. Dan pertunjukan ini selalu berhasil mengajak anak-anak muda. Anak muda adalah ujung terdepan yang selanjutnya akan memastikan bahwa tidak ada peminggiran bagi siapapun.”
red-Sekber 65
0 komentar:
Posting Komentar