Reza Jurnaliston | Kompas.com - 23/07/2018, 09:10 WIB
Ibu korban Tragedi Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih mengikuti aksi Kamisan ke-500 yang digelar Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/7/2017). Dalam aksi bersama itu mereka menuntut komitmen negara hadir menerapkan nilai kemanusiaan dengan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. (ANTARA FOTO/FANNY OCTAVIANUS)
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menggagas pembentukan Dewan Kerukunan Nasional ( DKN).
Nantinya, DKN menjadi lembaga yang membahas permasalahan dan menemukan solusi terbaik mengenai kasus konflik, termasuk pelanggaran hak asasi manusia ( HAM) berat di masa lalu.
Namun, wacana pembentukan DKN itu menuai polemik. Suara-suara yang menolak pembentukan DKN pun bermunculan. Suara penolakan paling nyaring datang dari kelompok masyarakat sipil, aktivis HAM, juga keluarga korban dan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu. Pembentukan DKN ditolak, sebab mereka berharap pemerintah tetap menyelesaikan kasus itu melalui jalur yudisial alias pengadilan.
Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan, Maria Sumarsih mengatakan, para keluarga korban dan korban pelanggaran HAM menolak keberadaan DKN karena dikhawatirkan akan memberikan impunitas untuk pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Menurut Sumarsih, bagaimanapun juga proses hukum pengusutan pelanggaran HAM harus tetap dilakukan. "Apa pun, harus dibuktikan di pengadilan," tutur Sumarsih, dalam konferensi pers di Kantor Kontras pada Kamis (19/7/2018) lalu.
Pelopor Aksi Kamisan ini pun berharap Presiden Joko Widodo untuk tidak meneken perpres yang mengesahkan pembentukan DKN.
"Kami korban dan keluarga korban pelanggaran HAM menyatakan keberatan terhadap ide pembentukan DKN, termasuk perpres yang akan dimintakan persetujuan Presiden," kata Sumarsih, yang merupakan ibu dari korban Tragedi Semanggi I, Bernardus Realino Norma Irawan.
Jaksa Agung mempertanyakan Penolakan terhadap pembentukan Dewan Kerukunan Nasional disesali Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Tidak hanya itu, Prasetyo bahkan mempertanyakan sejumlah pihak yang menolak pembentukan DKN.
"Itu kami perlu pertanyakan lagi, apakah betul mewakili seluruh keluarga dari yang dikatakan korban pelanggaran berat HAM masa lalu? Kami perlu klarifikasi dulu," ujar Prasetyo, Sabtu (21/7/2018).
Prasetyo menuturkan, pada prinsipnya pemerintah ingin menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu secara tuntas dan terang benderang. Baca: Jaksa Agung: Penolak DKN Apa Mewakili Seluruh Korban Pelanggaran HAM?
Menurut dia, penyelesaian kasus pelanggaran HAM tidak harus diselesaikan lewat pengadilan. Dia menilai, bisa juga melalui pendekatan non yudisial, tergantung kepada kasus yang dihadapi.
"Bisa yudisial (pengadilan), tapi juga dibenarkan undang-undang untuk pendekatan non-yudisial, melalui rekonsiliasi dan sebagainya. Semuanya tentu perlu kajian yang mendalam dan kita belum lihat realitas yang ada," ujar Prasetyo.
Penulis : Reza Jurnaliston
Editor : Bayu Galih
Editor : Bayu Galih
0 komentar:
Posting Komentar