Reporter: Satya Adhi | 06 Juli, 2017
Bedjo Untung dari YPKP 65 mengumumkan penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation South Korea atas konsisitensinya mengungkap kebenaran dan penyelesaian kejahatan HAM peristiwa 1965 di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (5/7). tirto.id/Arimacs Wilander
tirto.id - Upaya mengungkap pembantaian massal 1965-1966 atau dikenal dengan istilah Tragedi 65 kembali mendapat pengakuan internasional. Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) '65, Bedjo Untung, menerima penghargaan Human Right Award dari The Truth Foundation, Korea Selatan, Senin (26/6/2017).
Dalam konferensi pers di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2017), Bedjo mengungkapkan bahwa penghargaan ini adalah kebanggaan bersama untuk korban tragedi '65. "Sebetulnya yang berhak menerima bukan saya. Tapi teman-teman yg ada di daerah. Mereka yang terjun langsung ke lapangan untuk mengungkap kuburan massal yang ada di daerah-daerah," ujar lelaki yang sempat menjadi tahanan politik di Salemba selama 9 tahun ini.
Bedjo dan YPKP mendapat penghargaan atas upaya mereka dalam menelusuri dan mengungkap pembantaian massal yang terjadi dalam kurun 1965-1966. YPKP juga mendapat dana hibah dari The Truth Foundation sebesar sepuluh ribu dollar Amerika.
The Truth Foundation sendiri adalah yayasan yang didirikan pada 2009 oleh para korban pelanggaran HAM di Korea Selatan yang memenangkan gugatan hukum. Dihelat sejak 2011 silam, Bedjo dan YPKP menjadi penerima ketujuh penghargaan ini.
Penghargaan sekaligus pengakuan dari dunia internasional ini kontras dengan upaya pengungkapan kebenaran di tanah air. Meski sudah memasukkan agenda penyelesaian pelanggaran HAM berat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, belum ada upaya serius dari pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut. Pada 2012 yang lalu, Komnas HAM juga sudah mengeluarkan rekomendasi penyelenggaraan pengadilan ad hoc untuk kasus '65. Sayangnya, rekomendasi tersebut belum ditanggapi hingga sekarang.
Sementara itu, Bedjo masih berharap keadilan bagi korban tragedi '65 akan bisa diwujudkan. "Ada harapan, meski negara masih bebal," pungkasnya.
Dalam konferensi pers di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2017), Bedjo mengungkapkan bahwa penghargaan ini adalah kebanggaan bersama untuk korban tragedi '65. "Sebetulnya yang berhak menerima bukan saya. Tapi teman-teman yg ada di daerah. Mereka yang terjun langsung ke lapangan untuk mengungkap kuburan massal yang ada di daerah-daerah," ujar lelaki yang sempat menjadi tahanan politik di Salemba selama 9 tahun ini.
Bedjo dan YPKP mendapat penghargaan atas upaya mereka dalam menelusuri dan mengungkap pembantaian massal yang terjadi dalam kurun 1965-1966. YPKP juga mendapat dana hibah dari The Truth Foundation sebesar sepuluh ribu dollar Amerika.
The Truth Foundation sendiri adalah yayasan yang didirikan pada 2009 oleh para korban pelanggaran HAM di Korea Selatan yang memenangkan gugatan hukum. Dihelat sejak 2011 silam, Bedjo dan YPKP menjadi penerima ketujuh penghargaan ini.
Penghargaan sekaligus pengakuan dari dunia internasional ini kontras dengan upaya pengungkapan kebenaran di tanah air. Meski sudah memasukkan agenda penyelesaian pelanggaran HAM berat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, belum ada upaya serius dari pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut. Pada 2012 yang lalu, Komnas HAM juga sudah mengeluarkan rekomendasi penyelenggaraan pengadilan ad hoc untuk kasus '65. Sayangnya, rekomendasi tersebut belum ditanggapi hingga sekarang.
Sementara itu, Bedjo masih berharap keadilan bagi korban tragedi '65 akan bisa diwujudkan. "Ada harapan, meski negara masih bebal," pungkasnya.
(tirto.id - sty/jay)
https://tirto.id/bedjo-untung-masih-ada-harapan-mengungkap-tragedi-65-cr69
0 komentar:
Posting Komentar