by Dhianita Kusuma Pertiwi -
April 28, 2019
Judul: Gerwani bukan PKI: Sebuah Gerakan Feminisme
Terbesar di Indonesia
Penulis: Hikmah Diniah
Tahun: 2017
Penerbit: Carasvati Books
Jumlah halaman: 236
Penulis: Hikmah Diniah
Tahun: 2017
Penerbit: Carasvati Books
Jumlah halaman: 236
Sebagian besar dari kita, masyarakat Indonesia, terlepas
dari angkatan kelahiran tahun berapa, rasanya sudah hapal betul dengan narasi
besar tentang Gerwani.
Narasi besar yang dimaksud dalam hal ini adalar narasi yang dibentuk dan
disokong oleh buku-buku sejarah Nasional dan diajarkan di sekolah-sekolah. Itu
merupakan narasi yang sama yang dapat kita dapatkan dengan menonton film Pengkhianatan
G30S/PKI. Dan tulisan ini akan membahas sebuah buku yang menawarkan hal yang
berbeda dari narasi besar tersebut.
Salah satu poin utama yang ditekankan dari buku ini sejak
awal adalah bahwa Gerwani tidak sama dengan PKI. Anggapan yang menyetujui
kesamaan atau kemesraan di antara kedua organisasi tersebut tentu saja dibentuk
oleh narasi sejarah nasional yang dicecarkan oleh pemerintah melalui berbagai
media. Gerwani dan PKI ditempatkan di kubu yang sama, yakni pengkhianat negara
yang berupaya menanggalkan keajegan Pancasila dengan tindakan yang keji. Bahkan
Gerwani mendapatkan persekusi yang lebih substansial karena narasi Orde Baru
menyinggung isu seksualitas dari perkumpulan yang memang dibentuk untuk
perempuan tersebut.
Buku ini menyadarkan pembaca bahwa Indonesia sebenarnya
pernah memiliki sejumlah organisasi perempuan dengan gerakan yang cukup
progresif. Sejak akhir abad ke-19, telah bermunculan tokoh-tokoh perempuan yang
menjadi pelopor pembentukan gerakan dengan tujuan yang sangat kontekstual.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain Dewi Sartika, Rohana Kudus, dan R.A. Kartini.
Mereka adalah para perempuan yang sadar dengan permasalahan yang dihadapi
kaumnya pada kurun waktu tertentu dan latar belakang budaya tertentu.
Periode tahun 1920-an dan 1930-an yang dibarengi dengan
perkembangan pergerakan nasionalis untuk melawan kolonialisme menunjukkan
peningkatan pada kemunculan organisasi-organisasi perempuan. Salah satunya
adalah Istri Sedar yang nantinya secara ideologis akan menjadi cikal bakal berdirinya
Gerakan Wanita Sedar (Gerwis) yang kemudian berganti nama menjadi Gerwani.
Penjabaran lini masa sejarah organisasi perempuan yang pernah ada di Indonesia
dalam buku ini disajikan dengan ringkas dan mudah untuk dipahami.
Sejumlah organisasi perempuan memainkan peran penting
dalam perjuangan pencapaian kemerdekaan Indonesia. Organisasi-organisasi
tersebut kebanyakan membentuk sekolah-sekolah partikelir yang dibuka untuk
masyarakat lokal. Pemerintah kolonial pada saat itu menetapkan aturan-aturan yang
membatasi masyarakat Indonesia bersekolah. Oleh karena itu, organisasi
perempuan memainkan peran penting dalam mendorong pendidikan masyarakat
Indonesia sampai kemerdekaan.
Sayangnya dua dekade kemudian, keadaan tersebut berubah
drastis dikarenakan peristiwa ’65–’66. Ketetapan pemerintah untuk membubarkan
partai komunis dan kelompok-kelompok lainnya yang berafiliasi dengan paham
komunisme memberikan imbas kepada pergerakan dan organisasi perempuan. Gerwani
merupakan salah satu organisasi perempuan yang terkena imbas paling besar dari
peristiwa tersebut karena tuduhan afiliasinya dengan partai komunis. Organisasi
tersebut dilarang untuk beraktifitas dan beberapa anggotanya ditangkap serta
dipenjara sebagai tahanan politik.
Peristiwa tersebut dinilai dalam buku ini sebagai
momentum yang bersifat sangat destruktif terhadap perjalanan pergerakan
perempuan di Indonesia. Hal ini dikarenakan Gerwani sempat menjadi organisasi
perempuan yang progresif pada masanya. ‘Perlawanan’ yang dilakukan oleh Gerwani
menyasar sejumlah isu yang terjadi di masyarakat, terutama yang memosisikan
perempuan dalam tempat yang kurang menguntungkan, antara lain: praktik
poligami, harga kebutuhan rumah tangga yang tinggi, dan pernikahan di usia
muda. Pelarangan terhadap organisasi Gerwani disertai dengan stigma komunis
oleh pemerintah Orde Baru yang menempatkan kelompok tersebut berafiliasi
langsung dengan partai komunis.
Hal tersebut yang ingin dikaji ulang oleh buku ini dengan
menjelaskan kembali sejarah dan aktivitas keorganisasian Gerwani. Selain itu,
buku ini juga berupaya mematahkan stigma Orde Baru yang sangat kuat terkait
partisipasi organisasi perempuan tersebut dalam peristiwa G30S.
Propaganda Orde Baru menarasikan Gerwani sebagai
organisasi perempuan sayap kiri yang berafiliasi langsung dengan PKI, atau
kelompok perempuan dari partai politik tersebut. Padahal Gerwani tidak
terbentuk di bawah PKI dan relasi keduanya sebagai dua organisasi besar sebelum
G30S tersebut tidak seperti yang dinarasikan dalam buku-buku sejarah nasional.
Melalui penelusuran arsip-arsip organisasi yang tidak
banyak dibahas dalam literatur lain, buku ini memaparkan sejarah dan ideologi
Gerwani tanpa embel-embel bersifat menuduh yang selama ini dipropagandakan dan
dipelihara sampai hari ini. Oleh karena itu, buku ini merupakan bacaan yang
tepat bagi pembaca yang ingin mengetahui hubungan antara PKI dengan Gerwani dan
juga aktivitas kelompok tersebut pada masa kejayaannya.
0 komentar:
Posting Komentar