⋅
Kesuksesan film yang disutradarai Dwitra J. Ariana itu tidak bisa lepas dari kesuksesan prosesi penggalian dan upacara kuburan massal tersebut. Pro-kontra di awal proses tapi berakhir sukses memberikan alur cerita yang dramatis dan inspiratif bagi penonton. Happy ending proses ini tidak bisa mengabaikan peran Gus Kembar, Kelihan Dinas Banjar Masean. Sosok inilah yang menjadi motor koordinasi sejak perencanaan, penggalian hingga upacara pengabenan.
Ida Bagus Kade Suwartama, nama lengkap kelihan muda ini. Beliau akrab disapa Gus Kembar karena memang memiliki saudara kembar. Lahir pada tanggal 10 Desember tiga puluh lima tahun yang lalu dan sudah menjabat selama hampir dua tahun. “Mungkin karena tanggal lahir saya adalah hari HAM Sedunia jadi saya harus serius ngurus permasalahan HAM di banjar saya.” kata beliau dengan separuh bercanda.
Ketika ide penggalian kuburan massal ini dicetuskan oleh warga dalam rapat banjar. Gus Kembar berkoordinasi dengan Kelihan Adat, yakni Ida Bagus Ketut Siwa. “Sebagian besar warga telah setuju, beberapa memang masih ragu-ragu karena masih ada rasa trauma masa lalu dan khawatir karena ini menyangkut hal yang sangat sensitif. Sebagian lagi mengkhawatirkan masalah dana.” kata suami dari Ni Made Ayuni Astuti yang sudah dikaruniai dua anak gadis ini.
Sangat jelas tampak di film Masean’s Messages bagaimana beliau bersama Kelihan Adat mengajak tokoh-tokoh warga Masean untuk rapat di Kantor Perbekel Batuagung. “…Saya bersama panitia dan seluruh warga akan tetap berusaha, bagaimanapun caranya upacara ini harus tetap berjalan, saya optimis ini.”
statemen Gus Kembar dalam Masean’s Messages. Statemen tersebut akhirnya bukanlah omong kosong belaka.
Di Banjar Masean sendiri, seluruh lapisan masyarakat mendukung. Sebagian besar masyarakat Masean adalah dari soroh Ida Bagus, sebagian soroh Gusti dan Jaba. Semua soroh-soroh tersebut mendukung karena dari tiap soroh juga merasakan bagaimana dampak Tragedi ’65. Pelaku dan korban pun berasal dari tiap soroh tersebut. Situasi membuat mereka harus membunuh keluarganya sendiri.
Akhirnya, baik keluarga pelaku maupun korban, sepakat bersatu-padu melakukan penggalian dan upacara korban Tragedi ’65 tersebut. Dana diperoleh dari sumbangan sukarela warga, internal maupun eksternal Masean. Baik berupa uang maupun material yang dibutuhkan untuk sesajen. Warga juga melakukan fundraising melalui crowdfunding di media sosial.
“Karena itikad kami baik, roh-roh yang akan disucikan pasti akan memberi jalan. Sumbangan bahkan ada dari umat agama lain bahkan dari luar negeri. Kami panitia, berhasil meyakinkan masyarakat bahwa kegiatan ini adalah murni ritual adat-keagamaan, tidak ada motif politik apa-apa. Kami hanya mengupacarai saudara-saudara kami dengan layak yang masih terkubur di bawah jalan utama desa. Kami letih dengan segala peristiwa-peristiwa gaib yang menghantui desa. Sejak dulu sebenarnya kami ingin melaksanakan upacara ini, tapi dulu khan tidak mungkin.” tambah Gus Kembar yang cuma berbekal ijazah D1 Pariwisata ini namun memiliki jiwa kepemimpinan tinggi dan disegani.
Gus Kembar berharap, setelah upacara ini dilakukan, kehidupan warga Masean dan Batuagung pada umumnya bisa berjalan lebih harmonis, secara sekala dan niskala. Sehari-hari selain bertugas sebagai kelihan dinas, Gus Kembar adalah pengiring Ida Pedanda Griya Anom Manuaba serta membantu menjalankan usaha istri. Sang istri adalah juru rias pengantin dan mengelola sanggar tari.
0 komentar:
Posting Komentar