26/07/2018 | Krithika Varagur
Mantan
Presiden Indonesia (Alm.) Soeharto di kediamannya di Jakarta, pada 24 Oktober
2006. (Foto: dok).
JAKARTA — Arsip dokumen tahun
1997-1999 yang baru dideklasifikasi oleh Kedutaan Amerika di Jakarta memberikan
wawasan baru tentang kebijakan luar negeri Amerika di Indonesia pada masa
transisi yang bergejolak, dari era kediktatoran militer Soeharto menuju ke era
demokrasi baru; demikian pula krisis keuangan Asia yang melanda kawasan itu
secara bersamaan.
Arsip dokumen setebal 500 halaman yang dideklasifikasi itu dipublikasikan
oleh badan nirlaba National Security Archive atau Badan Arsip
Keamanan Nasional – di Universitas George Washington.
Musim gugur lalu, National Security Archive mempublikasikan
ribuan arsip dokumen era 1960an dari Kedutaan Amerika di Jakarta di mana
militer Indonesia dengan dukungan dari Amerika, menewaskan satu juta pendukung
Partai Komunis Indonesia dan kelompok kiri.
Fokus utama dalam kumpulan arsip dokumen yang dideklasifikasi kali ini –
yang menguatkan dan melengkapi catatan sejarah yang sudah ada – adalah bahwa
Amerika mendukung pemerintah militer Soeharto hingga runtuh pada tahun 1998 dan
bahwa Washington “memainkan peran yang cukup menentukan dalam meyakinkan
Soeharto untuk menandatangani program penyesuaian struktural Dana Moneter
Internasional IMF, yang diyakini oleh banyak ilmuwan sebagai penyebab tergulingnya
Soeharto,” ujar Dr. Bradley Simpson, seorang profesor dan pakar hubungan luar
negeri Amerika di Universitas Connecticut yang memimpin upaya deklasifikasi
arsip dokumen ini.
Hal baru dalam dokumen itu menggarisbawahi bagaimana presiden Amerika
ketika itu – Bill Clinton – menyampaikan dukungan pada pemerintahan Soeharto
meskipun ada banyak bukti bahwa pemerintahan itu terlibat dalam sejumlah
pelanggaran HAM.
Presiden
Suharto bertemu Presiden AS Bill Clinton pada KTT APEC di Vancouver, Kanada 24
November 1997. (Foto: dok).
“Kepemimpinan Anda telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kemakmuran bagi Indonesia dan rakyatnya. Saya yakin Anda dapat mengatasi kesulitan saat ini,” kata Simpson membacakan pernyataan Presiden Clinton kepada Presiden Soeharto.
Kata-kata itu disampaikan Presiden Clinton, berdasarkan transkripsi atau
salinan pembicaraannya melalui telepon dengan Presiden Soeharto pada tanggal 13
Februari 1998 dari Camp David, atau berarti sekitar tiga bulan sebelum pemimpin
yang sudah lama berkuasa itu lengser.
“Dokumen-dokumen ini menunjukkan bahwa Amerika menilai militer Indonesia sebagai “kekuatan yang menciptakan stabilitas” meskipun mereka tahu persis kegiatan KOPASSUS (Komando Pasukan Khusus) pada musim semi 1998,” imbuh Simpson.
Militer Indonesia Ditengarai di Balik Penculikan Mahasiswa Tahun 1998, yang
Sebagian Hingga Kini Masih Belum Ditemukan
Pada April-Mei 1998 militer secara brutal membubarkan
demonstrasi-demonstrasi anti-Soeharto yang dilakukan mahasiswa dan menculik
para aktivis mahasiswa, yang sebagian bahkan hingga hari ini masih belum
diketahui keberadaannya.
“Pemerintah Clinton pula yang ketika itu menyampaikan pendapat terakhir tentang usulan Soeharto untuk membentuk dewan mata uang ("Currency Board") yang akan secara artifisial menstabilkan nilai mata uang rupiah dibanding membiarkannya mengambang dan terus terpukul di pasar mata uang internasional.”
