8.18 - Nurwahid
Palu, 19 Januari 2001 - 07/09/2010
Nurwahid dilahirkan di Parigi pada 1945. Proses
pendidikan Nurwahid sangat tersendat. Bukan hanya karena kemiskinan, namun juga
karena dinamika politik nasional yang begitu tinggi. Baik karena invasi Jepang
maupun aksi-aksi pemberontakan di dalam negeri. Kendati tersendat, Nurwahid
akhirnya menamatkan pendidikan hingga ke jenjang SLTA. Pada masa sekolah ia
aktif di organisasi Ikatan Pelajar Indonesia (IPI).
Pada 1965, oleh pihak sekolah ia ditunjuk untuk ikuti
pendidikan pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB) Pada masa kuliah ia ikut
dalam kongres CGMI di Jakarta. Pascaperistiwa G 30 S, Rektor meliburkan kuliah
hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Suhu politik di Jakarta mulai
memanas.
Dengan kereta api, Nurwahid dan teman-temannya menuju ke
Surabaya.
Rencananya, dari Surabaya mereka akan kembali ke Palu.
Namun, setibanya di Surabaya, tidak ada satupun kapal yang berlayar. Suhu
politik di Surabaya pun memanas. Beruntung ada seorang polisi yang
memperkenankannya untuk bermalam di kantor polisi.
Sekitar tanggal 10 Nopember 1965 ada kapal menuju
Sulawesi. Nurwahid dan teman-temanya menitipkan sejumlah uang kepada salah
seorang polisi untuk membeli tiket. Uang sudah diberikan namun tiket tidak
pernah datang. Nurwahid dan teman-temannya hanya diantar hingga naik ke atas
kapal. Kapal berangkat polisi yang mengantarkan turun.
Di tengah perjalanan ada pemeriksaan tiket oleh petugas
kapal. Karena tidak memiliki tiket, maka mereka dikenakan denda tiga kali lipat
harga tiket. Karena uang tidak ada, maka mereka menjual baju dan celana yang
mereka miliki. Namun itupun tidak bisa menutupi kekurangan uang denda. Mereka
berjanji akan melunasi jika kapal sudah sampai di Donggala.
Ketika kapal sudah merapat di Pelabuhan Donggala Nruwahid
dan kawan-kawan sudah ditunggu oleh orang yang mengaku anggota intel. Mereka
diantar hingga Kayumaluai. Keesokan harinya Nurwahid ditangkap. Setelah
ditangkap, Nurwahid dibawa ke kantor PNI untuk diperiksa. Sepanjang pemeriksaan
Nurwahid disiksa oleh anggota militer yang memeriksanya. Ia dipaksa mengaku
sebagai anak buah Letkol Untung dan wakil PKI dari Sulawesi. Dari kantor PNI ia
dipindah ke rumah salah saeorang anggota PNI kemudian dipindah kembali ke
Penjara.
Selama menjadi tahanan politik Nurwahid kerap diminta
melakukan kerja paksa. Antara lain membangun bendungan, membuat perumahan,
melakukan pengaspalan jalan. Selama menjalani kerja paksa ia dan tapol lainnya
tidak pernah menerima upah. Kerja tanpa jaminan makan dan kesehatan.
8.17 - Syalim
Palu, 25 Januari 2001
Syalim dilahirkan pada 1945 di Palu. Ayahnya adalah
anggota PNI yang memiliki jasa besar dalam menumpas DI/TII dan PRRI/Permesta.
Ayah Syalim termasuk salah seorang yang mendirikan BTI di Palu.
Oleh orangtuanya salim dididik untuk berani membela kaum
miskin. Untuk itulah Syalim memilih aktif di Pemuda Rakyat.
Ia kerap melakukan pendidikan kepada masyarakat tentang
Revolusi Indonesia dan politik landreform. Tentu dengan jargon-jargon
pembelaan terhadap kaum miskin.
Menurutnya, pada masa awal kekerdekaan, sistem feodal
sangatlah kuat. Kaum tani banyak dikuasai tuan tanah. Kondisi ini baru sedikit
berubah pada 60-an.
Pada 60-an ini PKI gencar menyuarakan pelaksanaan landreform.
Program agraria yang jelas bertentangan dengan kepentingan kaum feodal.
Namun keadaan berubah setelah terjadinya Peristiwa G30S.
PKI dinyatakan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
PNI yang awalnya bersama-sama berjuang bersama PKI, ikut mengganyang PKI.
Ketika itu, yang ia tahu, pimpinan pusat PKI meminta agar para kader tetap tenang
dan menunggu perintah Bung Karno.
