Rabu, 05 Juli 2017 | 10:47 WIB
Pebriansyah Ariefana
Bedjo Untung. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Ketua YPKP 65 itu tercatat sebagai tokoh ketujuh yang menerimanya.
Suara.com - Salah satu korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di sekitar tahun 1965, Bedjo Untung mendapatkan Award Human Rights Truth Foundation Korea Selatan. Ketua YPKP 65 itu tercatat sebagai tokoh ketujuh yang menerimanya.
Penghargaan diberikan lantaran Bedjo konsistensi dan mempunyai keteguhan dalam perjuangan pengungkapan kebenaran dan keadilan serta pemulihan hak bagi Korban pelanggaran HAM.
Pemberian penghargaan itu berlangsung pada 26 Juni 2017, bertepatan dengan Hari Solidaritas Internasional untuk korban penyiksaan dan orang yang dihilangkan secara paksa.
"Award ini bukan untuk saja aja, untuk semua Korban 65 lain juga. Kami terus bertahan dan menuntut pelaku diadili," kata Bedjo saat dihubungi suara.com, Rabu (5/7/2017).
Bedjo adalah satu di antara ribuan orang yang ‘tiba-tiba’ ditangkap dan dituduh pengikut Partai Komunis Indonesia tahun 1965. Bedjo ditangkap saat usianya 17 tahun. Dia dituduh ‘antek komunis’ karena aktif mengikuti pergerakan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) yang diduga merupakan underbow dari PKI. Namun saat penangkapan dan pembunuhan besar-besaran tahun 1965, Bedjo sempat buron menghindari tentara selama 5 tahun.
Setelah 9 tahun dipenjara, dia bebas. Namun statusnya saat itu adalah ET atau eks tahanan politik. Kode itu terpampang di KTP. Bebas pun percuma, kata Bedjo. Sebab mencari pekerjaan dengan status ET sangat tidak mungkin.
Untungnya Bedjo memiliki keahlian di bidang musik. Dia belajar bermain gitar selama di penjara. Jiwa seni ‘dadakan’ itu lah yang menghidupi dirinya sampai awal tahun 2000-an. Bedjo mengajarkan alat music gitar dan piano ke anak-anak orang kaya dan bule di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Tahun 1999, Bedjo pun mendirikan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965. Ini adalah yayasan yang menaungi para korban kejahatan HAM 1965 yang berdiri. Sampai saat ini sudah ada 2 ribuan anggotanya. Para korban jadi berani mengakui statusnya yang pernah disiksa oleh tentara karena dicap PKI.
Sampai saat ini kasus pembunuhan massal dan kejahatan HAM 1965 belum terungkap. Meski Bedjo pernah memimpin penggalian kuburan massal korban pembunuhan tragedi 1965.
http://www.suara.com/news/2017/07/05/104723/korban-pelanggaran-ham-65-dapat-penghargaan-dari-korea-selatan
0 komentar:
Posting Komentar