Sabtu, 22 Juli 2017
Oleh: Petrus H. Harjanto
21 tahun lalu sekelompok anak muda memberanikan diri mendeklarasikan partai baru, dibawah rezim otoriter Soeharto yang saat itu telah berkuasa selama 30 tahun. Bergelora.com memuat tulisan Petrus H. Harjanto,--mantan Sekretaris Jenderal dari partai yang kemudian mempelopori penggulingan Soeharto secara terbuka. Ini kisah dibalik berdirinya PRD. (Redaksi)
PAGI ITU, cuaca Jakarta cerah. Musim panas belumlah berlalu. Hujan sudah lama tak turun, membuat Sungai Ciliwung airnya keruh dan berwarna kehitaman. Jauh berbeda di musim hujan, apalagi kalau banjir, airnya berwarna coklat pekat. Meluap ke kanan dan kiri karena penyempitan badan sungai. Pagi itu, getek yang membawa aku menyeberangi sungai itu, dari daerah Ostita ke Kebun Baru, berjalan dengan lancar karena airnya menyusut begitu banyak. Bau tak sedap mernerpa hidungku, kala aku sudah benar-benar di tengah sungai itu.
Untuk masuk ke Kebun Baru, atau keluar dari Kebun Baru, di mana Markas PRD berada, harus melalui sungai itu. Hanya getek lah satu-satunya sarana transportasi.
Pagi itu aku baru tiba di Jakarta, sebelumnya aku berada di Surabaya dari tanggal 17 sampai dengan 20 Juli 1996. Di Surabaya aku sempat bertemu dengan Dita Indah Sari (Ketua PPBI), yang ditahan di Poltabes Surabaya, bersama dengan Coen Husein Pontoh (Ketua Departemen Agitprop STN), Sholeh (SMID Surabaya). Mereka tertangkap saat aksi buruh di Kawasan Industri Tandes pada tanggal 8 Juli 1996. Aku sempat memberikan titipan beberapa barang dari ayahnya Dita. Aku bertemu dengan ayahnya Dita di Kantor LBH Jakarta, dan itu adalah pertemuan pertamaku dengannya.
Selama empat hari, aku bertemu dengan beberapa pengurus SMID, PRD, PPBI Surabaya. Aku bertemu dengan Herman Hendrawan (Ketua Carataker PRD Jatim), Sardiyoko (Ketua SMID Cabang Surabaya) dan berberapa kawan di sana. Aku juga sempat berdiskusi dengan teman-teman yang mengorganisir buruh di sana, dibawah koordinasi Rendro. Aku ditugaskan oleh partai, untuk menghimpun data dan fakta berkaitan dengan Aksi Buruh di Tandes, yang berakhir bentrok, dan ditahannya Dita cs. Aku juga ditugaskan untuk mengkonsolidasikan PRD, SMID, yang sejak peristiwa itu mengalami kemunduran.
Ketika memasuki pintu pagar Sekretariat PRD di Jl. F. Gg ZII No.30 Kebon Baru, Tebet, aku langsung dicegat beberapa anak SMID Jabotabek. Rupanya, mereka adalah panitia Deklarasi PRD, yang sore ini akan dilakukan di Kantor YLBHI.
“Petrus, kamu yang akan membaca naskah Manifesto Politik PRD ya! Mohon siapkan pakaian terbaikmu, kalau bisa atas putih bawah hitam,” kata salah seorang panitia kepada ku.
Rasa lelahku belumlah hilang, apalagi aku naik bus dari Surabaya, mampir ke Pati, dan terus melanjutkan ke Jakarta. Aku sudah harus segera beraktivitas kembali.Yang pertama kulakukan adalah mencari pakaian yang akan kukenakan. Aku mencari di tasku, yang berada di kamar paling belakang. Di sana memang kawan-kawan meletakan perlengkapan pakaian mereka. Ada yang digantung di dinding, ada pula yang rapi disusun dan dimasukan ke dalam tas. Bau tak sedap tercium begitu kuat, datang dari pakaian yang belum dicuci tapi masih bergelantungan, memenuhi ruangan itu. Ditambah kamar itu lebab karena sinat matahari tidak masuk kesana. Akhirnya, aku menemukan kemeja dengan motif kotak-kotak berwarna hitam. Ini adalah kemeja ku yang paling layak kukenakan. Segera aku setrika rapi. Kulihat Fransiska Ria Susanti mengatre untuk menghaluskan jas yang ia akan kenakan. Dan setelahnya, banyak yang antri karena alat setrika di sekretariat itu hanya satu.
