February 12, 2017
Operasi Terhadap
Sisa-Sisa Kekuatan PKI (2): Operasi Terhadap Sisa-sisa PKI di Kalimantan
Barat [1]
Setelah gagalnya pemberontakan G30S/PKI yang bertujuan
untuk menggulingkan Pemerintah RI yang sah, maka sebagai konsekuensinya PKI
dinyatakan sebagai partai terlarang dan dibubarkan. Upaya pemerintah
selanjutnya adalah mengadakan penumpasan di seluruh pelosok tanah air.
Khususnya di daerah Kodam XII/Tanjungpura, Kalimantan Barat, telah dilaksanakan
operasi penumpasan melalui Operasi Tertib I, Operasi Tertib II, Operasi Sapu
Bersih I, Operasi Bersih II dan Operasi Bersih III.
Operasi penumpasan yang dilaksanakan secara gabungan
tersebut belum sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti karena belum semua tokoh PKI
di wilayah Kalimantan Barat dapat ditangkap. Sekali pun operasi ini telah
dilaksanakan sejak tahun 1966 sampai tahun 1973, namum salah seorang tokoh
utama PKI di Kalimantan Barat bernama S.A. Sofyan alias Tai Kao, ketua CDB
Kalimantan Barat ternyata masih belum berhasil tertangkap.
Ketika mulai diadakan operasi penumpasan terhadap PKI
oleh Operasi Gabungan ABRI, S.A. Sofyan bersama Wong Hon salah seorang anggota
Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) berhasil melarikan diri dan kemudian
membentuk pasukan yang diberi nama “Pasukan Bara”. Pasukan ini berlokasi di
Bukit Bara, bagian timur Kabupaten Sambas yang beranggotakan 90 orang PKI dan
60 orang dari PG RS di bawah pimpinan S.A. Sofyan.
Pada tanggal 17 Juni, S.A. Sofyan dengan pasukan Bara
yang dibantu oleh Wong Hon, The Wa Sa mengadakan penyerangan terhadap Pangkalan
Udara Singkawang, milik AURI di Sanggau Ledo. Penyerangan yang dilaksanakan
secara mendadak itu berhasil merampas senjata api sejumlah sekitar 150 pucuk,
terdiri atas berbagai jenis/merek antara lain Getmi, LE, serta sejumlah amunisi
dan membunuh empat orang anggota AURI yang sedang jaga.
Peristiwa ini merupakan pukulan berat bagi Kodam XIII
Tanjungpura, khususnya AURI. Kejadian ini sangat disesalkan, karena dengan
hilangnya ratusan senjata tersebut akan membuat PKI semakin bertambah kuat
persenjataannya.
Peristiwa tersebut memberikan gambaran bahwa hasil
pelaksanakan Operasi Gabungan ABRI saat itu yang diprakarsai oleh Kodam
XII/Tanjungpura belum memenuhi target sesuai yang diharapkan. Kekurang
berhasilan tersebut merupakan cambuk untuk mengadakan koreksi penyempurnaan ke
depan pada pelaksanaan operasi berikutnya.
Sejak itu situasi mulai berubah, setelah secara nasional
dirasakan adanya ancaman bahaya yang akan timbul dari gerombolan sisa-sisa
PKI, dan perhatian serius semakin tertuju kepada masalah tersebut, terutama
setelah tanggal26 hingga 28 Juli 1967 Presiden Soeharto sendiri memimpin rapat
Penguasa Daerah/Pangdam seIndonesia di Istana Negara yang dihadiri pula oleh
Pangdam XII/Tanjungpura Brigjen TNI Ryacudu. Dalam laporannya Pangdam
XII/Tanjungpura mengatakan bahwa setelah Peristiwa Sanggau Ledo, maka keadaan berubah,
secara strategis maupun taktis kita dalam keadaan defensif.
