Reporter: Dipna Videlia Putsanra | 07 Desember, 2017
Calon Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di Komisi I, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/12). tirto.id/Andrey Gromico
KontraS juga mengkritisi proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR RI yang tidak mampu mengelaborasi lebih dalam pertanyaan mengenai visi dan misi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memaparkan sembilan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh calon Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, di antaranya seperti menghapus kultur kekerasan dalam tubuh TNI hingga komitmen TNI dalam kasus pelanggaran HAM.
KontraS pun mengkritisi proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR RI yang tidak mampu mengelaborasi lebih dalam pertanyaan mengenai visi dan misi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto jika menjabat sebagai Panglima TNI.
"Kami juga menyayangkan Komisi I tidak memberikan arahan ketika merekomendasikan Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Bagi kami tugas DPR ketika uji kelayakan dan kepatutan bukan sekedar memeriksa komitmen, visi dan rencana kerja. Namun seharusnya bisa memberikan catatan-catatan yang harus dilakukan sesuai dengan agenda reformasi sektor keamanan," kata KontraS, dalam rilis yang diterima Tirto, Kamis (7/12/2017).
Menurut KontraS, calon Panglima TNI harus mampu mengubah wajah TNI yang erat dengan kekerasan menjadi tentara yang humanis dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sepanjang 2016-2017 KontraS mencatat sedikitnya telah terjadi 138 peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang melibatkan anggota TNI, dan mengakibatkan 15 tewas, 124 luka-luka, dan 61 orang mengalami kerugian.
Selain itu, penting bagi calon Panglima TNI yang baru untuk meninjau dan mengevaluasi ulang pelibatan TNI dalam RUU Terorisme, karna berpotensi menabrak supremasi sipil dan mengancam hak asasi manusia. Melalui UU TNI sebenarnya TNI telah memainkan banyak peran dalam operasi melumpuhkan teroris.
Calon Panglima TNI yang baru juga harus mendorong revisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer sebagai satu-satunya alat uji akuntabilitas yang justru kerap dijadikan dalih mangkirnya aparat TNI dalam sejumlah tindak pidana maupun pelanggaran HAM.
Tolak ukur keberhasilan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI, menurut KontraS juga berkaitan dengan netralitas TNI dalam kepentingan politik, hal ini menjadi tugas utama bagi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menjaga stabilitas politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan Pemilihan Umum 2019.
Hadi Tjahjanto juga harus mengevaluasi kebijakan MoU TNI dengan Kementerian/Lembaga yang tidak berhubungan dengan tugas TNI. Hadirnya sejumlah MoU tersebut memberikan kemudahan bagi TNI untuk kembali berkecimpung dalam ranah sipil tanpa persetujuan Presiden dan DPR RI.
Hadi diminta untuk memastikan anggotanya tidak terlibat dalam berbagai praktik bisnis guna menjamin profesionalisme institusi TNI. Berdasarkan catatan KontraS, sedikiditnya 42 Persitiwa kekerasan dalam konteks bisnis dan sengketa lahan terjadi sepanjang 2016 hingga 2017.
Calon Panglima TNI yang baru harus melakukan evaluasi menyeluruh atas penggunaan pendekatan keamanan di Papua yang selama ini terbukti tidak menyelesaikan persoalan.
Salah satu hal lainya yang juga menjadi pekerjaan rumah calon Panglima TNI yang baru adalah merajut kembali harmonisasi antara institusi TNI dengan berbagai institusi/lembaga lainnya yang sempat memburuk selama kepemimpinan Panglima TNI periode sebelumnya.
Berkaitan dengan komitmen HAM dan pelanggaran HAM yang berat pada masa lalu, Panglima TNI ke depan seharusnya bisa memberikan terobosan terhadap upaya pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui berbagai kewenangan yang dimilikinya.
KontraS pun mengkritisi proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR RI yang tidak mampu mengelaborasi lebih dalam pertanyaan mengenai visi dan misi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto jika menjabat sebagai Panglima TNI.
"Kami juga menyayangkan Komisi I tidak memberikan arahan ketika merekomendasikan Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Bagi kami tugas DPR ketika uji kelayakan dan kepatutan bukan sekedar memeriksa komitmen, visi dan rencana kerja. Namun seharusnya bisa memberikan catatan-catatan yang harus dilakukan sesuai dengan agenda reformasi sektor keamanan," kata KontraS, dalam rilis yang diterima Tirto, Kamis (7/12/2017).
Menurut KontraS, calon Panglima TNI harus mampu mengubah wajah TNI yang erat dengan kekerasan menjadi tentara yang humanis dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sepanjang 2016-2017 KontraS mencatat sedikitnya telah terjadi 138 peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang melibatkan anggota TNI, dan mengakibatkan 15 tewas, 124 luka-luka, dan 61 orang mengalami kerugian.
Selain itu, penting bagi calon Panglima TNI yang baru untuk meninjau dan mengevaluasi ulang pelibatan TNI dalam RUU Terorisme, karna berpotensi menabrak supremasi sipil dan mengancam hak asasi manusia. Melalui UU TNI sebenarnya TNI telah memainkan banyak peran dalam operasi melumpuhkan teroris.
Calon Panglima TNI yang baru juga harus mendorong revisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer sebagai satu-satunya alat uji akuntabilitas yang justru kerap dijadikan dalih mangkirnya aparat TNI dalam sejumlah tindak pidana maupun pelanggaran HAM.
Tolak ukur keberhasilan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI, menurut KontraS juga berkaitan dengan netralitas TNI dalam kepentingan politik, hal ini menjadi tugas utama bagi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menjaga stabilitas politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan Pemilihan Umum 2019.
Hadi Tjahjanto juga harus mengevaluasi kebijakan MoU TNI dengan Kementerian/Lembaga yang tidak berhubungan dengan tugas TNI. Hadirnya sejumlah MoU tersebut memberikan kemudahan bagi TNI untuk kembali berkecimpung dalam ranah sipil tanpa persetujuan Presiden dan DPR RI.
Hadi diminta untuk memastikan anggotanya tidak terlibat dalam berbagai praktik bisnis guna menjamin profesionalisme institusi TNI. Berdasarkan catatan KontraS, sedikiditnya 42 Persitiwa kekerasan dalam konteks bisnis dan sengketa lahan terjadi sepanjang 2016 hingga 2017.
Calon Panglima TNI yang baru harus melakukan evaluasi menyeluruh atas penggunaan pendekatan keamanan di Papua yang selama ini terbukti tidak menyelesaikan persoalan.
Salah satu hal lainya yang juga menjadi pekerjaan rumah calon Panglima TNI yang baru adalah merajut kembali harmonisasi antara institusi TNI dengan berbagai institusi/lembaga lainnya yang sempat memburuk selama kepemimpinan Panglima TNI periode sebelumnya.
Berkaitan dengan komitmen HAM dan pelanggaran HAM yang berat pada masa lalu, Panglima TNI ke depan seharusnya bisa memberikan terobosan terhadap upaya pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui berbagai kewenangan yang dimilikinya.
Sumber: Tirto.Id
0 komentar:
Posting Komentar