Kulihat Anom Astika (Ketua Departemen Agitprop) sedang serius mengetik. Dia mendapat tugas membuat siaran pers, yang akan dibagikan kepada wartawan. Untuk urusan tulis menulis, memang Anom yang bertugas. Sejak di kepengurusan SMID, tugas itu sudah ia jalankan dengan baik.
Tancho Budiman
Lain halnya dengan Budiman Soedjatmiko. Ternyata, pakaian terbaiknya masih di Bogor, di kediaman orang-tuanya. Tidak mungkin dia balik ke Bogor karena dia harus mempersiapkan acara deklrasi sore hari ini.
“Ari, aku bisa dibelikan kemeja putih, celana panjang hitam, sepatu, dan cream rambut merk Tancho,” pintanya ke Ari Trimana Ketua Departemen Dana Pengurus Pusat PRD.
“Siap bung. Tapi yang murah saja ya. Anggaran kita terbatas. Alokasi anggaran diprioritaskan untuk acara sore nanti,” jawabnya.
Budiman tak menolak. Kemudian, dia melanjutkan dengan membuat pidato tertulis dan dan sekaligus latihan membaca naskah tersebut , yang akan dia sampaikan sore nanti. Dengan suara keras dia membaca judul pidatonya : “Mari Kibarkan Panji-Panji Kedaulatan Rakyat”. Pada paragraf kedua intonasinya semakin dipertegas : Hari ini, pada tanggal 22 Juli l996, kami para pengurus PRD mengumumkan pendirian partai kami kepada rakyat dan penguasa secara terbuka dan terang-terangan. Meskipun baru dideklarasikan pada hari ini, sebetulnya PRD sudah melakukan aktivitas politik praktis dan aksi-aksi massa dengan menggunakan nama Partai Rakyat Demokratik.
Hari ini, sebenarnya adalah acara seremonial. Baru mendeklarasikan diri pada tanggal 22 Juli 1969, karena alasan tidak mempunyai dana. PRD sendiri lahir tanggal 15 April 1996. Pada tanggal itu, adalah sidang hari kedua Konggres Luar Biasa Persatuan Rakyat Demokratik (KLB PRD I). Penyelenggaranya adalah Presidium Sementara PRD (PS-PRD), setelah pengurus terpilih dalam konggres di bulan Mei 1994 tidak menjalankan amanat dari keputus Konggres itu. Kami dari SMID(Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi), PBBI (Pusat Perjuangan Buruh Indonesia), STN(Serikat Tani Nasional), Jaker (Jaringan Kesenian Rakyat), SRS (Serikat Rakyat Solo), SRJ(Serikat Rakyat Jakarta) yang menghadiri KLB itu, menyetujui persatuan berubah menjadi partai. Dan juga menyepakati bahwa SMID dan ormas lainnya adalah underbouw, atau berafiliasi secara politik dan organisasi.
Setelah Konggres, PRD segera tancap gas. Selain menggalang aksi di mana-mana, juga giat membangun front. Yang pertama menjadi inisiator berdirinya KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu). Progaram KIPP, cukup panjang lebar dibicarakan pada KLB PRD. KIPP berhasil menggalang organisasi dan tokoh politik. Ada Mulyana W Kusuma, Gunawan Muhamad, Nurcholis Masdjid, sedangkan organisasi yang bergabung antar lain ; PMKRI, GMKI, dan beberapa kelompok gerakan demokrasi. Sebagai sebuah program, PS-PRD sudah menggulirkan perlunya didirikan lembaga pemantau pemilu, seperti NAMFREL (National Citizens' Movement for Free Elections). Salah satunya disampaikan ketika hearing dengan Fraksi PDI di Senayan pada tahun 1995.
Sebelumnya, PRD bersama PUDI (Partai Uni Demokrasi), ALDERA(Aliansi Demokrasi Rakyat), Pijar, dan beberapa elemen gerakan lainnya, membentuk Oposisi Indonesia. Pada tanggal Juni Oposisi Indoensia menggelar aksi, dan mendapat represi dari aparat. Ketika Konggres PDI Medan terjadi pada tanggal 20 Juni, dan Megawati diturunkan dari Ketua Umum PDI, PRD dan gerakan pro demokrasi meresponnya dengan mendirikan MARI (Majelis Amanat Rakyat Indonesia). Beberapa tokoh bergabung di sana, seperti Bintang Pamungkas, Mochtar Pakpahan, Ridwan Saidi, Sukmawati Soekarno Putri.