Pada November 1965, Syalim ditangkap bersama anggota
Pemuda Rakyat lainnya. Dalam pemeriksaan ia dituduh terlibat dalam Peristiwa G
30 S. Dalam pemeriksaan ia kerap memperoleh tindakan penyiksaan dari petugas
yang memeriksanya. Penganiayaan terhadap para tapol tidak hanya dilakukan pada
siang hari, malam hari pun tapol kerap mendapat siksaan.
Pada 1966 Syalim diadili. Ia menjalani 21 kali
persidangan. Ia didakwa dengan UU Subversif dan divonis 16 tahun penjara.
Selama menjalani proses penahanan ia harus melakukan kerja paksa membangun
bendungan, membersihkan jalan, menjadi pembantu rumah tangga keluarga militer.
Pada 1980 Syalim dibebaskan. Ia kemudian menikah dan
hidup sebagai petani. Dalam pembebasan itu masih selalu diawasi. Mantan tapol
dipaksa menjadi anggota Golkar. Kendati demikian, semangat untuk membela orang
kecil masih membara di dalam dada Syalim.
8.11 - Nurman
Palu, 20 Januari 2001
Nurman dilahirkan di daerah Sulawesi Tengah, pada 22
Desember 1941. Ayahnya seorang anggota Syarikat Islam, dan menjadi salah
seorang pimpinan PSII. Pendidikan terakhir Sekolah Guru B (SGB). Setamat SGB ia
mengajar Bahasa Inggris, Ilmu Pasti dan Sejarah. Ketika bersekolah Nurman aktif
pada organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Ketika dewasa ia memilih menjadi
anggota PSII, ia juga termasuk salah seorang pimpinan kaum muslimin di
daerahnya.
Menurutnya, pada masa sebelum 1964, masyarakat sekitar
Solowe, tempat ia tinggal, masyoritas masyarakat bersimpatik pada PKI. Sebab
kerjasama antaranggotanya baik sekali. Hubungan PKI dengan partai lain dan
dalam kehidupan sesehari-hari juga sangat baik. Terjadi kerjasama yang cukup
erat dalam menghadapi perebutan Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia. Saat
ibadah di masjid bisa berbaur, walaupun saat itu sudah muncul anggapan bahwa
ajaran PKI tidak bertuhan.
Hubungan antarpartai dan antarormas yang semula berjalan
dengan baik berubah menjelang tahun 1964. Keretakan mulai terjadi. Kegiatan
organisasi mulai bersifat eksklusif, dalam kehidupan sehari-hari-haripun mulai
merenggang. Saat melakukan ibadah di masjid pun tidak lagi berbaur.
Pada 1964 kondisi ekonomi juga sangat sulit. Gaji guru
selama berbulan-bulan tidak dibayarkan. Beras mahal. Guru diberikan jatah
bulgur. Pertengkaran karena persoalan partai mulai terjadi, dengan saudara
kandung sekalipun.
Pada Oktober 1965, aksi-aksi mahasiswa dan massa dari
kecamatan Dolok mulai marak. Pada saat itu, Nurman ikut ditangkap oleh
rombongan mahasiswa yang bekerjasama dengan anggota TNI. Ia dibawa ke Palu
bersama sekitar 22 orang lainnya. Dalam tahanan ia terus diperiksa,
diinterogasi selama 22 hari.
Nurman pernah diperiksa pukul 03.00 Salah satu pertanyaan
dalam interogasi antara lain mengenai mengapa ia menjadi anggota PKI, dan
seputar masalah agama. Padahal sudah jelas bahwa dia seorang anggota PSII dan
salah satu pimpinan kaum muslimin. Namun jawaban jujurnya tidak serta merta
dapat membebaskannya.
Setelah diputar-putar di kota Palu, dan berpindah-pindah
tempat penahanan, akhirnya Nurman dikembalikan ke rumahnya. Termasuk beberapa
orang tapol lainnya. Mereka diberi pengarahan agar jika dipanggil Koramil dan
diminta tenaganya, mereka harus datang. Nurman dan beberapa temannya dikenakan
wajib lapor ke Koramil. Benar saja, selain dikenakan wajib lapor ia juga
dikenakan kerja paksa membangun jalan.
Bahkan satu kali para tapol pernah diperintahkan
membangun markas Koramil. Tidak hanya tenaga, bahan bangunanpun berasal dari
para tapol.
Pada 1971, Nurman diminta membantu kampanye Golkar dan
menyerukan agar keluarga para tapol memilih Golkar. Satu orang tapol harus
mencari/membawa 10 orang. Atas kerja itu, ia dijanjikan akan segera bebas.
Namun janji pembebasan tidak pernah terbukti.
Pada 1978, ia dibebaskan. Setelah bebas, ia bertani dan
berternak. Ia ingin memperjuangkan rehabilitasi, mengungkap sejarah hidupnya
dan korban lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar