Oleh: Andri Setiawan
Kecintaan para tapol Pulau Buru pada anjing peliharaan
mereka memicu "perang".
Tapol di Pulau Buru.
(visualdocumentationproject.wordpress.com).
“Leo ini besok kita sembelih,” kata seorang tahanan politik (tapol) Pulau Buru kepada kawan-kawannya.
“Oh jangan! Leo ini kalau masuk hutan, di depan ada ular dia cepet. Jangan, jangan Leo!” sergah majikan Leo.
“Hercules kita potong,” usul yang lainnya.
“Jangan Hercules!” seru majikan Hercules.
Keributan pun terjadi. Setiap sebuah nama diajukan,
selalu ada yang menolaknya. Leo, Hercules, dan nama-nama itu adalah nama anjing
peliharaan para tapol Pulau Buru. Anjing mana yang akan disembelih besok, bisa
menjadi topik perdebatan yang panas.
“Jadi setiap kita mau potong anjing, perang!” kata Lukas Tumiso, seorang bekas tapol Pulau Buru yang kini tinggal di Panti Jompo Waluya Sejati Abadi, Jalan Kramat V, Jakarta Pusat.
Lukas Tumiso ditahan di Pulau Buru sejak Agustus 1969
hingga Desember 1979. Laki-laki berusia 79 tahun ini masih bisa bercerita
panjang lebar tentang kondisi Pulau Buru saat ia ditahan, tentang kisahnya
menyelamatkan karya-karya Pramoedya Ananta Toer, hingga yang tak kalah menarik,
tentang bagaimana para tahanan mendapat asupan daging.
Salah satu sumber daging di kamp adalah dari
anjing-anjing yang dipelihara di sana. Sayangnya, setiap anjing tentu saja
punya cerita tersendiri bagi pemiliknya.
Ada anjing yang ditemukan dalam keadaan pincang dan
dirawat hingga sehat. Ada anjing diberi makan seperti anak sendiri, bahkan
mendapat makanan lebih enak dari pemiliknya. Sehingga untuk menyembelih satu
ekor anjing saja, mereka harus "perang".
“Akhirnya kita buat arisan. Semua harus setuju arisan. Siapa yang enggak setuju? Kalau enggak, perang!” ujar Tumiso.
Menurut Tumiso, kecintaan mereka terhadap anjing-anjing
peliharaannya memang luar biasa. Urusan makanan misalnya, pemilik anjing
seringkali mendahulukan anjingnya. Ketika mendapat ikan yang kecil-kecil, para
tapol biasanya masih mencari-cari daging ikannya barang cuma secuil. Sedangkan
mereka yang punya anjing langsung memberikannya kepada anjing peliharaannya.
Bahkan beberapa pemilik mengunyahkan makanan untuk anjingnya agar si anjing
menurut.
“Nurutnya setengah mati, pinter, gemuk. Dia lebih cinta anjingnya, dia makan kuahnya aja. Daun singkong yang dihabisin, ikannya buat anjing,” ujar Tumiso.
Sumber daging biasa didapat pula setiap peringatan Hari
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Setiap tapol mendapat jatah daging dan
bisa memilih daging yang mereka inginkan. Sapi, kambing, atau anjing.
Satu ekor sapi, jelas Tumiso, cukup untuk 32 orang, satu
orang biasanya mendapat satu rantang daging. Untuk satu ekor kambing, cukup
untuk 12 hingga 16 orang, sama halnya dengan anjing.
Tumiso seringkali memilih antrean paling sedikit agar
mendapat daging lebih banyak. Sementara itu, barangkali karena banyak tapol
yang menyayangi anjing, antrean daging anjing biasanya paling pendek.
“Kambing ada 17, ah pindah sapi. Sapi, sapi berapa? Anjing? Anjing hanya 11 orang,” kata Tumiso, maka ia pun sering memilih antrean daging anjing.
0 komentar:
Posting Komentar