Reporter: Aulia Adam
24 November, 2016
Pendukung dan simpatisan Popular Front for the Liberation of Palestine
(PFLP), organisasi perlawanan rakyat Palestina berideologi Komunis.
FOTO/Mustafa Hassona
Perjuangan rakyat Palestina melawan Israel adalah cerita kaya
warna. Ada banyak gerakan terlibat. Dari faksi Islam, Kristen bahkan
sampai kelompok kiri berhaluan komunis.
Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyeh yang berasal dari Hamas menyampaikan duka cita yang mendalam. “Sekarang sekali lagi,” kata Haniyeh, “kita kehilangan orang yang mendermakan seluruh hidupnya untuk pembebasan Palestina.”
Palestinian Islamic Jihad, organisasi perlawanan berbasis Islam Sunni di Palestina, juga mengakui kehilangan Habash. “Kami memuji amal George Habash yang seluruh hidupnya terus berjuang dan melawan pendudukan Israel,” kata mereka dalam rilis resminya.
Pemakaman Habash dihadiri oleh hampir semua tokoh-tokoh penting Palestina dari berbagai faksi dan golongan. Mahmoud Abash, Presiden Palestina saat itu, mengumumkan perkabungan resmi di seluruh wilayah Palestina selama tiga hari.
Habash, seorang yang dilahirkan dari keluarga beragama Kristen Ortodoks, adalah salah satu bukti nyata betapa perjuangan kemerdekaan Palestina adalah cerita perlawanan yang penuh warna. Bahwa kemerdekaan Palestina diperjuangkan oleh seluruh warga Palestina, dari yang kiri maupun kanan, dari yang moderat sampai radikal, dari yang Islam sampai Kristen, dari yang ateis sampai agamis.
PFLP yang didirikan Habash pada 1967 menjadi salah satu kelompok terbesar yang bergabung dalam Palestine Liberation Organization (PLO). Pada 1969, FPLP mendeklarasikan diri sebagai organisasi yang berhaluan Marxis-Leninis sembari tetap mengakui Pan Arabisme. PFLP memandang perjuangan kemerdekaan Palestina adalah bagian tak terpisahkan dari usaha membebaskan dunia Arab dari imperialisme Barat.
Habash sering dianggap sebagai antitesis Yasser Arafat, pemimpin Fatah sekaligus pemimpin PLO. Jika Arafat sering dianggap terlalu moderat, Habash adalah kebalikannya: radikal, tak sudi berkompromi.
Pada 1993, menyusul disepakatinya Persetujuan Oslo, Habash dan PFLP memutuskan meninggalkan PLO dan Arafat. Mereka menganggap Arafat dan PLO terlalu banyak memberi konsesi kepada Israel. Habash dan PLO kemudian berkongsi dengan kelompok perlawanan non-PLO, seperti Hamas dan Palestinian Islamic Jihad.
Habash bukan hanya berkata-kata. Kelompoknya memperlihatkan komitmen yang kuat betul untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Tindakan-tindakan perlawanan bersenjata mereka lakukan. Pada September 1970, mereka membajak empat pesawat. Tiga pesawat mendarat darurat di landasan dekat Zarka, Yordania, bekas pangkalan Angkatan Udara Kerajaan Inggris, yang oleh PFLP dideklarasikan sebagai "Bandara Revolusi".
Sejarah komunisme di tanah Palestina bahkan sudah jauh lebih tua dari itu. Partai Komunis Palestina (PKP) sudah berdiri pada 1919 dan diakui oleh Cominter pada 1924. Awalnya Comintern enggan mengakui karena tidak yakin PKP dapat membebaskan diri dari pengaruh zionisme. Namun Comintern akhirnya bersedia mengakui PKP karena organisasi tersebut mendeklarasikan zionisme sebagai borjuasi Yahudi yang bersekutu dengan kekuatan imperialisme Barat.
Partai Komunis Palestina sempat tidak kedengaran namanya karena bertahun-tahun menyebar dalam berbagai faksi. Salah satu organ perjuangan berhaluan komunis, persisnya Marxis-Leninis, ya PFLP yang didirikan Habash.
Pada Februari 1982, tokoh-tokoh penting komunisme Palestina bertemu dalam sebuah konferensi. Dari sanalah mereka sepakat untuk mendirikan kembali Partai Komunis Palestina (PKP). Partai baru menjalin hubungan dengan PLO, dan bergabung dengan PLO pada 1987. Anggota PKP termasuk dalam Komite Eksekutif PLO pada bulan April tahun itu juga.
PKP merupakan salah satu dari empat komponen utama Intifada pertama. Mereka memainkan memainkan peran penting dalam memobilisasi dukungan akar rumput untuk bangkit melawan pendudukan Israel.
Setelah Uni Sovyet bubar, PKP menghadapi dilema teoritis yang tidak mudah. Di bawah kepemimpinan Bashir Barghouti, PKP kemudian merumuskan ulang identitasnya. Dari sanalah mereka mengubah namanya menjadi Partai Rakyat Palestina (PRP). Mereka meniadakan “komunis” sebagai nama partai.
Mereka beralasan bahwa perjuangan kelas di Palestina harus ditunda karena situasi yang khas Palestina. rakyat Palestina masih melancarkan perjuangan pembebasan nasional di mana unsur-unsur dari semua kelas harus bersatu. Kendati demikian, Marxisme masih diakui sebagai ideologi partai.
Adapun PFLP akhirnya mulai ikut pemilihan legislatif Palestina pada 2006 silam. Tiga orang dari partai ini berhasil menang dan duduk di parlemen Palestina. Salah satunya adalah Ahmad Sa’adat, pemimpin ketiga PFLP setelah Habash, dan Abu Ali Mustafa, yang mati diledakan misil di kantornya.
Kini, di bawah pimpinan Ahmad Sa’adat, tampang garang PFLP belum lekang. Gerakan bersenjata mereka masih sering jadi agenda. Serangan terhadap Israel jadi target utama mereka. Sa’adat sendiri kini masih ditahan oleh pemerintah Israel karena tuduhan sebagai teroris.
Di sana, PFLP tentu bukan satu-satunya partai yang sekaligus kelompok pergerakan yang terus berjuang demi Palestina. Tercatat, ada 16 partai lainnya yang masih tumbuh di sana. Selain PFLP dan PKP, rupanya ada dua lagi partai berbasis ideologi kiri di antara partai-partai itu yaitu Barisan Demokratis Pembebasan Palestina atau Democratic Front for the Liberation of Palestine (DFLP), yang merupakan pecahan PFLP.
DFLP sempat kehilangan pamor karena kepemimpinannya yang bertempat di Damaskkus. Persetujuan Oslo juga berdampak serius pada kekuatan DFLP. Kapasitas militer DFLP merosot drastis karena gencatan senjata antara PLO dan Israel sebagai buah Persetujuan Oslo .
Namun mereka berperan kembali terutama sejak dimulainya Intifada kedua pada 2000. DFLP melakukan banyak sekali serangan bersenjata terhadap militer Israel. Pada 25 Agustus 2001, mereka melakukan serangan serius terhadap pangkalan militer Israel di Gaza.
(tirto.id : aad/zen)
https://tirto.id/kisah-partai-partai-komunis-palestina-melawan-israel-b5Ax
0 komentar:
Posting Komentar