April 6, 2018 | Melki AS *
***
Marjono bercerita tentang situasi nasional seputar peristiwa ‘65-66 dengan cukup bersemangat. Diusianya yang senja itu ia masih ingat orang-orang PKI dihabisi. Entahlah ceritanya ini benar atau tidak, setidaknya ia masih ingat ada peristiwa mengerikan yang terjadi saat itu. Selain cerita tentang penyanyi legendari Elvis Presley dengan lagunya I Remember You. Terlihat ia sedikit memberi tekanan pada nada suaranya saat bercerita tentang peristiwa itu.
Mbah Jono, begitu aku memanggilnya, memang sudah berusia tua. Aku manaksir usianya sekitar 70-80 an tahun lebih.
Di usia yang semakin menua, mbah Jono masih bisa berpergian kemana-mana. Masih kerap datang ke warung dan kafe hanya untuk minum teh dan susu yang jadi kesukaannya serta mendengar lagu. Bahkan sesekali beliau masih kerap menjaga parkiran di sekitar Tugu Pal putih Jogja. ‘ Itu untuk aktivitas saja. Bosan kalau tidak ada yang dikerjakan’.
Malam itu aku sengaja ingin mencari minum. Cuaca di Jogja belakangan terbilang panas. Dan mencari sedikit minuman seperti es teh atau jeruk jadi pilihan. Ada banyak sebenarnya pilihan tempat; burjo atau angkringan. Tapi rasanya sambil berleha sejenak sambil dengarin musik mungkin bisa sedikit melegakan pikiran. Jadilah kemudian aku singgah di salah satu kafe terdekat. Kafe ini kecil. Karena memang sebenarnya itu adalah halaman rumah yang di sulap. Kafe ini paling hanya kuat menampung pengunjug tak lebh dari 20 orang. Dan malam itu, tidak trerlalu banyak pengunjung. Hanya sekitar 15 an orang saja.
Di salah satu sudut kafe ada seorang tua yang duduk sendiri. Dengan 2 gelas minuman. Satunya berwarna gelap kemerahan dan yang satunya berwara putih. Sudah bisa ditebak itu pasti teh dan susu. Lelaki tua tersebut tampak asyik mendengarkan musik sambil sesekali menganggukan kepala yang diselimuti topi.
Itu mbah Jono, pikirku. Memang ia sering menyendiri. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang ada. Tapi bukan berarti tidak bercengkeramah dengan mereka. Saat berbicara dengan yang lain, ia terlihat begitu akrab. Begitupun dengan yang lain.
Kemudian aku mendekat ke arahnya sambil membawa es teh pesanan tadi. Tampak ia melambaikan tangannya saat melihatku datang. Lalu setelah kami saling bersalaman, aku duduk disampingnya.
‘kok minumannya belum diminum mbah’ tanyaku. Ia hanya menjawab spontan ‘kalau sudah dingin gampang minumnya’. Memang kadang mbah Jono tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan minumnya. Benar saja, tidak berapa lama, ia tampak menyeruput gelas-gelas itu. Dan habislah sudah isinya hanya dengan berapa kali tegukan saja.
Sekitar setengah berada disana, kafe tersebut akan tutup. Semua orang sudah bergegas bayar dan pulang. Aku dan mbah Jono tak ketinggalan. Selesai bayar, kami menuju parkiran. Biasanya mbah Jono bawa motor sendiri. Tapi kali ini, kulihat ia tidak membawa motor. Setelah kutanya, katanya motor lagi diperbaiki anaknya. Oli nya habis, katanya sambil terkekeh-kekeh. Aku menawarkan untuk mengantarnya pulang tapi ia tidak mau. Setelah dibujuk-bujuk ia akhirnya mau.
Dalam perjalanan ia selalu bercerita. Dari dulu ia sudah terbiasa berjalan. Dulu saat jaman kemerdekaan, ia kerap berjalan kaki dari Klaten-Jogja. Begitupun sebaliknya. Ia juga bersekolah di Tamansiswa. Saat itu umurnya masih terbilang masih kecil sekitar 10 tahun-an. Ia juga bercerita kalau setelah kemerdekaan ia pernah pula jadi petugas keamanan.
Karena ia suka bercerita, aku iseng bertanya seputar peristiwa PKI. Aku berpikir mungkinkah dulu ia pernah menjadi salah satu jagal yang membunuh orang PKI atau simpatisannya. Tapi ternyata keliru. Justru ia bercerita dengan penekanan nafas dan suara meninggi saat aku bertanya apakah PKI itu jahat. Ia bilang bahwa PKI itu orangnya hebat. Justru yang jahat itu Soeharto. Soeharto membunuhi orang yang terlibat dengan PKI. ‘Tapi mbah, kata pak Harto PKI itu jahat. Kami diajarkan begitu di sekolah’ kataku menyela. ‘Soeharto itu yang jahat. Ia membunuh banyak orang’ katanya. Masih menurutnya Soeharto itu penghianat bangsa karena membunuh orang-orang. ‘Soeharto pilihan anggota dewan yang goblok-goblok saat itu. Bukan pilihan rakyat’.
**
Benar tidaknya cerita mbah Jono, wallahualam, saya sendiri pun tidak bisa memastikan. Tapi pastinya masa lalu selalu asyik untuk diceritakan. Masa lalu punya sejarahnya sendiri. Bagi generasi millenial seperti saya, bisa mendengar ceritanya saja sambil sedikit baca buku, hal itu sudah kemewahan yang luar biasa. Itulah yang menjadikan saya senang bertemu mereka yang tua dan bercakap-cakap dengannya. Tentang kebenaran dari apa yang yang diceritakannya, sila ditafsirkan sendiri. Dan akan lebih baik lagi kalau mau menggali lebih dalam lagi sejarah kesejarahan tersebut. Terutama seputar peristiwa pembantaian massal yang pernah terjadi di Indonesia medio 65-66 tersebut.
___
Melki AS – [Pegiat Social Movement Institute]
Sumber: SuluhPergerakan.Org
0 komentar:
Posting Komentar