Laporan Pangdam XII/Tanjungpura tersebut, ditanggapi
secara serius dari Pemerintah Pusat. Secara berangsur-angsur pelaksanaan
operasi militer diperkuat dan jumlah personelnya mencapai 4.000 orang. Pasukan
tersebut didatangkan dari Pusat antara lain adalah sebagai berikut :
a. 1 Ki Passuad/RPKAD, tiba di Pontianak tanggal 22 Juli
1967.
b. 1 Ki Kopasgat/ AURI, tiba di Pontianak tanggal 11
Agustus 1967.
c. Group De Piad, tiba di Pontianak tanggal 26 Agustus
1967.
d. 1 Yon Para R.600, tiba di Pontianak tanggal 11
September 1967.
e. 1 Ki Zipur 6, tiba di Pontianak tanggal 11 September
1967.
f. 1 Ki Yon Para R.328/Siliwangi, tiba di Pontianak
tanggal 28 Nopember 1967.
g. 1 Ki Yon Para R.100/Koanda Sumatera, tiba di Pontianak
tanggal 22 Oktober 1967.
h. 1 Ki KKO-AL, tiba di Pontianak tanggal 14 Nopember
1967.
i. Ki Keslap
Operasi Gabungan ABRI yang dilancarkan pada bulan
September 1967, berhasil menyita dokumen-dokumen milik PKI yang bertuliskan huruf
Cina yang berisi propaganda ajaran Mao Ze Dong serta dokumen- dokumen lainnya
yang berisi rencana pemberontakan di daerah Hulu Kapuas.[2]
Pembagian tugas dalam Operasi Gabungan tersebut, khusus
KKO-AL titik berat tugasnya pada usaha pencegahan infiltrasi dari luar,
terutama mencegah masuknya pengiriman perbekalan dan senjata. Sedangkan Satuan
Tempur Kopasgat yang merupakan pasukan cadangan ditempatkan di daerah isolasi
antara Bess dan Bima, sekaligus memperkuat pertahanan Pangkalan Udara
Singkawang II dan Pangkalan Udara Pontianak.
Khusus untuk keperluan dropping pasukan, dukungan
logistik, pengintaian udara, dan keperluan lainnya yang memerlukan gerakan cepat,
pihak AURI telah memberikan bantuannya yang terdiri 1 Skwadron Helli, 4 Mi-6,
pesawat Gelatik dan beberapa buah pesawat Dakota. Di samping itu bantuan untuk
pelaksanaan operasi tersebut juga datang dari Polri dengan mengirim YON 837
Brimob AKRI dari KomdakXI/Kalimantan Barat, dan Angkatan Laut melalui Ko Sub
Massional 604 dengan unsur-unsur tempur laut dan daratnya.
Sekalipun operasi dilaksanakan secara terus-menerus,
namun orang yang selama ini dicari-cari masih belum juga tertangkap. Sejak
peristiwa Sanggau Ledo, S.A. Sofyan bersama Tan Bun dan The Bu Kiat masih
sempat mengadakan Training Centre (TC) di atas sungai Duri, Singkawang. Di
tempat inilah ia berhasil membentuk PKI gaya baru dengan kader-kadernya, antara
lain A. Lung.
Sebagai seorang tokoh utama PKI, S.A. Sofyan merasa
dirinya tidak am an karena selalu dikejar-kejar oleh Satuan Tugas ABRI di
Kalimantan Barat. Untuk menghilangkan jejak dari kejaran ABRI, kemudian S.A.
Sofyan pindah ke Gunung Tembaga dan Jaratsemata di Segedong. Di tempat inilah
ia berhasil memperoleh dukungan massa cukup banyak, sehingga tanggal 25 Mei
1967 dapat mengorganisir penyebaran pamflet.
Melalui penyebaran pamflet tersebut, Satuan Tugas ABRI
dapat mengungkap lebih jauh organisasi gaya baru dan bahkan diketahui pula bahwa
sebagian besar aktivis-aktivisnya adalah orang-orang Cina WNI Kalimantan Barat.
