Kamis, 19/01/2017 15:07 WIB | Oleh: Ade Irmansyah
Illustrasi
KBR, Jakarta- Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia tetap akan mendorong penuntasan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia berat masa lalu dengan cara tidak melalui pengadilan atau nonyudisial. Pasalnya menurut Dirjen HAM Kemenkumham, Mualimin Abdi, hingga saat ini, Kejaksaan masih menganggap belum lengkap soal penyelidikan Komnas HAM terkait Pelanggaran HAM berat masa lalu.
Apalagi kata dia, Kejaksaan tidak memiliki kewajiban yang mengikat untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.
"Nah, hal-hal yang belum dilengkapi itulah yang dianggap oleh Kejaksaan belum dipenuhi oleh Komnas HAM.(Peran Menkumham gimana?) Nah peran Kumham sendiri dalam kondisi ini ya kami mencoba mengkoordinasikan di antara keduanya. Kemudian karena ini kondisinya bolak-balik terus tidak ada titik temu, oleh karenanya kami pemerintah bersama Menkopolhukam menginisiasi gimana kalau kita dorong dengan cara nonyudisial. Karena memang harus diakui memang sulit mencari bukti-bukti dalam kasus itu," ucapnya kepada KBR di Kantor Komisi III, DPR RI, Jakarta.
Selain itu kata dia, Pemerintah Indonesia juga tidak memiliki kewajiban terkait soal rekomendasi Dewan HAM PBB yang merekomendasikan membentuk joint team investigation antara Komnas HAM dan Kejaksaan. Pasalnya kata dia, kedua institusi tersebut saat ini masih melakukan koordinasi. Hanya saja kata dia memang membutuhkan waktu lebih banyak terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut. Selain itu kata dia, setiap negara memiliki cara sendiri dalam menyelesaikan permasalahannya masing-masing.
"Setelah kami ketemu Kejaksaan memang kami harus akui kalau rekomendasi Komnas HAM memang masih banyak kekurangan untuk kemudian dibawa ke DPR agar dibentuk Peradilan Adhoc. Oleh karenanya nonyudisial lebih rasional, mau sampai kapan ini begini terus. Lagian kan PBB itu sifatnya cuma rekomendasi," ucapnya.
Dia menambahkan, hal ini berhasil dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu yang siap mengakomodir keperluan keluarga korban Pelanggaran HAM berat masa lalu. Pasalnya menurut dia, yang dibutuhkan keluarga korban saat ini adalah penyamaan hak seperti warga negara lain yang setelah sekian lama tidak mereka dapatkan.
"Nah, hal-hal yang belum dilengkapi itulah yang dianggap oleh Kejaksaan belum dipenuhi oleh Komnas HAM.(Peran Menkumham gimana?) Nah peran Kumham sendiri dalam kondisi ini ya kami mencoba mengkoordinasikan di antara keduanya. Kemudian karena ini kondisinya bolak-balik terus tidak ada titik temu, oleh karenanya kami pemerintah bersama Menkopolhukam menginisiasi gimana kalau kita dorong dengan cara nonyudisial. Karena memang harus diakui memang sulit mencari bukti-bukti dalam kasus itu," ucapnya kepada KBR di Kantor Komisi III, DPR RI, Jakarta.
Selain itu kata dia, Pemerintah Indonesia juga tidak memiliki kewajiban terkait soal rekomendasi Dewan HAM PBB yang merekomendasikan membentuk joint team investigation antara Komnas HAM dan Kejaksaan. Pasalnya kata dia, kedua institusi tersebut saat ini masih melakukan koordinasi. Hanya saja kata dia memang membutuhkan waktu lebih banyak terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut. Selain itu kata dia, setiap negara memiliki cara sendiri dalam menyelesaikan permasalahannya masing-masing.
"Setelah kami ketemu Kejaksaan memang kami harus akui kalau rekomendasi Komnas HAM memang masih banyak kekurangan untuk kemudian dibawa ke DPR agar dibentuk Peradilan Adhoc. Oleh karenanya nonyudisial lebih rasional, mau sampai kapan ini begini terus. Lagian kan PBB itu sifatnya cuma rekomendasi," ucapnya.
Dia menambahkan, hal ini berhasil dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu yang siap mengakomodir keperluan keluarga korban Pelanggaran HAM berat masa lalu. Pasalnya menurut dia, yang dibutuhkan keluarga korban saat ini adalah penyamaan hak seperti warga negara lain yang setelah sekian lama tidak mereka dapatkan.
Perkara yang menjadi prioritas penyelesaian di antaranya tragedi pembantaian massal 1965/1966, peristiwa Trisakti dan Semanggi I 1998 serta II 1999, kerusuhan Mei 1998, penghilangan orang secara paksa periode 1997/1998, peristiwa Talangsari Lampung, penembakan misterius 1982-1985, serta peristiwa Wasior 2001 dan Wamena 2003.
Editor: Rony Sitanggang
http://kbr.id/berita/01-2017/penuntasan_kasus_ham__kemenkumham__non_yudisial_lebih_rasional/88239.html
0 komentar:
Posting Komentar