Oleh: Petrik Matanasi - 6 Maret 2017
Presiden RI ke-2, Soeharto. FOTO/Nationaal Archief
Roeder adalah mata-mata Jerman yang datang ke Indonesia sebagai wartawan berlatar belakang sosiolog. Ia punya masa lalu sebagai perwira SS. Namanya mirip dengan nama penulis biografi Soeharto.
Sebelum Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (1989) ditulis Ramadhan KH, Soeharto pernah dituliskan biografinya oleh seorang Jerman bernama O.G. Roeder. Biografi itu berjudul The Smiling General: President Soeharto of Indonesia (1969). Sang penulis begitu akrab dengan sang presiden, bahkan Roeder dianggap salah satu penasihat Soeharto.
Menurut Willem Oltmans dalam Dibalik keterlibatan CIA: Bung Karno Dikhianati?(2001), Roeder adalah orang yang tidak paham soal Indonesia yang menulis Soeharto usai empat tahun sang jenderal mengambil alih kekuasaan.
Nomor identitas kewarganegaraannya: Personal Ausweis #AEC 948420. Disebut dalam dokumen itu, Roeder beragama Kristen Protestan. Tinggi badannya 169 cm, berat 64 kg, berambut pirang, dan bermata biru.
Meski kerap meliput berita dan menulis untuk Süddeutsche Zeitung dan Neue Zürcher Zeitung, Roeder punya pekerjaan lain. Ia agen rahasia Jerman Barat di Jakarta. Selain Jakarta, Bangkok adalah kota yang pernah ditinggalinya di Asia Tenggara. Roeder tampaknya dimanfaatkan juga oleh CIA, tentu melalui dinas intelijen Jerman Barat. Ketika Roeder di Indonesia, kebijakan politik luar negeri Indonesia adalah anti-Barat.
Sebelum jadi agen rahasia di Jakarta, masa muda Roeder dihabiskan dalam dunia akademis dan militer. Anak seorang mandor di Leipzig ini menurut Michael Wildt, dalam Generation des Unbedingten. Das Führungskorps des Reichssicherheitshauptamtes(2002), berhasil menyelesaikan kuliahnya di Universitas Leipzig pada 1936, tempat ia mendalami sosiologi, sejarah, dan jurnalisme.
Berdasarkan penelusuran Lutz Hachmeister dalam Presseforschung und Vernichtungskrieg. Zum Verhältnis von SS, Propaganda-Apparat und Publizistik. In: Wolfgang Duchkowitsch (2004) dan Klaus-Michael Mallmann, dkk dalam Einsatzgruppen in Polen: Darstellung und Dokumentation. Wissenschaftliche Buchgesellschaft, Stuttgart (2008), di masa kuliahny,a Roeder adalah sekretaris dari Liga Mahasiswa Nasional Sosialis yang fasis.
Ia fasis sejak umur belasan tahun. Sejak 1929, Roeder adalah anggota dari Hitler-Jugend (Pemuda Hitler). Pada 1931, ia keluar dari organ pemuda itu dan bergabung dengan kelompok paramiliter fasis Sturmabteilung (SA).
Pada April 1935, ia pindah ke satuan militer elite NAZI Schutzstaffel (SS) yang anggotanya dipilih dari pemuda berpendidikan, cerdas, sehat, dan loyal kepada Hitler. SS dikenal sebagai satuan elite Jerman yang dikenal kejam. Di satuan itu pada 1939, pangkatnya Sturmbannfuhrer (setara mayor) dan Obersturmbannführer (letnan kolonel).
Menurut arsip CIA, sejak musim panas 1942 hingga musim semi 1943, Roeder tergabung dalam kelompok Zeppelin. Ia pernah ditempatkan di Polandia. Setelahnya ia pernah ditempatkan di Reichssicherheitshauptamt (RSHA) atau Kantor Utama Keamanan Reich Ketiga. Ia sering bertindak sebagai penyelidik di SS.
Setelah perang selesai, ia sempat menghilang dan menyaru sebagai petani dengan nama Richard Rupp. Namun, sejak awal tahun 1946, ia ditahan Bad Nenndorf selama 18 bulan hingga 1948. Berkas pemeriksaannya sampai ke tangan CIA. Bebas dari penjara, ia direkrut oleh kelompok Gehlen, lalu tergabung dalam Bundesnachrichtendienst (BND) alias dinas rahasia Republik Federal Jerman Barat.
