Oleh Reno Surya
| 30 January 2019, 9:00am
Album kedua paduan
suara para penyintas 1965 yang bertajuk 'Salam Harapan', dijanjikan bakal lebih
terkonsep dibanding debut mereka, 'Dunia Milik Kita'.
Paduan Suara
Dialita. Foto oleh Forumkotakhitam/Arsip dari Dialita
Dialita segera kembali menyapa telinga kita, lewat album
kedua mereka yang berjudul Salam Harapan yang rencananya akan dirilis
pada 31 Januari 2019 nanti. Kehadiran Dialita di kancah musik tanah air
dibakukan pertama kali dengan lahirnya debut album bertajuk Dunia Milik
Kita.
Melalui album yang kemudian akan membawa nama Dialita
kerap terpacak di deretan album-album terbaik pada tahun itu, bahkan kami
menyebutnya dua kali sebagai rilisan lokal terbaik 2016 versi
VICE (serta layak dipertimbangkan sebagai album Indonesia
terbaik sepanjang dekade kedua Abad 21.) Kali pertama dalam sejarah Indonesia
penyintas pemenjaraan paksa 1965 bisa bebas merdeka menyanyikan lagu-lagu
ciptaan mereka dan dibakukan pula dalam album.
"Meskipun isu tentang Komunisme selalu hadir,
khususnya di tahun-tahun [politik] seperti ini, kami tidak pernah kehilangan
harapan. Meskipun dalam keadaan negara sedang ‘gebuk sana, gebuk sini’,” tandas
Uchikowati, salah satu anggota paduan suara Dialita, dalam sesi diskusi media
bersama Dialita.
Hantu komunisme—kendati partainya sudah mampus lebih dari
lima dekade lalu—memang kerap di bangkitkan pada masa-masa tahun politik.
Wacana tersebut kemudian kembali di ’goreng’ sedemikian rupa, dengan tujuan tak
ayal untuk kembali mempertebal fobia klasik, tentang kebangkitan komunisme di
tanah air, yang faktanya tidak pernah terjadi.
Terlepas dari upaya goreng-menggoreng isu komunisme oleh
buzzer politik, Dialita hadir semata-mata karena keinginan anggotanya untuk
bernyanyi. Sebab nyanyian itulah yangbisa menumbuhkan semangat dan
harapan, entah di penjara, entah pun kini ketika mereka sudah
menghirup udara bebas.
Musik seolah hadir bak juru selamat bagi mereka. Musik
menjadi perpanjangan tangan bagi Dialita untuk mendistribusikan narasi mereka
tentang 1965. Mereka menyibak kabut gelap masa silam, dan mengantinya dengan
sebuah Salam Harapan.
Sama seperti halnya album pertama, dalam prosesi
penulisan album kedua ini, Dialita kembali berkolaborasi dengan musisi-musisi
lain yang turut menyemarakkan kehadiran mereka. Bonita Adi, Junior Soemantri, Kartika
Jahja, Endah Widiastuti, hingga penyanyi campurasari legendaris, Endah Laras,
juga turut ambil bagian dalam Salam Harapan. Sebagian artis yang
terlibat dalam pembuatan album adalah mereka yang dulu sempat urun tenaga dalam
konser tunggal di Jakarta 2017 lalu.
Endah Widiastuti, satu dari dua personil kolektif Endah
‘N Rhesa mengaku pengalaman berkolaborasi dengan Dialita adalah sebuah
pengalaman berharga. Hal senada juga diamini oleh Sita Nursanti, yang juga
menjadi salah satu kolaborator dalam album kedua milik Dialita.
"Saya begitu tersentuh dengan lagu-lagu Dialita.
Begitu bersahaja, indah dan begitu kuat mendalam maknanya. Semangat yang tulus
para ibu untuk bernnyanyi dan berkarya menginspirasi saya untuk selalu berkarya
dan bekerja dengan hati dan niat yg tulus," kata Sita.
Dibanding Dunia Milik Kita, album Salam
Harapan dijanjikan akan lebih konseptual baik dari segi lirik maupun
musik. Jika saja pada album pertama para penyintas bernyanyi secara otodidak
dan terkesan ‘seadanya’, lewat polesan tangan Imada Hutagalung, Dialita kini
berjanji menawarkan warna musik yang lebih rancak. Seluruh lagu yang akan
dimuat dalam album kedua ini, ditulis oleh perempuan dan semuanya tercipta dari
dalam bui.
"Kalau album sebelumnya kan ada yang ditulis sebelum
tahun ’65, dan ada yang ditulis pada saat tahanan politik sudah dibebaskan
setelah 1978. Lagu Salam Harapan yang sekaligus menjadi judul album
ke-2 kami diciptakan oleh Ibu Murtiningrum, dari dalam penjara Bukit
Duri," ujar Uchikowati, yang akrab dipanggil Ibu Uchi, kepada VICE.
Salam Harapan resmi dilahirkan pada 31 Januari 2019.
Perayaan hadirnya album ke-2 Dialita rencananya disemarakkan denganpertunjukan musik dari Dialita,
beserta seluruh kolaborator yang terlibat sepanjang proses pembuatan album ini,
di Goethe-Haus, Jakarta.
"Kami tidak tahu peristiwa 1965 akan tuntas kapan.
Mungkin saja besok, atau mungkin juga lusa. Bahkan mungkin tahun depan, atau
sepuluh tahun lagi. Yang kami tahu," kata Uchi. "Kami telah berupaya
dan ambil bagian untuk meluruskan sejarah panjang bangsa kita tentang peristiwa
1965."
Sumber: https://www.vice.com/id_id/article/d3mvxq/babak-baru-perjalanan-dialita?utm_campaign=sharebutton&fbclid=IwAR2P7dVvJ9OpUSkjSMHXDAj2eP67bvUYtGcpgY-dWkHdqUPg_hK3y_BZP8Q
0 komentar:
Posting Komentar