Minggu, 22 Jan 2017 , 17:34
Tak banyak orang
yang mengingat dan mengenal sosok Pater Beek dalam sejarah bangsa Indonesia
menimbulkan tanda tanya besar, mengapa orang yang perannya begitu penting bisa
dilupakan?
Pater Beek merupakan salah satu agen Central Intelligence Agency (CIA) United States of America (USA) yang mendapat tugas menghancurkan Soekarno dan komunisme di Indonesia dalam tahun 1965-1966.
Selain menjadi
agen CIA, Pater Beek juga seorang agen Freemason, organisasi zionis Yahudi
internasional yang diduga telah ada di Indonesia sejak tahun 1945 untuk
membendung gerakan Islam radikal.
Dengan demikian,
sebagai agen ganda Pater Beek yang lahir di Belanda pada 12 Maret 1917 dengan
nama Josephus Beek, memiliki dua misi sekaligus, yakni menghancurkan komunisme
dan Islam.
Bagaimana dia
menghancurkan komunisme dan Soekarno, serta Islam di Indonesia, akan menjadi
fokus bahasan Cerita Pagi kali ini.
Pater Beek
pertama kali datang dan menetap di Indonesia pada 1939 hingga 1941. Saat itu,
dia membawa misi dari Ordo Jesuit membumikan agama Kristen di Pulau Jawa,
terutama di Jawa Tengah.
Selain itu, dia
juga tekun mempelajari pola hidup masyarakat Jawa dan kepercayaan agamanya.
Kajiannya terhadap agama Islam sangat luas dan mendalam. Tidak ada yang luput
dari perhatiannya.
Dari
penelitiannya itu, dia mengambil kesimpulan bahwa agama Islam yang menjadi bara
perlawanan rakyat di Indonesia. Untuk itu, tidak ada cara lain yang bisa
ditempuh selain melumpuhkan Islam.
Hasil
penelitiannya itu lalu dibawa ke pusat Ordo Jesuit, di Belanda. Pada 1948,
Pater Beek diangkat sebagai pastur dan menjadi pengikut garis keras Ordo
Jesuit. Tahun 1956, dia kembali ke Indonesia.
Saat Pater Beek
sampai di Indonesia, situasi politik dalam negeri sedang tidak menguntungkan
pihak Barat. Dalam setiap pidatonya, Presiden Soekarno selalu mengecam sikap
Barat yang tamak dan rakus.
Soekarno juga
tanpa ragu menunjukkan hubungan persahabatannya yang hangat dengan
negara-negara blok komunis. Tidak ingin Indonesia jatuh ke pangkuan komunisme,
pihak Barat menyusun konspirasi.
Sejumlah agen
terbaik CIA diterjunkan untuk menggulingkan Soekarno dan menghancurkan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Salah seorang agen yang diutus ke Indonesia adalah
Pater Beek.
Misi Pater Beek
di Indonesia, selain menggulingkan Presiden Soekarno dan menghancurkan
komunisme, juga menghancurkan gerakan agama Islam yang dia simpulkan sebagai
bara perlawanan rakyat.
Dalam menjalankan
aksinya, Pater Beek dibantu oleh jaringan lamanya sesama pastur. Sedikitnya ada
dua orang pastur yang bergabung dalam jaringan Pater Beek, yakni Pastur
Melchers dan Pastur Djikstra.
Selain para
pastur, Pater Beek juga menjalin hubungan erat dengan para pemimpin Angkatan
Darat (AD) antikomunis, seperti Soeharto, Yoga Sugama, dan Ali Moertopo.
Hubungan itu dibangun sejak 1950.
Bagaimana para
pimpinan AD ini terlibat dalam jaringan Pater Beek, serta konspirasi CIA dan
Freemason? Berikut ini pembahasannya.
Sebelum menjalin
hubungan dengan ketiga pimpinan AD itu, Pater Beek telah mengetahui
perselingkuhan mereka dengan CIA yang berlangsung sejak pecahnya Peristiwa
Madiun 1948 dan Peristiwa DII/TII.
