Senin, 11 Desember 2017 |
06:08 WIB
Ilustrasi/Protes aksi pelanggaran
HAM di Indonesia.
VIVA – Minggu, 10 Desember 2017 menjadi peringatan
hari hak asasi manusia (HAM) sedunia ke-69. Pemerintah RI melalui Kementerian
Hukum dan HAM ikut menyelenggarakan acara peringatan hari HAM di Surakarta,
Jawa Tengah. Presiden Joko
Widodo langsung yang membuka acara peringatan tersebut.
Penegakan HAM memang masih menjadi persoalan yang belum
tuntas di setiap pergantian pemerintahan. Menjadi salah satu program
pemerintah, namun praktik penyelesaiannya memang tak mudah.
Presiden Jokowi mengakui hal
ini. Selama tiga tahun pemerintahannya, penegakan HAM masih menjadi pekerjaan
rumah.
"Saya menyadari masih banyak pekerjaan besar, pekerjaan rumah perihal penegakan HAM yang belum bisa tuntas diselesaikan," kata Jokowi di Ballroom Hotel Sunan, Surakarta, Jawa Tengah, Minggu, 10 Desember 2017.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) punya
catatan terkait pencapaian Jokowi soal penegakan HAM. Anggota Komnas HAM
periode 2012-2017, Natalius Pigai mengatakan sulit berharap banyak terhadap
pemerintahan Jokowi.
Rasa pesimistis ini lantaran tahapan proses penegakan
masalah HAM seperti terkesan berhenti di tempat alias stagnan. Tak sesuai
dengan janji Jokowi ketika kampanye dengan janji akan memperhatikan penegakan
HAM. Padahal, penegakan HAM tertuang dalam Nawacita Jokowi.
Dari catatannya, ada beberapa kasus pelanggaran HAM besar
seperti tragedi 1965, peristiwa penembakan misterius tahun 1980-an, peristiwa
Talangsari 1989, hingga kerusuhan Mei 1998. Dari beberapa kasus tersebut,
menurut Pigai, tragedi 1965 sebenarnya sudah dimulai prosesnya di era
pemerintahan Jokowi. Namun, hal ini seperti kembali 'menguap'.
"Penyelidikan tragedi 1965 kan sudah direkomendasikan ke jaksa agung tapi belum bisa ditindaklanjuti. Ini kan stagnan namanya," ujar Pigai kepada VIVA, Minggu 10 Desember 2017.
Foto: Aksi pendemo saat
acara Kamisan di depan Istana.
Pesimistid Pigai berlanjut karena tahun depan sudah
memasuki tahun politik. Sulit membahas penegakan HAM di tahun politik. Ia
khawatir bila ada rencana proses pembahasan penegakan HAM bisa diduga menjadi
momentum untuk Pemilu 2019. Dengan sisa sekitar 1,5 tahun pemerintahan Jokowi,
sulit berharap persoalan HAM besar bisa tuntas.
"Kita sadar pasti lah. Penyelesaian persoalan hukum itu tidak gampang dan butuh waktu. Tahun depan, sudah agenda politik. Jokowi tinggal 1,5 tahun lagi, sulit berharap," tutur Pigai.
Pelanggaran HAM
Masa Kini
Foto: Aksi teatrikal
keadilan penegakan kasu HAM.
Penuntasan masalah HAM besar memerlukan kekompakan antara
presiden dengan kabinet kerjanya. Bila tak ada kesolidan antara pejabat menteri
sulit mempraktikkannya. Keinginan untuk menyelesaikan hanya sebatas rencana
yang sulit terwujud. Polemik Simposium Tragedi 1965 yang pernah digagas
pemerintahan Jokowi menjadi
contohnya.
Luhut Binsar
Panjaitan ketika itu masih menjabat Menko Polhukam mewakili pemerintah
menggelar simposium Tragedi 1965. Acara ini digelar 18-19 April 2016 di Hotel
Aryaduta, Jakarta. Dalam simposium tersebut, dihadirkan korban tragedi 1965,
mantan perwira tinggi TNI, sejarawan, dan sejumlah tokoh yang mengetahui
peristiwa berdarah tersebut.
Saat itu, menurut Pigai, antara Presiden Jokowi dan menteri
terkait terkesan seperti tak kompak. Belum lagi pejabat menteri terkait 'dingin'
bila bekerjasama dengan Komnas HAM.
"Perlu waktu dan kesolidan kepala negara, menteri, dan lembaga HAM. Harus diakui proses tahapan saja sulit, apalagi bahas penyelesaian. Jadi jangan seperti dongeng, tak ada solusi," jelas Pigai.
