Catatan: Broer Martin
Ilustrasi Kelompok Persatuan Perjuangan yang ikut mendalangi Kudeta 3 Juli 1946 (Foto: Jakarta.)
[Tanggal 27 Juni 1946] Jenderal Mayor Sudarsono, Panglima Divisi III yang membawahi wilayah Yogyakarta, memerintahkan Mayor AK Jusuf untuk menculik Sjahrir yang sedang berada di Solo. Penculikan terhadap Perdana Menteri membuat Presiden Soekarno bersama Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin sebagai Wakil Kabinet menyatakan negara dalam keadaan darurat.
Hari itu juga Amir memimpin rapat kabinet dan mengusulkan bahwa selama keadaaan darurat, semua kekuasaan dipindahkan ke tangan Presiden Soekarno dan kabinet bertanggung-jawab kepada Presiden Soekarno.
BP KNIP menyetujui keputusan ini dengan catatan bahwa kekuasaan itu hanya berlaku sementara.
Pagi hari tanggal 3 Juli 1946, Mayor AK Yusuf dan pasukannya mendatangi rumah Amir di Gondolayu, Yogyakarta. Sesudah melumpuhkan pengawal bagian depan, mereka memaksa Amir yang sedang memakai piyama supaya naik truk yang sedang menunggu di pinggir jalan. Sewaktu mesin truk dinyalakan, dari bagian belakang rumah Amir muncul tembakan yang membuat pasukan Yusuf yang berada di atas truk kaget, meloncat ke dalam parit yang ada di pinggir jalan dan balas menembak.
Lantaran kaget, supir truk tancap gas, tidak sadar di dalam truk hanya ada dia dan Amir. Amir memanfaatkan situasi dengan merampas revolver supir truk dan memaksanya membawa truk menuju istana.
Suara tembak-menembak antara pengawal Amir dengan pasukan penculik terdengar sampai ke kantor Pesindo di dekat Stasiun Tugu. Anggota-anggota Pesindo yang sedang berada disana menduga keselamatan Amir sedang terancam. Mereka bergegas menuju rumah Amir dan sempat terlibat baku tembak dengan pasukan penculik yang sedang mengundurkan diri. Pesindo memasuki rumah Amir dan menemukan dua pengawal Amir mati tertembak. Karena menduga Presiden Soekarno akan bernasib sama seperti Sjahrir dan Amir, anggota-anggota Pesindo bergerak menuju istana.
Bersamaan dengan upaya penculikan Amir, Jenderal Mayor Sudarsono bersama pengikut-pengikut Tan Malaka seperti Chaerul Saleh, Mohammad Yamin, Iwa Kusumasumantri, Adam Malik, Soekarni dan kawan-kawan mendatangi istana. Mereka mendesak Presiden Soekarno supaya membubarkan Kabinet Sjahrir II dan menggantinya dengan Dewan Politik yang dipimpin oleh Tan Malaka. Mereka juga mendesak supaya Presiden Soekarno memindahkan kekuasaan atas militer dari Menteri Pertahanan kepada Jenderal Sudirman. Pemerintahan sementara waktu yang dipegang oleh Presiden Soekarno; hampir jatuh.
Dalam situasi kritis, Amir tiba di istana bersama sopir penculik yang dia jadikan sebagai sandera. Tidak lama berselang, satuan-satuan Pesindo tiba untuk mengamankan istana. Kelompok Tan Malaka yang mendatangi istana akhirnya ditahan. Peristiwa ini dikenal sebagai Kudeta 3 Juli, kudeta pertama (yang gagal) dalam sejarah Republik Indonesia.
Referensi:
Sahid Wibowo Apriyanto, Pengadilan Kriminal di Surakarta Pada Masa Revolusi Fisik 1945-1949, hlm. 68.
George Mc. Turnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, hlm. 187.
S.I. Poeradisastra, Hubungan Panglima Besar dengan Persatuan Perjuangan:Suatu Percobaan Rekonstruksi Latar Belakang Peristiwa 3 Juli 1946 dalam Soedirman-Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan, Ruslan Abdulgani, hlm. 63.
Pdt. Frederiek Djara Wellem, Amir Sjarifoeddin: Tempatnya dalam Kekristenan dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, hlm. 157.
Koran Keng Po tanggal 23 Maret 1948.
Wawancara dengan Soemarsono, 11 Juli 2013.
0 komentar:
Posting Komentar