Simpson menambahkan, ketika itu dalam pembicaraan telepon yang sama dengan
Soeharto, Clinton mengatakan,
“Saya telah berkonsultasi dengan IMF dan negara-negara G7, dan setiap orang tampaknya yakin bahwa jika Anda membentuk dewan ini maka Anda akan mempertaruhkan semua kemajuan yang telah anda dicapai.”
Pada tahun 1998 Indonesia menjadi salah satu negara korban krisis keuangan
Asia, dimana devaluasi mata uang menyapu seluruh kawasan – diawali dengan
Thailand – pada tahun 1997.
Saran Steve Hanke pada Soeharto Sempat Timbulkan Kemarahan Amerika dan IMF
Steve Hanke, pakar ekonomi Amerika yang ketika itu menjadi penasehat Soeharto,
menuduh Clinton dan IMF secara sengaja menyarankan Indonesia untuk tidak
mengambangkan rupiah untuk mempercepat jatuhnya Soeharto. Hanke menyarankan
Soeharto untuk membuat dewan mata uang ortodoks yang menetapkan kurs rupiah.
“Ketika berita itu sampai ke publik, rupiah melonjak 28% terhadap dolar Amerika, baik di pasar tunai maupun pasar-pasar lain selama satu tahun ke depan,” ujar Hanke. “Perkembangan ini menimbulkan kemarahan pemerintah Amerika dan IMF,” ujar Hanke, dan memicu pembalasan dari keduanya.
Tidak lama setelah hal ini terjadi, kepresidenan Soeharto jatuh.
Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto (foto: dok).
Dokumen yang Dideklasifikasi Ungkap Peran Prabowo Subianto
Dokumen-dokumen itu juga mengungkap peran jendral purnawirawan Prabowo
Subianto, menantu Soeharto, yang hingga kini masih menjadi berita utama karena
kemungkinan besar akan kembali bertarung dalam pemilu presiden tahun 2019.
Prabowo juga ikut bertarung dalam pemilu presiden tahun 2014 melawan Joko
Widodo, dan kalah.
Kawat dari Kedutaan Besar Amerika di Jakarta pada bulan Agustus 1998
menunjukkan bahwa Prabowo akan diadili oleh “dewan kehormatan” militer karena
perannya menculik dan menyiksa sejumlah aktivis mahasiswa. Tetapi kawat lain
mengisyaratkan bahwa pejabat-pejabat Kedutaan Besar Amerika di Jakarta yakin bahwa
personil militer berpangkat lebih rendah yang akan diadili dibanding sosok
berpengaruh seperti Prabowo.
Dokumen lain menunjukkan bahwa sebagian amunisi dan material bagi KOPASSUS
pada masa ini disediakan oleh Amerika. Hal ini menguatkan laporan wartawan
seperti Allan Nairn.
Awal tahun ini Menteri Pertahanan Amerika Jim Mattis mengatakan bahwa ia
sedang menjelajahi kemungkinan membuka kembali hubungan dengan unit militer
Indonesia yang kontroversial (KOPASSUS.red), yang diduga terlibat dalam
pelanggaran HAM di Timor Timur dan terhadap sejumlah demonstran mahasiswa, yang
hingga kini tidak pernah diadili.
Mengapa Publikasi Dokumen Dilakukan Sekarang?
Publikasi dokumen-dokumen ini dinilai tidak biasa karena sebagian dokumen
masih tergolong baru. Kajian deklasifikasi secara otomatis dilakukan hanya
setelah 25 tahun.
“Ini jauh sebelum batas deklasifikasi itu,” ujar Simpson.
Meskipun demikian masih banyak dokumen yang tergolong rahasia, yang dapat
mengungkap kebijakan yang diketahui Amerika terkait tindakan Indonesia di Timor
Timur – yang secara brutal diduduki selama 22 tahun – dan tentang penumpasan
gerakan separatis di Aceh.
Deklasifikasi arsip dokumen ini disebarluaskan di Indonesia oleh majalah
Tempo, yang ketika era Soeharto sempat ditutup.
Sumber: Voa Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar