Jumat, 14 Jul 2017 20:14 WIB
Oleh : Dian Kurniati, Rafik Maeilana
"Bagaimana mungkin kinerja yang lampau tidak bisa menghasilkan apa-apa, masih mau mencalonkan diri?" kata Ketua YPKP 65 Bedjo Untung.
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung. (Foto: KBR/Danny Yohannes)
KBR, Jakarta - Keluarga dan korban pelanggaran HAM 1965 meminta Panitia Seleksi Komnas HAM 2017-2020 tidak meloloskan empat orang calon petahana yang saat ini lolos di tahap dialog publik dan rekam jejak.
Korban pelanggaran HAM 1965 sekaligus Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bedjo Untung menilai empat calon petahana itu tidak memperlihatkan kinerja yang memuaskan selama lima tahun menjabat anggota Komnas HAM periode 2012-2017.
"Kalau saya boleh menilai, kinerja mereka nihil, nol. Saya sangat kecewa. Karena itu, saya dengan berat hati tidak merekomendasikan seluruh jajaran Komnas HAM sekarang. Saya berharap mereka tidak dipilih di periode mendatang," kata Bedjo Untung di Kantor LSM KONTRAS Jakarta, Jumat (14/7/2017).
Bedjo Untung membandingkan kinerja mereka dengan kinerja Komnas HAM periode 2007-2012 sebelumnya yang mampu merampungkan penyelidikan pro-yustisia kasus kekerasan HAM berat tahun 1965. Namun, anggota Komnas HAM berikutnya bahkan tidak mampu mendesak Kejaksaan Agung membuat Pengadilan HAM Adhoc untuk menindaklanjuti temuan tersebut.
"Bagaimana mungkin kinerja yang lampau tidak bisa menghasilkan apa-apa, masih mau mencalonkan diri?" kata Bedjo.
Menurut pandangan Bedjo Untung, anggota Komnas HAM harus memiliki keberanian dan integritas yang tinggi dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di masa lalu. Apalagi, hanya Komnas HAM yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus sekaligus melindungi para korban pelanggaran HAM.
Syarat itu, kata Bedjo, tidak dimiliki anggota Komnas HAM periode 2012-2017. Ia menyarankan Panitia Seleksi agar kembali memasang standar tinggi pada integritas calon. Bedjo mencontohkan sosok Asmara Nababan, salah satu anggota Komnas HAM periode 1993-1998 yang berintegritas tinggi, bahkan berani pasang badan saat kelompok militer menolak membongkar kuburan massal yang diduga berisi jenasah korban pelanggaran HAM.
Pada seleksi anggota Komnas HAM tahun ini, Bedjo Untung menilai calon dari kalangan akademisi atau aktivis memiliki kemampuan dan keberanian lebih untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Ia menyebut salah satunya nama aktivis HAM, Haris Azhar.
Korban pelanggaran HAM 1965 sekaligus Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bedjo Untung menilai empat calon petahana itu tidak memperlihatkan kinerja yang memuaskan selama lima tahun menjabat anggota Komnas HAM periode 2012-2017.
"Kalau saya boleh menilai, kinerja mereka nihil, nol. Saya sangat kecewa. Karena itu, saya dengan berat hati tidak merekomendasikan seluruh jajaran Komnas HAM sekarang. Saya berharap mereka tidak dipilih di periode mendatang," kata Bedjo Untung di Kantor LSM KONTRAS Jakarta, Jumat (14/7/2017).
Bedjo Untung membandingkan kinerja mereka dengan kinerja Komnas HAM periode 2007-2012 sebelumnya yang mampu merampungkan penyelidikan pro-yustisia kasus kekerasan HAM berat tahun 1965. Namun, anggota Komnas HAM berikutnya bahkan tidak mampu mendesak Kejaksaan Agung membuat Pengadilan HAM Adhoc untuk menindaklanjuti temuan tersebut.
"Bagaimana mungkin kinerja yang lampau tidak bisa menghasilkan apa-apa, masih mau mencalonkan diri?" kata Bedjo.
Menurut pandangan Bedjo Untung, anggota Komnas HAM harus memiliki keberanian dan integritas yang tinggi dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di masa lalu. Apalagi, hanya Komnas HAM yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus sekaligus melindungi para korban pelanggaran HAM.
Syarat itu, kata Bedjo, tidak dimiliki anggota Komnas HAM periode 2012-2017. Ia menyarankan Panitia Seleksi agar kembali memasang standar tinggi pada integritas calon. Bedjo mencontohkan sosok Asmara Nababan, salah satu anggota Komnas HAM periode 1993-1998 yang berintegritas tinggi, bahkan berani pasang badan saat kelompok militer menolak membongkar kuburan massal yang diduga berisi jenasah korban pelanggaran HAM.
Pada seleksi anggota Komnas HAM tahun ini, Bedjo Untung menilai calon dari kalangan akademisi atau aktivis memiliki kemampuan dan keberanian lebih untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Ia menyebut salah satunya nama aktivis HAM, Haris Azhar.
PR berat untuk Pansel
Pekan lalu, Panitia Seleksi (Pansel) Komnas HAM memilih 28 nama, dari 60 calon yang mengikuti seleksi.
Aktivis Koalisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menilai Panitia Seleksi bertanggung jawab untuk menjadikan Komnas HAM periode 2017-2022 lebih baik, dengan memilih calon-calon yang tidak memiliki masalah dan berintegritas tinggi.
"Kepada para calon, Pansel harus menggali, apa terobosan yang bisa dilakukan untuk membangun Komnas HAM agar bisa kondang kembali? Kondang dalam arti bisa menjalankan Undang-undang Nomor 29 tahun 1999 tentang Komnas HAM dengan lebih efektif. Karena banyak orang mencari keadilan itu susahnya minta ampun di Indonesia. Dan Komnas HAM yang lama belum bisa membantu itu," kata Puri Kencana kepada KBR, Selasa (4/7/2017) lalu.
Putri menilai, selama ini banyak permasalahan kasus HAM yang masih belum bisa diselesaikan pengurus Komnas HAM lama. Ia mewanti-wanti Pansel agar teliti dalam memilih calon, dan tidak menjadikan Komnas HAM sebagai lembaga penampung pengangguran.
Pekan lalu, Panitia Seleksi (Pansel) Komnas HAM memilih 28 nama, dari 60 calon yang mengikuti seleksi.
Aktivis Koalisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menilai Panitia Seleksi bertanggung jawab untuk menjadikan Komnas HAM periode 2017-2022 lebih baik, dengan memilih calon-calon yang tidak memiliki masalah dan berintegritas tinggi.
"Kepada para calon, Pansel harus menggali, apa terobosan yang bisa dilakukan untuk membangun Komnas HAM agar bisa kondang kembali? Kondang dalam arti bisa menjalankan Undang-undang Nomor 29 tahun 1999 tentang Komnas HAM dengan lebih efektif. Karena banyak orang mencari keadilan itu susahnya minta ampun di Indonesia. Dan Komnas HAM yang lama belum bisa membantu itu," kata Puri Kencana kepada KBR, Selasa (4/7/2017) lalu.
Putri menilai, selama ini banyak permasalahan kasus HAM yang masih belum bisa diselesaikan pengurus Komnas HAM lama. Ia mewanti-wanti Pansel agar teliti dalam memilih calon, dan tidak menjadikan Komnas HAM sebagai lembaga penampung pengangguran.
Editor: Agus Luqman
http://kbr.id/berita/07-2017/korban_65__pansel_jangan_loloskan_calon_petahana__kinerja_mereka_nol/91126.html
0 komentar:
Posting Komentar