Solichan Arif
BLITAR - Acara diskusi buku "Aidit, Marxisme, Leninisme dan Revolusi Indonesia" yang sedianya digelar di Kota Blitar, mendadak dibatalkan, pada Sabtu (25/8/2018).
Bedah buku setebal 176 halaman itu, dianggap oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Blitar, telah meresahkan masyarakat.
"Karena dianggap meresahkan, kami diminta membatalkan diskusi. Dan kami batalkan," ujar Juni R. Martoyo, mewakili panitia diskusi kepada Sindonews.Diskusi yang rencananya digelar di kafe Miss June & Friends Place Kota Blitar itu, akan dihadiri 50 mahasiswa. Hadir pula sejumlah aktivis kampus.
Bagi Juni, kegiatan itu hanya forum dialektika ilmiah biasa. Sebuah ajang diskusi yang bertujuan menumbuhkan semangat berliterasi di kalangan muda-mudi wilayah Blitar.
Karenanya, panitia tidak sampai menghadirkan Satriono Priyo Utomo selaku penulis buku, ataupun Bonnie Triyana selaku penulis kata pengantar.
"Saya hanya ibu rumah tangga yang ingin kegiatan membaca, dan berliterasi menjadi budaya muda-mudi Blitar," paparnya.Siapa yang memilih bukunya?. Juni mengatakan para mahasiswa. Sebagai forum kajian ilmiah yang isinya mahasiswa dan pelajar, karya Satriono Priyo Utomo dinilai layak dipilih.
Selain itu, para peserta diskusi beralasan jarang penulis muda yang tertarik dengan tema sejarah. Adapun buku itu, merupakan milik Juni yang diperolehnya sebagai hadiah dari seorang teman.
"Sebenarnya forum yang batal digelar itu, seperti belajar sejarah di sekolah atau kampus," terangnya.Sebagai buku yang dijual bebas di pasaran, panitia juga menganggap buku terbitan Indie Book Corner Yogyakarta itu, bukan karya berbahaya.
Jika berbahaya, lanjut Juni tentu negara sudah menetapkan sebagai buku terlarang. Atas dasar logika itu, panitia beranggapan acara bedah buku tidak perlu izin institusi terkait.
Meski berusaha berjiwa besar, larangan itu diakuinya menyedihkan. Pembatalan sepihak itu menjadi pertanda buruk bagi tumbuhnya masa depan budaya literasi di Blitar.
"Dan saya tidak tahu apakah yang disampaikan (larangan) ke kami sebuah intimidasi atau bukan. Tapi kami memang diminta membatalkan demi keamanan," pungkasnya.Dihubungi terpisah Ketua GP Ansor NU Kota Blitar, Hartono membenarkan pihaknya yang meminta membatalkan diskusi bedah buku.
Menurutnya semua diskusi apapun yang terkait dengan komunis dan sejarahnya, dilarang digelar di Kota Blitar.
"Iya. Ansor meminta di Blitar untuk tidak membahas tentang komunis dan sejarah. Karena banyak masyarakat Blitar yang menjadi korban komunis," tegasnya.Hartono mengklaim, langkahnya telah didukung tokoh masyarakat dan aparat setempat. Mendiskusikan komunis dan sejarahnya di Blitar, bagi Hartono sama halnya membuka luka lama.
Membiarkan diskusi bedah buku bertema komunis di Kota Blitar, menurutnya sama halnya dengan menyakiti masyarakat Blitar.
Bagi GP Ansor NU Kota Blitar, menolak segala macam pembahasan terkait komunis sudah menjadi harga mati. Hartono berdalih, pemerintah dengan perangkat undang-undang juga sudah tegas melarang.
Selain itu diskusi bedah buku yang akan digelar, menurutnya juga tidak mengantongi izin. "Apakah itu melalui buku atau media apapun, kami tidak sepakat dengan pembahasan berbau komunis," tegasnya.
Sebelum melarang, apakah sudah membaca bukunya?. Hartono tidak bersedia menjawab. Dia hanya mengatakan GP Ansor NU Kota Blitar, menghormati hasil kajian buku. Namun kalau pembahasannya menyerempet soal komunis, kata dia sebaiknya tidak dilaksanakan di Blitar.
Hartono juga menolak GP Ansor NU Kota Blitar, disamakan aksi organisasi keagamaan lain yang sebelumnya kerap mensweeping buku dan melarang diskusi ilmiah.
"Kami sama sekali tidak meniru, atau ikut-ikutan organisasi lain. Karena secara aturan dan perundangan jelas melarang pembahasan komunis," pungkasnya.(eyt)
SindoNews
0 komentar:
Posting Komentar