Agustus 24, 2017
Peristiwa 30 September 1965 memicu merebaknya sentimen
anti komunisme yang kemudian berkembang menjadi teror yang mengerikan bagi
masyarakat. Mereka yang dianggap anggota atau simpatisan Partai Komunis
Indonesia (PKI) diserang, disiksa, dan dibunuh tanpa pandang bulu. Mereka
dihukum tanpa pernah menjalani proses pembuktian di pengadilan. Tak ada yang
tahu secara pasti mengenai jumlah korban tragedi ini.
Mereka yang berhasil lolos dari kematian kemudian harus
berhadapan dengan trauma masa lalu, kehilangan keluarga dan kerabat, serta
mendapat stigma dan diskriminasi dari masyarakat dan Negara.
Namun, mereka tak menyerah. Dengan segenap kekuatan dan
kemampuan, para penyintas Tragedi Pembantaian Tahun 1965/1966 mulai kembali
menata kehidupannya. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang kini menjadi penyemai
kebaikan di lingkungan tempat tinggalnya.
Kisah dan perjuangan para penyintas Tragedi 65 khususnya yang berada di Kota
Solo, Kabupaten Pati, dan Provinsi Bali dituangkan secara apik oleh Yayan
Wiludiharto ke dalam sebuah film dokumenter berjudul Semai Phala.
Film yang diproduksi oleh Institut Sejarah Sosial
Indonesia (ISSI) atas dukungan Yayasan Tifa ini juga menggambarkan bahwa
masyarakat telah menerima keberadaan para penyintas dengan sepenuhnya. Meski
begitu, sejalan dengan hasil penelitian ISSI, halangan dan kendala tetap ada
terutama dari pihak Negara dan aparat keamanan baik polisi maupun militer yang
hingga kini masih menerapkan perlakuan berbeda bagi para korban Tragedi 65 yang
justru dapat menghambat menghambat proses rekonstruksi sosial.
Semai Phala diputar
perdana pada 9 Agustus 2017 di Cikini, Jakarta. Acara yang dibuat
untuk kalangan terbatas ini dihadiri oleh para korban beserta keluarga,
individu dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap upaya penuntasan berbagai
kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, khususnya Tragedi
Kemanusiaan Tahun 1965/1966.
Ingin tahu lebih jauh bagaimana kisah para penyintas
merengkuh kembali jati diri mereka sebagai warga? Simak dalam film
dokumenter Semai Phala
0 komentar:
Posting Komentar