Fariz Fardianto | 12:20 PM, May 07, 2017
Intimidasi terjadi sejak 29 April, jauh sebelum acara digelar
SEMARANG, Indonesia - Sebuah pameran lukisan Wiji Thukul karya Andreas Iswinarto di Kota Semarang, Jawa Tengah, mendapat intimidasi dari gerombolan ormas radikal karena menganggap lukisan yang ditampilkan mengusung ideologi kiri dan pro Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bahkan, acara yang semula digelar di Gedung Sarekat Islam, Kampung Gendong Selatan, Sarirejo terpaksa dipindahkan ke markas lama LBH Semarang di Jalan Parangkembang Tlogosari, Pedurungan. Rentetan acara pameran lukisan tunggal tersebut digelar enam hari berturut-turut mulai 1 Mei dan ditutup pada 6 Mei kemarin.
Yunantyo Adi, Anggota Komunitas Pegiat Sejarah Semarang mengatakan intimidasi itu dilakukan gerombolan ormas radikal yang tergabung dalam Forum Umat Islam Semarang (FUIS), Gerakan Pemuda Kabah Yogyakarta dan Kokam Muhammadiyah. Intimidasi terjadi sejak Jumat 29 April atau jauh hari sebelum acaranya diselenggarakan.
Mereka awalnya menyebar informasi bohong yang menyebut pameran tunggal lukisan Wiji Thukul berupaya membangkitkan komunisme di pusat kota. Laskar ekstrem itu juga menyebut nama-nama panitia acara yang notabene hanya bagian dari komunitas pelestari sejarah Indonesia.
Usai memprovokasi melalui penyebaran informasi bohong, ia menuturkan FUIS nekat melakukan ancaman terhadap Yayasan Balai Muslimin sebagai pemilik Gedung Sarekat Islam.
Mereka mengancam akan mengerahkan massa dalam jumlah besar jika Gedung Sarekat Islam tetap dipakai untuk pameran lukisan Wiji Thukul. Hal ini membuat yang bersangkutan ketakutan dan tak berani mengizinkan pemakaian gedung tersebut.
"Setelah mendapat ancaman itu, pemilik sekaligus hak waris Sarekat Islam keberatan gedungnya dipakai untuk lokasi pameran. Kami akhirnya pindahkan lokasi ke kantor lama LBH di Tlogosari," kata Yunantyo kepada Rappler, Minggu pagi 7 Mei.
Tak sampai itu saja, kata Yunantyo, saat acara hendak disenggarakan di kantor lama LBH Tlogosari, seorang perwakilan FUIS yang bernama Wahyu tiba-tiba menghasut warga kampung untuk menggagalkan acaranya.
"Warga kampung beserta perangkat kelurahan langsung mendatangi kami untuk memintai klarifikasi soal penyelenggaraan pameran Wiji Thukul. Untungnya, warga memahami akar masalahnya karena mereka terkena hasutan dari kelompok intoleran," ungkapnya.
Ia mengaku geram dengan ulah ormas radikal yang semena-mena menghasut dan berupaya menggagalkan pameran Wiji Thukul. Padahal, katanya apa yang mereka tuduhkan salah kaprah. Pameran tersebut sekadar untuk mengenang sepak terjang Wiji sebagai mantan aktivis PRD yang getol mengkritik rezim Orde Baru.
Wiji dikenang sebagai seorang penyair dimana puisi-puisinya berisikan nada satiran dan kritikan keras terhadap pengusaha yang menindas rakyat kecil. "Kami juga membacakan puisi Wiji Thukul yang sarat akan makna perlawanan terhadap rezim Orba. Tidak ada sangkut pautnya dengan gerakan apapun. Justru FUIS yang menyebarkan fitnah kepada kami," tegasnya.
Konflik dengan FUIS kian meningkat setelah Panglima Front Pembela Islam ( FPI) Jateng Ahmad Rofii mendatangi panitia acara. Ormas radikal itu ditemui oleh beberapa perwakilan LBH seperti Direktur LBH Semarang, Zainal Arifin.
"Mereka meminta penjelasan apa benar informasi tersebut. Tapi setelah kami jelaskan satu persatu, mereka bisa memahami. Yang saya sayangkan itu kenapa FUIS terus-menerus memprovokasi kami. Mereka bilangnya sudah tabayun, namun masih memfitnah. Kami bisa saja melaporkan mereka ke polisi," sambungnya.
Dijaga tentara
Acara pameran Wiji Thukul akhirnya bisa dimulai Senin, 1 Mei pukul 20.00 WIB. Panitia acara yang disaksikan perangkat kelurahan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu Andreas Iswinarto memberikan narasi pembuka untuk acaranya.
Menurut Andreas ada sejumlah penyair lokal yang diundang untuk menyemarakan pameran lukisannya. Parade penyair tampil bergiliran hingga Sabtu kemarin mulai Djawahir Muhammad, Evita Erasari, Nurin Dewi Arifia, Kelana, Dwi ana Risabela, Setara Merdeka, Swarnabaya, Aulia Muhammad.
"Saya menampilkan 50 lebih lukisan potret Wiji Thukul. Ada yang dibingkai ada pula yang ditempel di lembaran karton," ujar Andreas.
Untuk menangkal tindakan intimidasi yang dilakukan kelompok radikal, acara yang diselingi dengan diskusi antar seniman dan pengunjung itu ternyata mendapat penjagaan ketat dari aparat TNI.
"Ya, ada tentara-tentara Koramil dan Babinsa yang menjaga acara kami sampai tuntas," sahut Yunantyo lagi.
Acara akhirnya ditutup dengan pegelaran lukisan yang disaksikan pengunjung dengan lancar. Yunantyo tak habis pikir mengapa FUIS yang hanya terdiri dari segelintir orang nekat merusuhi acaranya. Ia menegaskan pameran Wiji Thukul sudah mengantongi izin resmi dari Polsek Gayamsari dan Polrestabes Semarang.
"Kami minta penjagaan dari polisi karena sudah mencium adanya gerakan dari kelompok radikal," akunya.
Ke depan, ia menyatakan tak ingin kejadian tersebut terulang kembali. Jika mereka keberatan, ia menyarankan kepada ormas radikal supaya berdialog dengannya dan tidak lagi menggunakan propaganda untuk menghasut masyarakat Semarang.
Paham radikal harus ditindak tegas
Sedangkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan penyebaran paham radikalisme melalui jejaring media sosial yang marak belakangan ini harus ditindak tegas.
Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengungkapkan antisipasi yang harus dilakukan saat ini ialah banyaknya pembaiatan terorisme.
"Pembaiatan saja dulu secara fisik, tapi sekarang bisa online. Beberapa kasus yang sudah terjadi dan kita tangangi," tuturnya saat menggelar seminar di Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Ia mengkategorikan paham radikal yang biasanya disebar melalui doktrin online kini disebut hoax radikal. Menurutnya, ciri hoax radikal di antaranya adalah berisi hasutan, menyebarkan kebencian dan kekerasan, memberikan pemahaman jihad sempit, berisi SARA.
Hoax radikal kerap menjelekkan kelompok lain, beridentitas kelompok radikal dan mengajak pembacanya untuk mengikuti kemauan kelompok tersebut.
"Atas hal itu, kami minta masyarakat meminimalisir hoax radikal bisa dengan dengan memerketat kontrol sosial. Kampus pun harus steril dari hal negatif seperti radikalisme," urainya.
http://www.rappler.com/indonesia/berita/169128-pameran-lukisan-wiji-thukul-intimidasi-ormas-radikal
0 komentar:
Posting Komentar