Reporter: Non
Koresponden
Editor: Juli Hantoro
Rabu, 15 November 2017 15:01
WIB
Ketua Yayasan Penelitian
Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP65) Bedjo Untung dan rombongan mengadukan
sejumlah laporan dan temuan baru terkait genosida 1965 kepada Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, Jakarta, 24 Oktober 2017. Tempo/Fajar Pebrianto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan
Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) Bedjo Untung menyatakan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah korban
pembantaian 1965.
"PKI ini jelas korban, orang-orang tidak ada yang tahu. Yang mereka tahu katanya PKI berontak, itu tidak ada," ujarnya setelah mengadu ke Kantor Komnas HAM pada Rabu, 15 November 2017.
Menurut Bedjo, dirinya bukan orang PKI. Menurut dia PKI
tidak melakukan pemberontakan tapi justru menjadi korban pembantaian. "Saya
juga bukan orang PKI ya, tapi sekarang sejarah akan mengatakan PKI tidak
berontak tapi justru mereka menjadi korban," katanya.
Bedjo mengatakan, ketika itu Bung Karno adalah presiden
yang sangat berwibawa dan disenangi rakyat Asia, Afrika dan Amerika Latin,
beliau tidak mungkin jatuh karena sangat diterima rakyat.
"Indonesia akan menjadi mercusuar bangsa, nah ini amerika itu sengaja ingin menjatuhkan dan kemudian memang ada rekayasa dari CIA untuk menjatuhkan Soekarno dan targetnya adalah menghancurkan PKI", katanya.
Sebelumnya Bedjo Untung menyatakan ragu akan sikap
pemerintah untuk menempuh jalur non-yudisial terkait dengan kasus dugaan pelanggaran
hak asasi manusia (HAM) pada 1965–1966. Sikap pemerintah itu sebelumnya
disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto,
Sabtu lalu.
Menurut Bedjo, ada kejanggalan dan kontradiksi antara
perkataan dan sikap yang ditunjukkan pemerintah terhadap para keluarga korban.
"Dari dulu, siapa pun menterinya, selalu janji seperti itu. Tapi hingga saat ini tak jelas maksudnya apa itu non-yudisial? Caranya bagaimana? Kapan akan dilaksanakan? Bentuknya apa saja?" kata Bejo kepada Koran Tempo, Oktober 2016 silam.
0 komentar:
Posting Komentar