Rabu, 15 November 2017 14:21 WIB
Perwakilan dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP65), tengah
berpamitan dengan anggota Polisi dari Polsek Menteng, setelah mereka
menyampaikan laporan ke Komnas HAM, terkait 16 titik lokasi kuburan masal, di
Purwodadi. Peristiwa itu terjadi di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat,
Rabu (15/11/2017).
Foto: Nurmulia Rekso
Purnomo/Tribunnews.com
JAKARTA - Saat perwakilan dari
Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP65) mendatangi kantor Komnas Hak
Asasi Manusia (HAM), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2017), perwakilan dari
Gerakan Pemuda Anti Komunis (GEPAK), juga datang di tempat yang sama.
Saat
peristiwa itu terjadi, puluhan anggota Brimob Polri, berjaga di bagian depan
kantor Komnas HAM.
Sementara
di depan pintu ruang pengaduan, tempat masa dari YPKP berkumpul dan GEPAK
berkumpul, dan sejumlah aparat dari Polsek Menteng, ikut hadir di lokasi untuk
mengantisipasi hal yang tidak diingkan.
Ketua
YPKP65, Bedjo Untung menyebut pihaknya datang hari ini untuk melaporkan 16
titik kuburan masal yang ditemukan YPKP65, di wilayah Purwodadi dan sekitarnya.
Di 16
titik tersebut, diduga terdapat lebih dari 5000 jenazah kader Partai Komunis
Indonesia (PKI), dan kader organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terafiliasi
dengan PKI.
"Ini bisa lebih dari
lima ribu orang, di Purwodadi ini adalah kuburan masal terbesar," ujarnya
kepada wartawan.
Laporannya hari ini,
disapaikan langsung ke Kepala Bagian Dukungan Pelayanan Pengaduan Komnas HAM
Rima Salim.
Menurut Bedjo Untung,
laporannya hari ini, menambah panjang daftar kuburan masal yang sebelumnya
sudah ia laporkan, sebanyak 122 titik.
Setelah Bedjo Untung selesai
menyampaikan laporannya, perwakilan dari GEPAK yang berjumlah tiga orang, masuk
ke ruang pengaduan.
Ketua GEPAK, Rahmat Himran,
mengatakan pihaknya menyampaikan aspirasi ke Komnas HAM, agar laporan Bedjo
Untung yang menurutnya akan menyudutkan TNI, tidak perlu ditindaklanjuti.
"Mereka berusaha
melakukan pembenaran sejarah, PKI jadi korban, TNI yang jadi pelaku, ini kami
sesali," katanya kepada wartawan usai pelaporan.
Rahmat Himran yang mengaku
sengaja datang ke Komnas HAM setelah mengetahui hari ini Bedjo Untung
menyampaikan pelaporan, mengaku sudah mengingatkan kepada perwakilan Komnas
HAM, bahwa komunisme adalah ajaran yang dilarang di Indonesia.
Setelah GEPAK menyampaikan
laporannya, perwakilan dari YPKP65 masih berjumpul di depan ruang pengaduan,
meladeni sejumlah wartawan yang mewawancarai mereka.
Beruntung, tidak ada
kericuhan yang terjadi saat kedua kelompok bertemu. Setelahnya masa dari GEPAK
pergi meninggalkan Komnas HAM melalui pintu depan, sementara perwakilan dari
YPKP65 digiring Polisi pulang melalui pintu belakang.
Sumber: TribunNews
0 komentar:
Posting Komentar