Oleh Ikhwan Hastanto | 05 September 2019, 5:33pm
Sudah 600 Kamis berlalu, keluarga korban pelanggaran HAM
terus diminta menunggu pemerintah yang "sedang mempelajari
berkasnya." Dari ibu-ibu di seberang istana itu, kita belajar tentang
kemanusiaan.
IBU-IBU YANG ANAKNYA JADI KORBAN PELANGGARAN HAM SAAT
1998 MENGIKUTI AKSI KAMISAN DI SEBERANG ISTANA NEGARA. FOTO OLEH WILLY
KURNIAWAN/REUTERS
Kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said
Thalib cuma satu dari sekian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang
penyelesaiannya mangkrak. Selama bertahun-tahun, kasus Munir menjadi kerikil
dalam sepatu orang yang menjabat presiden.
"Kasus Munir adalah test of our history," kata Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004.Kepemimpinan berganti, dan ucapan menghibur hati kembali disuarakan.
"PR kita adalah pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus Mas Munir. Ini juga perlu diselesaikan," ucap Presiden Jokowi di September 2016.Satu kata untuk mewakili situasi penyelesaian kasus HAM di Indonesia: Suram. Sebab kata-kata tinggal kata-kata. Dua periode SBY selesai, periode kedua pemerintahan Jokowi menjelang, kasus Munir masih menggantung sebagaimana kasus-kasus HAM lainnya.
Apakah pemerintah ingin berlalunya tahun demi tahun
membuat kasus-kasus itu dilupakan? Jika iya, Aksi Kamisan tak akan
membiarkannya terjadi. Hari ini (5/9) aksi yang rutin diselenggarakan di depan
Istana Negara itu telah tiba di Kamis ke-600-nya. Enam ratus Kamis berlalu,
pemerintah masih diam, dan aksi para orang tua dan famili korban pelanggaran
HAM itu jalan terus.
Pertama kali digelar pada 9 Januari 2007, Aksi Kamisan
bertujuan mengingatkan pemerintah dan masyarakat agar menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran HAM. Termasuk pembunuhan Munir, Marsinah, Kerusuhan 1998, Trisakti,
Semanggi I dan II, dan lainnya.
Inisiatornya adalah Jaringan Solidaritas Korban untuk
Keadilan (JSKK), Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK), serta Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Tahun ini, aksi diam menggunakan
pakaian dan payung serbahitam di depan Istana Negara ini telah menginjak usia
ke-12 tahun.
Mengutip Asumsi, hari Kamis dipilih karena pada ketika dimulai Kamis
adalah satu-satunya hari ketika para pencetus aksi bisa meluangkan waktu turun
ke jalan. Istana Negara dipilih sebagai tempat aksi mengingat istana adalah
simbol pusat kekuasaan. Waktu sore antara pukul 16.00 sampai 17.00 WIB juga
dipilih, karena merupakan jam lalu lintas ramai sehingga besar kemungkinan
menarik perhatian masyarakat.
Maria Catarina Sumarsih, salah seorang pencetus aksi—anaknya terbunuh dalam Tragedi Semanggi I—mengatakan di awal tahun ini, Aksi Kamisan baru akan
berhenti apabila tinggal tersisa tiga orang peserta aksi saja. Tapi kayaknya
aksi ini mustahil akan terhenti mengingat jumlah peserta terus bertambah,
terutama dari kalangan muda.
Youth Proactive, sebuah gerakan yang mendorong anak muda
berperan aktif dalam gerakan sosial-politik, turut menerbitkan satu surat terbuka kepada Jokowi per hari
selama seminggu menjelang gelaran ke-600 Aksi Kamisan hari ini.
Dukungan tidak cuma datang dari Jakarta, kota tempat Aksi
Kamisan pertama dimulai. Sampai tahun ini Aksi Kamisan telah diduplikasi
di lebih dari 20 kota seperti Yogyakarta, Ternate,
Surabaya, Malang, Bandung, Semarang, Solo, dan Ambon. Selain di darat, kempanye
udara juga dilancarkan lewat akun Twitter @aksikamisan (27
ribu pengikut) dan akun Instagram @aksikamisan (46
ribu pengikut). Plus per April lalu, pegiat Aksi Kamisan merilis podcast seputar
isu HAM di Indonesia bertajuk “MudahMudaHAM”.
Namun, antusiasme serupa tidak terjadi di pemerintahan.
Durasi Aksi Kamisan yang jadi sangat panjang hanya dimungkinkan karena peserta
aksinya konsisten aksi. Sebaliknya pemerintah konsisten diam saja. Selama 12
tahun, tercatat hanya dua kali presiden Indonesia mau menemui peserta Aksi
Kamisan.
Pertemuan pertama terjadi pada 26 Maret 2008 ketika
Presiden SBY menerima Usmad Hamid (saat itu mewakili lembaga KontraS), Karina
Supelli (intelektual), Maria Catarina Sumarsih, dan beberapa orang lain di
Istana Negara. "Saya percaya Bapak Presiden tahu bahwa setiap Kamis jam 4
sampai jam 5 sore itu ada orang-orang berpakaian hitam dan berpayung hitam di
depan Istana. Saya tahu Bapak berkali-kali lewat di depan kami yang sedang Aksi
Kamisan di seberang Istana," ujar Sumarsih kepada Asumsi, mengulang ucapannya kepada SBY di pertemuan
tersebut.
Menurut Sumarsih, saat itu SBY hanya merespons bahwa
berkas penyelidikan Komnas HAM atas Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi
II hilang saat dipegang Kejaksaan Agung. SBY juga menyampaikan hukum harus
ditegakkan melalui mekanismenya, dan yang bersalah harus dihukum.
Setelah pertemuan tersebut, tidak ada tindak lanjut dari
rezim SBY. Hingga kemudian pada 31 Mei 2018, atau empat tahun setelah dilantik,
Jokowi menemui perwakilan peserta Aksi Kamisan di Istana.
Tanggapan Jokowi?
"Bapak Presiden masih akan mempelajari berkas yang kami sampaikan agar penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu benar-benar bisa segera diwujudkan," ujar Sumarsih kepada BBC Indonesia, sesaat setelah pertemuan selesai.
Berkas yang hilang, berkas yang dipelajari, tambah lagi
berkas laporan tim pencari fakta kasus Munir yang tak pernah dibuka. Begitu
banyak berkas untuk membuat keluarga serta korban terus menunggu keadilan.
Kamis ke-600 adalah buah dari konsistensi Sumarsih dan
kawan-kawan, sekalipun ujung perjuangan mereka belum juga terlihat. Kepada
mereka, semua orang di negara ini harus belajar tentang arti keberanian, serta
kegigihan menghormati kemanusiaan.
Sedangkan untuk pemerintah, gerak lamban aparat menyelesaikan persoalan prinsipil yang terus menjadi noda bangsa ini. Untuk negara yang mengklaim demokratis, hanya ada satu kata untuk mewakili seruan yang berdiri di seberang istana dan jutaan lainnya yang tidak ikut Kamisan: Suram.
Sedangkan untuk pemerintah, gerak lamban aparat menyelesaikan persoalan prinsipil yang terus menjadi noda bangsa ini. Untuk negara yang mengklaim demokratis, hanya ada satu kata untuk mewakili seruan yang berdiri di seberang istana dan jutaan lainnya yang tidak ikut Kamisan: Suram.
0 komentar:
Posting Komentar