REZA JURNALISTON Kompas.com - 10/01/2019, 17:39 WIB
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam acara peringatan Hari HAM Internasional ke-70 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (10/12/2018). (CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com)
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengingatkan
Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk
melakukan penyidikan berkas perkara pelanggaran berat HAM.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, harus
ada kemauan kuat untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
“Kalau gitu enggak jelas nasibnya, bolak-balik (berkas perkara peristiwa pelanggaran HAM berat) kami yang enggak mau. Enggak ada jalan keluar, jalan keluarnya gimana? Presiden perintahkan,” ujar Taufan, di Media Center Komnas HAM, Gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/1/2019).
Berkas perkara kasus pelanggaran berat yang dimaksud
adalah peristiwa 1965/1966, peristiwa Talangsari Lampung 1998, peristiwa
Penembakan Misterius 1982-1985, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi
II.
Selanjutnya, berkas peristiwa Kerusuhan Mei 1998, peristiwa Penghilangan Orang
Secara Paksa 1997-1998, peristiwa Wasior dan Wamena, peristiwa Simpang KKA 3
Mei 1999 di Provinsi Aceh, serta peristiwa Rumah Geudong, dan Pos Sattis
lainnya di Provinsi Aceh.
Taufan menyayangkan Kejagung tak membuat sembilan perkara
itu naik tingkat ke tahap penyidikan. Padahal, Komnas HAM disebutkan sudah
berupaya menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dengan
berupaya memberikan informasi kepada Kejagung.
“Langkah ini (penyelesaian berkas perkara pelanggaran HAM berat) stagnan. Ini enggak akan selesai-selesai kalau begini terus, bolak-balik, bolak-balik kita lepaslah soal perasaan,” kata Taufan.
Ia juga menagih janji dan komitmen Presiden soal
penanganan pelanggaran berat HAM. Sebelumnya, pada 8 Juni 2018, Komnas HAM
telah bertemu dengan Presiden.
Pada pertemuan itu, Presiden menyatakan komitmennya dan
memerintahkan kepada Jaksa Agung untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
“Kita menagih janji beliau (Presiden). Tolong segerakan laksanakan (penyelidikan) lebih lanjut berkas-berkas (perkara pelanggaran HAM Berat),” kata Taufan.
Sementara, menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat
bukan hanya persoalan hukum semata.
Ia berpendapat, penuntasan kasus pelanggaran HAM berat
adalah persoalan kemauan dan kesungguhan dari seorang pemimpin.
“Ini (penyelesaian pelanggaran HAM berat) bukan teknis hukum, kalau ini politik kebangsaan, politik negara. Karena kami ingin meletakkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM dengan konteks kebutuhan negara bangsa sebagai negara hukum,” ujar Anam.
“Kalau tidak diselesaikan, kapan diselesaikannya ini kan nggak tuntas-tuntas terus menerus. Harusnya memang berani Presiden sebagai kepala negara kami harapkan,” kata dia.
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Sumber: Kompas
0 komentar:
Posting Komentar