Rabu, 30 Agus 2017 23:56 WIB | Dwi Reinjani
"Polisi justru menjadi alat untuk persekusi. Kenapa harus ada yang dikorbankan? Saya akan melaporkan kepada Kapolri dan kepada Menko Polhukam supaya semacam ini tidak terjadi lagi," kata Ketua YPKP 65
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung. (Foto: KBR/Ninik Yuniati)
Jakarta - Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65 meminta pemerintah khususnya Mabes Polri untuk menjaga dan melindungi hak para korban 65.
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung mengatakan saat ini banyak kasus persekusi atau perlakuan sewenang-wenang menimpa para korban 65, terutama intimindasi dari aparat negara khususnya intelijen dan militer. Persekusi terlihat dari berbagai upaya menghalang-halangi para korban menggelar pertemuan untuk memperjuangkan hak mereka.
Bedjo Untung mengatakan banyaknya peristiwa persekusi terhadap para korban 65 menandakan persekusi masih terus digunakan oleh berbagai pihak untuk menghambat proses penegakan dan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
"Kami meminta negara melindungi setiap hak korban 65 saat melakukan rapat-rapat. Polri tidak boleh melindungi sejumlah warga negara saja. Ini penting. Sering kali polisi melihat karena ada massa banyak lalu tidak membela para korban. Tidak bisa begitu, polisi justru menjadi alat untuk persekusi. Kenapa harus ada yang dikorbankan? Saya akan melaporkan kepada Kapolri dan kepada Menko Polhukam supaya semacam ini tidak terjadi lagi," ujar Bedjo kepada KBR, di Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Kasus terbaru terjadi ketika tim dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berencana mengadakan pertemuan dengan para korban 65 di Cilacap Jawa Tengah, pada Senin (21/8/2017) lalu.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk mendata para korban yang akan menerima layanan medis-psikososial. Namun, pertemuan batal karena tekanan dari aparat intelijen dengan alasan ada ancaman pembubaran dari sejumlah ormas termasuk FPI di Cilacap. Bahkan Ketua YPKP 65 Cilacap diceramahi diceramahi soal Pancasila.
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung juga meminta pemerintah bertindak tegas menertibkan aparat negara, khususnya militer yang selalu mengintimidasi para korban 65, sehingga terjadi kekerasan.
Bedjo mengatakan pola persekusi dengan mengeluarkan ancaman dan mendatangi setiap kegiatan YPKP di beberap lokasi ini sudah membuat resah dan tidak nyaman. Apalagi, rapat yang mereka lakukan hanya membahas persoalan hak pengobatan para korban 65 yang terabaikan.
Di samping itu, panitia pertemuan juga sudah memberitahukan rencana kegiatan kepada aparat kepolisian. Sayangnya, petugas dan ormas tertentu justru menuduh perkumpulan YPKP itu bertentangan dengan Pancasila dan ingin menyebarkan paham komunis baru.
"Setelah meminta izin, pada Jumat 18 Agustus malam mereka di datangi petugas yang memberitahukan jika kegiatan tetap berlangsung maka akan ada FPI dan Banser yang mendatangi, walau mereka tidak akan menghalang-halangi," kata Bedjo.
Berdasarkan keterangan yang didapat oleh Bedjo dari Suwarni, ormas yang menggeruduk pertemuan itu melakukan pelecehan dengan merendahkan aktivis YPKP 65. Salah satunya dengan mempertanyakan strata pendidikan, dan substansi acara yang mereka anggap tidak murni untuk pelayanan medis-pisikososial. Kelompok yang mendatangi menuduh penyelenggara hendak menyebar paham terlarang komunisme.
Editor: Agus Luqman
Sumber: KBR.ID
0 komentar:
Posting Komentar