Oleh: M Faisal - 25 Juli 2018
Arsip Keamanan Nasional dari George Washington University mempublikasikan dokumen rahasia soal peristiwa lengsernya Presiden ke-2 RI Soeharto dan Reformasi 1998.
Dokumen rahasia mengenai peristiwa lengsernya Presiden ke-2 RI Suharto dan Reformasi 1998, akhirnya dibuka oleh pemerintah Amerika Serikat, pada Selasa (24/7/2018).
Arsip yang dibuka sesudah 20 tahun peristiwa Reformasi ini mengurai bagaimana Kedubes AS "membaca" peristiwa politik yang paling berpengaruh di Indonesia. Pihak yang mempublikasikan dokumen ini ialah Arsip Keamanan Nasional dari George Washington University.
Dalam keterangan resminya, Arsip Keamanan Nasional menyatakan bahwa pemerintah AS, yang saat itu dipimpin Bill Clinton, “berusaha mempertahankan hubungan erat dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia [ABRI],” bahkan termasuk ketika ABRI melakukan pelanggaran HAM yang cukup signifikan.
“Para pejabat AS menyadari keterlibatan militer dalam aksi penculikan dan penghilangan aktivis mahasiswa yang terjadi pada saat itu. Tetapi, mereka membiarkan begitu saja dan memaklumi langkah militer, mengingat Angkatan Darat dianggap sebagai pusat stabilitas politik di negara ini,” tulis Arsip Keamanan Nasional dalam rilis yang diterima Tirto, Rabu (25/7/2018).
Perkara lain yang tercatat dalam arsip ini yaitu soal bagaimana militer semakin menentang Soeharto, perintah langsung dari Prabowo Subianto untuk menghilangkan paksa sejumlah aktivis, hingga tekanan Clinton kepada pemerintah agar menerima penyesuaian struktural IMF, yang sebetulnya justru kian memperburuk krisis politik dan mempermudah runtuhnya Orde Baru.
Total ada sekitar 34 dokumen yang dirilis. Arsip Keamanan Nasional bekerja sama dengan Pusat Deklasifikasi Nasional (NDC) telah mendigitalisasi agar bisa diakses publik, sehingga memudahkan “sarjana, jurnalis, dan peneliti mencari dokumen berdasarkan tanggal, kata kunci, atau nama, dan membuka akses tak terbatas pada arsip.”
Brad Simpson, pendiri dan Direktur Proyek Dokumentasi Indonesia dan Timor Leste, serta associate profesor studi sejarah dan Asia dari University of Connecticut, termasuk salah satu di antara sarjana lain yang berjasa membuka arsip ini.
Simpson memanfaatkan Undang-Undang Kebebasan Informasi AS untuk mendesak lembaga arsip AS segera melakukan deklasifikasi dokumen. Simpson juga dibantu oleh John Roosa, sejarawan penulis Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto (2007).
Dokumen-dokumen yang baru dirilis menambah daftar catatan arsip tentang hubungan AS-Indonesia. Sebelumnya, Arsip Keamanan Nasional telah lebih dulu mempublikasikan arsip mengenai pendudukan Indonesia atas Timor-Timur serta pembantaian massal yang terjadi pada dekade 1960-an.
Arsip yang dibuka sesudah 20 tahun peristiwa Reformasi ini mengurai bagaimana Kedubes AS "membaca" peristiwa politik yang paling berpengaruh di Indonesia. Pihak yang mempublikasikan dokumen ini ialah Arsip Keamanan Nasional dari George Washington University.
Dalam keterangan resminya, Arsip Keamanan Nasional menyatakan bahwa pemerintah AS, yang saat itu dipimpin Bill Clinton, “berusaha mempertahankan hubungan erat dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia [ABRI],” bahkan termasuk ketika ABRI melakukan pelanggaran HAM yang cukup signifikan.
“Para pejabat AS menyadari keterlibatan militer dalam aksi penculikan dan penghilangan aktivis mahasiswa yang terjadi pada saat itu. Tetapi, mereka membiarkan begitu saja dan memaklumi langkah militer, mengingat Angkatan Darat dianggap sebagai pusat stabilitas politik di negara ini,” tulis Arsip Keamanan Nasional dalam rilis yang diterima Tirto, Rabu (25/7/2018).
Perkara lain yang tercatat dalam arsip ini yaitu soal bagaimana militer semakin menentang Soeharto, perintah langsung dari Prabowo Subianto untuk menghilangkan paksa sejumlah aktivis, hingga tekanan Clinton kepada pemerintah agar menerima penyesuaian struktural IMF, yang sebetulnya justru kian memperburuk krisis politik dan mempermudah runtuhnya Orde Baru.
Total ada sekitar 34 dokumen yang dirilis. Arsip Keamanan Nasional bekerja sama dengan Pusat Deklasifikasi Nasional (NDC) telah mendigitalisasi agar bisa diakses publik, sehingga memudahkan “sarjana, jurnalis, dan peneliti mencari dokumen berdasarkan tanggal, kata kunci, atau nama, dan membuka akses tak terbatas pada arsip.”
Brad Simpson, pendiri dan Direktur Proyek Dokumentasi Indonesia dan Timor Leste, serta associate profesor studi sejarah dan Asia dari University of Connecticut, termasuk salah satu di antara sarjana lain yang berjasa membuka arsip ini.
Simpson memanfaatkan Undang-Undang Kebebasan Informasi AS untuk mendesak lembaga arsip AS segera melakukan deklasifikasi dokumen. Simpson juga dibantu oleh John Roosa, sejarawan penulis Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto (2007).
Dokumen-dokumen yang baru dirilis menambah daftar catatan arsip tentang hubungan AS-Indonesia. Sebelumnya, Arsip Keamanan Nasional telah lebih dulu mempublikasikan arsip mengenai pendudukan Indonesia atas Timor-Timur serta pembantaian massal yang terjadi pada dekade 1960-an.
Penulis: M Faisal
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Salah satu isi arsip rahasia 34 dokumen ini adalah perintah langsung dari Prabowo Subianto untuk menghilangkan aktivis
Sumber: Tirto.Id
0 komentar:
Posting Komentar