Anggota Komnas HAM periode 2017-2022, Beka Ulung Hapsara
mengatakan, peringatan hari HAM sebaiknya menjadi refleksi penegakan masalah
HAM. Bila memang tak bisa menuntaskan peristiwa tragedi besar masa lalu
sebaiknya fokus dalam penyelesaian penegakan HAM saat ini.
"Refleksi mestinya bisa dengan menyelesaikan penegakan HAM era sekarang. Yang diketahui saat ini," kata Beka kepada VIVA, Minggu, 10 Desember 2017.
Pelanggaran HAM, menurut Beka, kerap terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Kebijakan yang belum dipahami masyarakat biasanya akan
memunculkan korban seperti misalnya penggusuran lahan karena pembangunan
infrastruktur.
Beka menyebut kasus di Kulonprogo, Yogyakarta menjadi
contoh salah satu kasusnya. Pembangunan New Yogyakarta International Airport
(NYIA), di Kulonprogo menjadi penyebabnya. Belajar dari kasus ini, pembangunan
infrastruktur era Jokowi harus
diimbangi dengan pemenuhan hak rakyat yang terkena dampaknya.
"Kayak seperti di Kulon Progo saja. Pembangunan infrastruktur harus disertai penghormatan hak warga," ujar Beka.
Catatan lain terkait kekerasan aparat terhadap warga
sipil. Jumlah ini bukan cenderung menurun tapi justru bertambah. Minimnya
sanksi hukuman menjadi salah satu faktornya. Tak ada sanksi tegas dinilai tak
membuat jera pelaku pelanggaran HAM.
Tantangan Jokowi
Pemerintahan Jokowi diminta
solid untuk pemasalah penegakan HAM. Masalah ini dinilai sensitif dalam
penyelesaiannya. Bila Jokowi dan
pejabat menteri terkait kompak bisa meredam kepentingan sektoral maka solusi
penyelesaian akan muncul. Permasalahan yang sering disoroti karena sikap
berbeda antar pejabat menteri.
"Ini diharapkan tidak terjadi lagi dan menjadi tantangan Jokowi," kata Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani.
Tantangan Jokowi yang lain
adalah status Indonesia dengan negara kepulauan luas. Konsekuensi kerap
munculnya pelanggaran HAM di berbagai daerah menjadi konsekuensinya. Terkait
persoalan ini, Jokowi mesti
bisa mensosialisasikan program seperti human right cities.
Kriteria dalam hal ini antara lain perlindungan terhadap
perbedaan keyakinan, fasilitas yang melindungi hak warga negara, perlindungan
terhadap penyandang disabilitas, dan penanganan atas kemiskinan.
"Bagaimana bisa mengembangkan daerah, kota yang berwawasan HAM. Bila ini sudah bisa maka pelanggaran terhadap HAM mungkin bisa menurun," tutur Arsul.
Dalam pembukaan peringatan HAM sedunia ke-69 di
Surakarta, Jawa Tengah, Jokowi mengapresiasi kepada kepala daerah yang mampu
mengembangkan daerah berwawasan HAM.
Diakui Jokowi, penegakan HAM membutuhkan kerjasama antara
pemerintah pusat dan daerah serta seluruh komponen masyarakat. Sinergisitas
antara pusat dan daerah ini ke depannya yang akan menjadi tantangan lain
Jokowi.
Foto: Ilustrasi saat
pengaduan ke Komnas HAM
Jakarta Terbanyak
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) mengumumnkan riset terbarunya terkait kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) di Tanah Air. Menurut data KontraS, DKI Jakarta merupakan
provinsi terbanyak pada 2017, yang memunculkan peristiwa pelanggaran HAM.
Peneliti Divisi Riset dan Advokasi KontraS, Ananto
mengatakan, tercatat ada 33 kasus pelanggaran HAM di DKI Jakarta. Bentuk
pelanggaran ini masuk ke dalam bentuk pelarangan kebebasan berpendapat atau
berekspresi.
"DKI tidak terlepas dari momentum politik yang sangat tegang di tahun 2017 ini," kata Ananto, Minggu 10 Desember 2017.
Mayoritas pelanggaran HAM itu umumnya berkaitan dengan
Pemilihan kepala Daerah. Dari jumlah itu, sebanyak 39 orang mengalami
intimidasi, lalu 19 orang luka-luka dan 16 orang mengalami penahanan.
Adapun total kasus pelanggaran HAM di berbagai
daerah terkait kebebasan berekspresi mencapai 223 kasus. Setelah Jakarta,
Sulawesi Selatan menempati posisi kedua sebagai provinsi dengan dengan 30 kasus
kejadian.
"Bentuk-bentuk pelanggaran yang masih masif antara Januari-Oktober 2017 itu adalah pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar Ananto.
0 komentar:
Posting Komentar