Dalam dua
peristiwa itu, tampak jelas sikap AD yang sangat anti dengan komunis, namun
tidak mendukung Islam. Hal ini juga telah dipelajari Pater Beek, sebelum dia
menjalin hubungan dengan ketiganya.
Hubungan Pater
Beek dengan ketiga pimpinan AD itu sebenarnya tidak dilakukan secara langsung.
Dalam menjaring Soeharto misalnya, Pater Beek menggunakan pengaruh Yoga Sugama
dan Ali Moertopo.
Begitupun dalam
merekrut Yoga Sugama dan Ali Moertopo, Pater Beek menggunakan mahasiswa Katolik
yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
di Jakarta.Dengan begitu, Pater Beek tetap menjadi aktor di balik layar dan
tidak dikenal, kecuali oleh mereka yang ditarik langsung dan memiliki peran
penting dalam misi menghancurkan Soekarno dan PKI.
Sebelum terjadi
kudeta militer 1 Oktober 1965, Pater Beek melakukan gerakan bawah tanah dengan
memberikan pelatihan dan kursus kepada para pemuda dan mahasiswa yang dikenal
kaderisasi sebulan.
Melalui Partai
Katolik Republik Indonesia, Pater Beek menghimpun para kadernya yang terdiri
dari pemuda dan mahasiswa antikomunis. Dalam pelatihan itu, Pater Beek mendesak
pembentukan aliansi antikomunis.
Atas desakan Pater Beek, lalu terbentuk Kesatuan Aksi Penggayangan Kup
Gestapu pada 3 Oktober 1965. Pada 23 Oktober 1965, organisasi itu berganti nama
Front Pancasila dengan ketuanya Subchan ZE.
Pembentukan Front
Pancasila mendorong lahirnya kesatuan-kesatuan aksi, seperti Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), dan lain
sebagainya.
Pertama-tama,
aksi mereka menuntut pembubaran PKI dan semua organisasi komunis yang ada.
Namun lama kelamaan, tuntutan mereka berkembang semakin berani menjadi turunan
Presiden Soekarno.
Saat gelombang
aksi telah membesar, Pater Beek baru berani turun langsung dengan mahasiswa
KAMI. Dalam gelombang aksi itu, jati diri Pater Beek sebagai orang asing tetap
terlindungi dari umum.
Sejarah mencatat,
aksi KAMI sangat besar dengan jaket kuning yang berasal dari Amerika Serikat.
Jaket itu dibagikan oleh Ali Moertopo agar massa menyatu dengan mahasiswa
Universitas Indonesia (UI).
Saat KAMI
dibubarkan dan digantikan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan
Laskar Arief Rahman Hakim, misi Pater Beek telah mendapatkan
kemenangannya yang pertama.
Kemenangan itu
ditandai dengan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar. Namun
begitu, misi Pater Beek belum sempurna karena masih adanya orang-orang komunis
di Indonesia.Melalui Ali Moertopo, Pater Beek mendapatkan 5.000 nama
orang-orang komunis di daerah-daerah. Nama-nama itu kemudian diserahkan kepada CIA
dan terus diberikan kepada Soeharto untuk “dibersihkan.”
Dengan tumbangnya
Presiden Soekarno dan hancurnya PKI, membuka jalan bagi Pater Beek untuk
melanjutkan misinya sebagai anggota Ordo Jesuit dan agen Freemason, yakni
membumikan agama Kristen.
Pater Beek
meninggal dunia pada 17 September 1983, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit
(RS) Saint Carolus Jakarta. Jasadnya dimakamkan di tempat peristirahatan Ordo
Serikat Yesus Unggaran.
Demikian riwayat
agen CIA dan Freemason Pater Beek berakhir. Sejarah pembantaian massal tahun
1965-1966 di Indonesia ternyata bukan hanya soal ideologi, tetapi juga agama.
___________________________
Penulis: Hasan Kurniawan, sindonews.com
Sumber tulisan: M Sembodo, Pater Beek, Freemason dan CIA, Galan, Februari 2009
___________________________
Penulis: Hasan Kurniawan, sindonews.com
Sumber tulisan: M Sembodo, Pater Beek, Freemason dan CIA, Galan, Februari 2009
Sumber: PribumiNews
0 komentar:
Posting Komentar