Roeder sempat tinggal di Muenchen. Samaran pekerjaan Roeder adalah wartawan dan meliput untuk koran Süddeutsche Zeitung dan Neue Zürcher Zeitung. Dengan menyaru sebagai wartawan, ia menuju Indonesia pada Desember 1959.
Menurut catatan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat, Roeder meninggal karena serangan jantung pada 21 Juni 1992 dan diidentifikasi sebagai mata-mata.
Nama Roeder di Indonesia mengingatkan orang pada penulis buku biografi Presiden Soeharto yang diterjemahkan menjadi Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto (1969), yakni O.G. Roeder.
Kemiripan nama itu menerbitkan syak wasangka jika Rudolf Obsger-Roeder dengan Otto Gustav Roeder—yang punya keahlian di bidang sosiologi dan jurnalistik itu—adalah orang yang sama.
Bagi dua Roeder yang berbau Jerman ini, Soeharto adalah pengganti Hitler yang lenyap dari panggung sejarah sejak 1945.
______
Catatan: Laporan ini mengalami sejumlah revisi substansial
1. Judul diubah dari sebelumnya "O.G. Roeder, Penulis Biografi Soeharto Sekaligus Eks NAZI".
2. Perubahan dalam sejumlah paragraf, intinya laporan semula menekankan bahwa Roeder yang mantan SS-Nazi adalah penulis biografi Soeharto.
3. Penulisnya, Petrik Matanasi, belakangan meragukan kesimpulan tersebut. Hipotesis itu dibuat terlalu buru-buru.
Terima kasih,
Fahri Salam
Editor
Menurut Willem Oltmans dalam Dibalik keterlibatan CIA: Bung Karno Dikhianati?(2001), Roeder adalah orang yang tidak paham soal Indonesia yang menulis Soeharto usai empat tahun sang jenderal mengambil alih kekuasaan.
“O.G. Roeder, yang rupanya tidak tahu apa-apa mengenai Indonesia, apalagi tentang Bung Karno. Secara serampangan ia menulis semua hal yang dikatakan Soeharto kepadanya. [...] Misalnya, Soeharto dengan mudah telah menipu Roeder agar menulis bahwa jenderal ini memutuskan untuk bertindak karena ia memprihatinkan perkembangan yang terjadi di Indonesia, akibat kebijakan pro-komunis yang dibangkitkan Sukarno dan persekutuannya dengan Peking,” tulis Willem Oltmans.Nama belakang O.G. Roeder mirip nama mata-mata Jerman yang pernah dikirim ke Jakarta di era orde lama: Rudolf Obsger-Roeder. Menurut arsip CIA Special Collection: Nazi War Crimes Disclosure Act, yang boleh dibaca khalayak umum sejak 2006, setidaknya Roeder sudah tinggal di Jakarta sejak 1960. Rudolf Obsger-Roeder adalah seorang SS kelahiran Leipzig, 9 Maret 1912. Setidaknya, ia punya dua nama alias atau nama samaran: Rudolf Ranke dan Richard Ropp.
Nomor identitas kewarganegaraannya: Personal Ausweis #AEC 948420. Disebut dalam dokumen itu, Roeder beragama Kristen Protestan. Tinggi badannya 169 cm, berat 64 kg, berambut pirang, dan bermata biru.
Meski kerap meliput berita dan menulis untuk Süddeutsche Zeitung dan Neue Zürcher Zeitung, Roeder punya pekerjaan lain. Ia agen rahasia Jerman Barat di Jakarta. Selain Jakarta, Bangkok adalah kota yang pernah ditinggalinya di Asia Tenggara. Roeder tampaknya dimanfaatkan juga oleh CIA, tentu melalui dinas intelijen Jerman Barat. Ketika Roeder di Indonesia, kebijakan politik luar negeri Indonesia adalah anti-Barat.
“Sepanjang penyelidikan mengenai latar belakang yang bersangkutan, diketahui yang bersangkutan telah dipekerjakan oleh badan intelijen lain. Badan ini menyarankan agar memberdayakan yang bersangkutan dalam operasi intelijen," begitu yang tertulis dalam arsip CIA tentang dirinya.Dalam lembaran lain arsip tersebut, terdapat laporan Roeder dari Jakarta yang berjudul "Spotlight on Indonesia's Economic Situation" pada 1969. Laporan ini mencatat kemajuan perekonomian Indonesia setelah Soeharto naik.