Sekalipun Operasi Militer dilaksanakan secara
terus-menerus di wilayah Kalimantan Barat, namun demikian masih banyak pula
yang berhasil meloloskan diri. Bahkan lolosnya S.A. Sofyan dari operasi
penangkapan adalah berkat bantuan orang-orang Cina penebang kayu. Sejak itu
operasi penghancuran dinilai sudah tidak tepat lagi, sehingga dialihkan menjadi
Operasi Intelijen dan Operasi Teritorial. Melalui kedua operasi itu ternyata lebih
banyak hasilnya, misalnya tokoh-tokoh seperti Yap Chung Hoo dan Yacob berhasil
di tembak mati, sedangkan Wong Kie Chok yang saat itu menguasai daerah Sektor
Timur bersama 200 orang pendukungnya berhasil di hancurkan.
Dengan dilaksanakannya Operasi lntelijen dan Teritorial,
sesungguhnya merupakan langkah maju menuju situasi konsolidasi dan stabilisasi
di wilayah Kalimantan Barat. Sejak itu tampak situasi kaum pemberontak mulai
menurun. Hal ini terlihat dari banyaknya di antara mereka yang menyerah, ditawan,
kemampuan tern pur menurun, banyaknya senjata yang dirampas atau dihancurkan
dan jalur-jalur komunikasi dipotong dan dihancurkan oleh Satuan Tugas Operasi
Gabungan ABRI. Bahkan pasukan ABRI berhasil pula memaksa kaum gerombolan untuk
mengadakan dislokasi secara terpencar-pencar, dan memisahkan mereka dari
masyarakat.
Berdasarkan informasi dari hasil interogasi yang
dilakukan terhadap gerombolan yang menyerah atau ditawan, dapat disimpulkan
bahwa gerakan-gerakan mereka tidak hanya bersifat loka!. Mereka mempunyai
hubungan dalam rangka suatu strategi gerakan Komunis lnternasional (Komintern)
untuk menguasai daerah-daerah Asia Tenggara. Sehubungan dengan itu mereka
memerlukan basis-basis untuk memungkinkan ekspansinya.
Sementara itu melalui Operasi lntelijen upaya untuk
menangkap tokoh utama PKI gaya baru, S.A. Sofyan tetap dilancarkan. Pada tahun
1973 , Operasi 001 dilancarkan oleh Kodam XII/Tanjungpura dengan satuan ABRI
lainnya serta dukungan rakyat. Dari laporan Satuan lntelijen serta informasi
dari rakyat, diperoleh kesimpulan bahwa S.A. Sofyan sedang bersembunyi di
daerah rawa -rawa, di daerah Tarentang, sebelah Tenggara Pontianak.
Penyergapan segera dilakukan dengan menugaskan dua regu
anggota ABRI yang mayoritas anggotanya adalah anggota RPKAD. Pada tanggal 12
Januari 1974, satuan RPKAD menyergap tempat persembunyian S.A. Sofyan. Ia
mencoba melawan, tetapi berhasil di tembak mati. Pengawalnya yang mencoba
melarikan diri, akhirnya berhasil ditangkap. Dengan tertembak matinya S.A.
Sofyan, maka berakhirlah impian PKI untuk kembali menghidupkan partai terlarang
tersebut dan tamat pulalah riwayat PKI Gaya Baru di Kalimantan Barat.
—DTS—
[1] Sumber : Buku “Komunisme di
Indonesia Jilid V: Penumpasan Pemberontakan PKI dan Sisa-Sisanya (1965-1981),
Jakarta: Pusjarah TNI, 1999
[2] Drs. Saleh As’ad Djamhari,
Ichtisar Sejarah PerjuanganABRI (1945-sekarang), Dep. Hankam, Pusjarali ABRI,
1971, hal.150
0 komentar:
Posting Komentar