Percepatan Perlawanan
Isu intervensi pemerintah kepada kepengurusan PDI, dengan mendongkel Megawati, telah menyeret percepatan perlawanan rakyat. Gerakan semakin radikal, dan lebih cepat dari yang diperkirakan.Saat itu, kawan-kawan menyimpulkan situasi politik akan naik eskalasinya ketika pemilu dilaksanakan. Dan kaum gerakan mempunyai peluang melakukan kepemimpinan politik, dan merubahnya menjadi perlawanan, tidak sekedar hanya ketidakpuasan kepada pemerintah yang telah melakukan kecurangan. KIPP didirikan untuk merubah kesadaran politik, sekaligus alat mobilisasi perlawanan.
Pada tanggal 7 Juli 1996, PRD melakukan aksi di Menkopolkam, yang waktu itu dijabat oleh Soesilo Sudarman. Dengan tegas, PRD mengecam sikap Rezim Soeharto, dan mendukung kepemimpinan politik Megawati Soekarno Putri. Di berbagai daerah PRD dan pengurus cabang PDI mengalang aksi menentang pemerintah.
Di bidang organisasi, telah didirikan caretaker di Jateng, DKI, Jatim, Jabar. Carataker inilah yang akan melakukan kepemimpinan, baik organisasi dan politik kepada ormas-ormas yangmerupakan underbouwPRD di tingkat propinsi. Konsolidasi organisasi ini telah membawa kemampuan partai untuk menggalang front dan aksi-aksi massa. Nama PRD sudah berkibar, walau belum dideklarasikan.
Deklarasi PRD
Sore itu, sekitar pukul 16.00 WIB, kantor YLBHI, di ruang Adam Malik, sudah dipenuhi tamu undangan. Beberapa tokoh politik hadir di sana, antara lain Sri Bintang Pamungkas (Ketua Pudi), Gunawan Muhamad (eks PU Majalah Tempoe), Hasyim Rahman dan Yusuf Ishak (Penerbit Hasta Mitra), Pramudya Ananta Toer (sastrawan Lekra), Haji Johannes Cornelis (H.J.C.) Princen (pejuang HAM).
Ruang Adam Malik disulap menjadi ruang deklarasi dengan nuasa kepartain. Di depan atau panggung utama, ada spanduk merah bertuliskan Deklrasi Partai Rakyat Demokratik, Jakarta 22 Juli 1996. Di beberapa dinding di ruang itu ditempel beberapa foto aksi-aksi PRD. Ada pula terpasang lambang PRD, Bintang Gerigi cukup besar, berukuran 1 x 1 meter. Cukup sederhana untuk sebuah deklrasi partai. Dekorasi dikerjakan oleh Alfan (SMID Jaborabek), Jayadi(STN), Suroso(SMID Jabotabek), beberapa kawan SMID Jabotabek.
Budiman mengawali acara dengan membacakan pidatonya. Pemuda bertubuh kurus dan selalu berkacamata ini dengan penuh semangat membacakan pidato tertulisnya. Dalam pidato tersebut, Budiman mengecam Orde Baru :
…selama 30 tahun, 8 bulan, dan 22 hari kekuasan Orde baru dibawah pimpinan Jendral Suharto, terjadi kemunduran-kemunduran yang fatal dalam sistem politik dan budaya politik. Kekuasaan eksekutif yang ada di tangan presiden kelewat tidak terbatas dengan kewenangan yang melampaui legislatif dan yudikatif. Prinsip-prinsip mendasar demokrasi moderen yang menjadikan legislatif (baca: MPR/DPR) sebagai pengontrol eksekutif sudah tidak dijalankan. Kosentrasi kekuasaan pada eksekutif ini, telah menciptakan
suatu labirin kekacauan dalam ekonomi dan politik eksekutif ini, telah menciptakan suatu labirin kekacauan dalam ekonomi dan politik…
Acara dilanjutkan dengan pembacaan Manefesto Politik PRD. Aku sendiri yang membacakannya. Manefesto Politik PRD berisi :
1. Tak ada demokrasi di Indonesia.
2. Selama 30 tahun Soeharto jadi presiden, negara telah jadi kekuasaan yang memasung dan menghambat kemajuan partisipasi rakyat.