Sebelum jadi agen rahasia di Jakarta, masa muda Roeder dihabiskan dalam dunia akademis dan militer. Anak seorang mandor di Leipzig ini menurut Michael Wildt, dalam Generation des Unbedingten. Das Führungskorps des Reichssicherheitshauptamtes(2002), berhasil menyelesaikan kuliahnya di Universitas Leipzig pada 1936, tempat ia mendalami sosiologi, sejarah, dan jurnalisme.
Berdasarkan penelusuran Lutz Hachmeister dalam Presseforschung und Vernichtungskrieg. Zum Verhältnis von SS, Propaganda-Apparat und Publizistik. In: Wolfgang Duchkowitsch (2004) dan Klaus-Michael Mallmann, dkk dalam Einsatzgruppen in Polen: Darstellung und Dokumentation. Wissenschaftliche Buchgesellschaft, Stuttgart (2008), di masa kuliahny,a Roeder adalah sekretaris dari Liga Mahasiswa Nasional Sosialis yang fasis.
Ia fasis sejak umur belasan tahun. Sejak 1929, Roeder adalah anggota dari Hitler-Jugend (Pemuda Hitler). Pada 1931, ia keluar dari organ pemuda itu dan bergabung dengan kelompok paramiliter fasis Sturmabteilung (SA).
Pada April 1935, ia pindah ke satuan militer elite NAZI Schutzstaffel (SS) yang anggotanya dipilih dari pemuda berpendidikan, cerdas, sehat, dan loyal kepada Hitler. SS dikenal sebagai satuan elite Jerman yang dikenal kejam. Di satuan itu pada 1939, pangkatnya Sturmbannfuhrer (setara mayor) dan Obersturmbannführer (letnan kolonel).
Menurut arsip CIA, sejak musim panas 1942 hingga musim semi 1943, Roeder tergabung dalam kelompok Zeppelin. Ia pernah ditempatkan di Polandia. Setelahnya ia pernah ditempatkan di Reichssicherheitshauptamt (RSHA) atau Kantor Utama Keamanan Reich Ketiga. Ia sering bertindak sebagai penyelidik di SS.
Setelah perang selesai, ia sempat menghilang dan menyaru sebagai petani dengan nama Richard Rupp. Namun, sejak awal tahun 1946, ia ditahan Bad Nenndorf selama 18 bulan hingga 1948. Berkas pemeriksaannya sampai ke tangan CIA. Bebas dari penjara, ia direkrut oleh kelompok Gehlen, lalu tergabung dalam Bundesnachrichtendienst (BND) alias dinas rahasia Republik Federal Jerman Barat.
Roeder sempat tinggal di Muenchen. Samaran pekerjaan Roeder adalah wartawan dan meliput untuk koran Süddeutsche Zeitung dan Neue Zürcher Zeitung. Dengan menyaru sebagai wartawan, ia menuju Indonesia pada Desember 1959.
Menurut catatan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat, Roeder meninggal karena serangan jantung pada 21 Juni 1992 dan diidentifikasi sebagai mata-mata.
Nama Roeder di Indonesia mengingatkan orang pada penulis buku biografi Presiden Soeharto yang diterjemahkan menjadi Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto (1969), yakni O.G. Roeder.
Kemiripan nama itu menerbitkan syak wasangka jika Rudolf Obsger-Roeder dengan Otto Gustav Roeder—yang punya keahlian di bidang sosiologi dan jurnalistik itu—adalah orang yang sama.
Bagi dua Roeder yang berbau Jerman ini, Soeharto adalah pengganti Hitler yang lenyap dari panggung sejarah sejak 1945.
______
Catatan: Laporan ini mengalami sejumlah revisi substansial
1. Judul diubah dari sebelumnya "O.G. Roeder, Penulis Biografi Soeharto Sekaligus Eks NAZI".
2. Perubahan dalam sejumlah paragraf, intinya laporan semula menekankan bahwa Roeder yang mantan SS-Nazi adalah penulis biografi Soeharto.
3. Penulisnya, Petrik Matanasi, belakangan meragukan kesimpulan tersebut. Hipotesis itu dibuat terlalu buru-buru.
Terima kasih,
Fahri Salam
Editor
Sumber: Tirto.Id
0 komentar:
Posting Komentar