3. Sejarah bangsa Indonesia sesungguhnya adalah sejarah perjuangan rakyat yang gigih melawan segala jenis penghisapan, penindasan. Namun Orde Baru telah membuat langkah mundur bila dibanding kehidupan 1950-1959, karena hak-hak dasar partisipasi politik rakyat telah dipasung dengan penerapan 5 UU Politik dan dwi fungsi ABRI. S
4. Secara ekonomi, politik dan budaya, Orde Baru tak bisa diterima dan dipertahankan lagi oleh rakyat Indonesia.
5. Susunan DPR/MPR mencerminkan kejahatan dalam mempertahankan kekuasaan: oknum klik kekuasaan dan ABRI mendapat hak khusus, diangkat oleh presiden tanpa melalui Pemilu.
6. Persoalan ekonomi, politik, dan budaya selama 30 tahun Orde Baru yang penuh pupuk bangkai dan air darah rakyatnya sendiri, harus mendapat jalan keluar melalui suatu pemerintahan baru yang berwatak demokrasi kerakyatan, dengan visi masa depan.
7. PRD menawarkan jalan untuk mengatasi kebekuan dan kebuntuan kehidupan politik, dan meningkatkan kualitas gerakan rakyat menuju suatu masyarakat multi partai kerakyatan yang damai tanpa kekerasan.
8. Orde Baru harus diadili oleh Pengadilan Internasional untuk mempertanggung-jawabkan pembantaian masal ketika merebut kekuasaan pada tahun1965.
9. Mendesak MPR untuk mengadakan sidang istimewa untuk menuntut pertanggung-jawaban Soeharto selama memimpin negara Republik Indonesia.
Puisi WJ Thukul
Pada kesempatan itu, untuk pertamakalinya Mars PRD diperkenalkan kepada publik. Melodi lagu ini diciptakan oleh Jimi, seorang pemuda yang tinggal di rumah Ribka Tjiptaning. Sedangkan liriknya digarap bareng-bareng. Banyak kawan yang terlibat, selain Budiman, ada Fransiska Ria Susanti, Rubaidah. Mars PRD, saat itu dinyanyikan oleh paduan suara SMID Jabotabek, antara lain Dwi, Nurdin, Ken Budha, Kusuma Ndaru, Jimi, Alfan.
Ketika Widji Thukul meneriakan hanya ada satu kata, serempak yang hadir menyambut dengan teriakan Lawan. Itu adalah kalimat akhir dari puisinya berjudul “Peringatan” yang dibacakannya sendiri dalam acara itu. Bersamaan dia membaca puisi itu, dengan syahdunya kawan-kawan SMID Jabotabek mengiringinya dengan menyanyikan lagu Darah Juang (Karya John Tobing). Ada satu lagi puisi yang dia bacakan berjudul “Sanjak Suara”
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
siapkan untukmu: pemberontakan!
Widji Thukul sebenarnya masih mengalami luka yang cukup serius di matanya, mendapat represi dari aparat militer, ketika mengikuti aksi buruh Sritex, Sukoharjo, sekitar tanggal 9 Desember 1995. Kencintaannya pada gerakan, membuat dia tetap berangkat ke Jakarta. Ketika membacakan puisinya, ia mengenakan kemeja bergaris dengan warna merah, dan lehernya melekat syal warna merah menyala, bergambar lamban PRD. Penampilannya ini, telah mampu menciptakan suasana perlawanan.
PRD Award
Adalah Daniel Indra Kusuma, yang mempunyai ide bahwa acara Deklrasi PRD harus juga menyerahkan PRD Award. Penghargaan itu ditujukan kepada tokoh-tokoh yang konsisten dan berani melawan pemerintahan Soeharto dan menjadi teladan bagi kaum gerakan. Yang mendapat PRD Award antara lain; Megawati Sukarnoputri, Abdurachman Wahid, Pramoedya Ananta Toer, Sri Bintang Pamungkas, Thomas Wanggai, Xanana Gusmao, Gunawan Muhamad, Penerbit Hasta Hasjim Rachman dan George J. Aditjondro.
Saat berpidato setelah menerima penghargaan itu, Pramudya Ananta Toer mengatakan bahwa dia sering mendapat penghargaan dari luar negeri, tetapi penghargaan ini yang paling dia suka.
Hasjim Rachman dalam pidatonya menyatakan bahwa "Hasta Mitra”akan terus memperjuangakan budaya demokrasi. Hasta Mitra adalah penerbit buku-buku karya Pramudaya Ananta Toer. Hampir semua karya sastrawan Lekra itu dilarang oleh Kejagung untuk diterbitkan dan diedarkan ke masyarakat. Hastra Mitra menentang keputusan pemerintah itu, dengan gagah berani menerbitkan karya Pram, sekaligus mengedarkan ke masyarakat. Karena keberaniannya ini, PRD memandang perlu memberi penghargaan.
Pengharagaan untuk Xanana Gusmao diwakili oleh seorang pemuda Timor-Timur, yang membacakan statement dari CNRM(Conselho Nacional de Resistência Maubere/Dewan Perlawan Timor Leste Untuk Kemerdekaan) yang isinya menyatakan bahwa rakyat maubere sangat bangga atas perjuangan PRD selam ini yang selalu berjuang bersama-sama rakyat kecil untuk merubah nasib mereka yang selalu ditindas oleh rezim Orde Baru.
Xanana Gusmao adalah pimpinan Falintil, sayap bersenjata Fretelin (partai terbesar). Selama bertahun-tahun dia memimpin perjuangan gerilya di hutan. Tahun 1987, ia memutuskan keluar dari Fretilin dan membentuk Dewan Pertahanan Nasional rakyat Maubere (CNRM). Pada tahun 1992 dia ditangkap, diadili, dan dipenjara di LP Cipinang.
Sedangkan Goenawan Moehamad dalam pidato penerimaan award menyatakan bahwa PRD sepantasnya juga menerima award atas perjuangannya untuk menegakan demokrasi. PRD memberi penghargaan kepada Goenawan, karena dia menjadi wakil dari jurnalis konsisten melawan pemerintah karena telah membredel Editor, Tempo dan Detik. Bahkan, Gunawan terlibat dalam gerakan demokrasi, menjadi Ketua KIPP.
Dan Sri Bintang Pamungkas (PUDI) dalam pidatonya ia menyatakan bahwa PUDI meyatakan boikot atas pemilu, menolak Suharto untuk dijadikan calon Presiden, hentikan militerisme dan hentikan perekonomian yang menindas rakyat. Sri Bintang Pamungkas adalah anggota parlemen dari PPP. Ia direcall karena keberanian berbicara dan mengkritik Soeharto. Sejak itu, Bintang ambil bagian dalam gerakan oposisi. Ia diadili karena terlibat aksi di Dresen, Jerman, ketika Soeharto melawat di sana.
Terakhir Award diserahkan untuk almarhum Dr Thomas Wanggai (almarhum), yang diwakili oleh Forum Komunikasi Pemuda-Mahasiswa Irian. Thomas Wanggai adalah tokoh memproklamasikan berdirinya Republik Melanesia Barat, Desember 1988. Dia didakwa dengan pasal subversi, dan dijatuhi hukuman 20 tahun. Diatahan sejak tahun 1990 di LP Cipinang. Pada tanggal 12 Maret dia meninggal dalam perjalanan dari LP Cipinang menuju Rumah Sakit Polri di Kramatjati.
Acara terakhir adalah jumpa pers. Sebelumnya, Pengurus Pusat PRD, antara lain ; Budiman Soedjatmiko (Ketua Umum), Petrus Hariyanto (Sekjen), Ari Trismana (Ketua Departemen Dana), Anom Astika (Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda), Yokobus Eko Kurniawan (Ketua Departemen Pengembangan Organisasi), Fransiska Ria Susanti (Ketua Departemen Hubungan Internasional) melakukan sesi foto bersama dengan bergandengan tangan. Kelak foto ini menjadi foto yang melegenda.
Dan kelak, setelah Soeharto jatuh, program-progam politik yang ada dalam manifesto PRD menjadi kenyataan, seperti Pencabutan 5 UU Politik, Pencabutan Dwi Fungsi ABRI, Kemerdekaan Rakyat Timor Leste, PemiluMulti Partai.
Seperti dalam paragraf terakhir dari Pidato Politk Budiman, bahwa PRD yakin kedaulatan rakyat tidak bisa dipenjara atau dibunuh, kedaulatan rakyat adalah matahari yang menerangi jiwa-jiwa pemegang kekuasaan. Benteng kezaliman yang paling kuat pun tidak akan pernah abadi. Dan kedaulatan rakyat adalah keabadian yang tidak lapuk disepanjang zaman. PRD, sebagai partai rakyat tertindas, akan menjadi garda depan untuk mengibarkan panji-panji kedaulatan rakyat.
http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/6690-21-tahun-deklarasi-prd-kibarkan-panji-panji-kedaulatan-rakyat.html
0 komentar:
Posting Komentar