Rabu, 17 Mei 2017 17:16 WIB
Oleh : Ria Apriyani, Ika Manan
LSM Kontras akan melacak riwayat calon terkait isu korupsi, kekerasan dalam rumah tangga ataupun keadilan gender.
Suasana diskusi publik calon anggota Komnas HAM yang diselenggarakan Pansel di kantor Kemenkum HAM Jakarta, Rabu (17/5/2017). (Foto: Ria Apriyani/KBR)
KBR, Jakarta - Panitia Seleksi (Pansel) calon anggota Komnas HAM periode 2017-2022 akan mengklarifikasi sejumlah informasi terkait latar belakang calon yang menimbulkan sorotan dan kritikan di masyarakat.
Anggota Panitia Seleksi Harkristuti Harkrisnowo mengatakan pada tahap awal panitia sebelumnya sudah mengecek latar belakang para calon. Namun, pemeriksaan latar belakang itu baru berdasarkan daftar riwayat hidup yang dibuat calon, serta melalui hasil ujian tertulis.
Mengenai latar belakang dan rekam jejak yang tidak tercantum di dalam daftar riwayat hidup, Pansel mengandalkan masukan dari masyarakat.
Harkristuti mempersilakan masyarakat 'menguliti' rekam jejak dan latar belakang para calon dan menyampaikan ke panitia seleksi. Masukan dari masyarakat akan ditanyakan, dan jawabannya akan menjadi catatan dan pertimbangan Panitia Seleksi dalam meloloskan calon.
"Kami tidak tahu kecenderungan mereka. Kita enggak bisa lihat hanya dari CV atau tes tulis. Jadi ini waktu yang tepat untuk membuka, siapa sebenarnya mereka," kata Harkristuti di sela Diskusi Publik Calon Komisioner Komnas HAM, Rabu (17/5/2017).
Harkristuti mengatakan para calon tidak bisa dibedakan sejak awal karena latar belakang. Sebab, Pansel juga menginginkan Komnas HAM diisi orang-orang dengan berbagai latar belakang profesi dan ilmu pengetahuan.
Dari 60 anggota yang lolos seleksi administrasi dan ujian tertulis, sepuluh orang berasal dari kalangan birokrat, TNI, dan Polri. Diantaranya ada Sumedi Wiryatmodjo yang merupakan seorang pensiunan TNI, Sri Rahayu Budiarti yang bekerja di Kementerian Pariwisata serta Harniati pegawai Kementerian Hukum dan HAM.
Selain itu ada 14 orang berasal dari akademisi yang mayoritas diisi oleh orang-orang berlatarbelakang ilmu hukum seperti dosen, advokat, aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan lain-lain.
"Prosesnya masih panjang," kata Harkristuti.
Anggota Panitia Seleksi Harkristuti Harkrisnowo mengatakan pada tahap awal panitia sebelumnya sudah mengecek latar belakang para calon. Namun, pemeriksaan latar belakang itu baru berdasarkan daftar riwayat hidup yang dibuat calon, serta melalui hasil ujian tertulis.
Mengenai latar belakang dan rekam jejak yang tidak tercantum di dalam daftar riwayat hidup, Pansel mengandalkan masukan dari masyarakat.
Harkristuti mempersilakan masyarakat 'menguliti' rekam jejak dan latar belakang para calon dan menyampaikan ke panitia seleksi. Masukan dari masyarakat akan ditanyakan, dan jawabannya akan menjadi catatan dan pertimbangan Panitia Seleksi dalam meloloskan calon.
"Kami tidak tahu kecenderungan mereka. Kita enggak bisa lihat hanya dari CV atau tes tulis. Jadi ini waktu yang tepat untuk membuka, siapa sebenarnya mereka," kata Harkristuti di sela Diskusi Publik Calon Komisioner Komnas HAM, Rabu (17/5/2017).
Harkristuti mengatakan para calon tidak bisa dibedakan sejak awal karena latar belakang. Sebab, Pansel juga menginginkan Komnas HAM diisi orang-orang dengan berbagai latar belakang profesi dan ilmu pengetahuan.
Dari 60 anggota yang lolos seleksi administrasi dan ujian tertulis, sepuluh orang berasal dari kalangan birokrat, TNI, dan Polri. Diantaranya ada Sumedi Wiryatmodjo yang merupakan seorang pensiunan TNI, Sri Rahayu Budiarti yang bekerja di Kementerian Pariwisata serta Harniati pegawai Kementerian Hukum dan HAM.
Selain itu ada 14 orang berasal dari akademisi yang mayoritas diisi oleh orang-orang berlatarbelakang ilmu hukum seperti dosen, advokat, aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan lain-lain.
"Prosesnya masih panjang," kata Harkristuti.
Catatan KONTRAS
LSM Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kini menyisir rekam jejak para calon anggota Komnas HAM periode 2017-2022.
Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi Kontras Puri Kencana Putri menuturkan, baru merampungkan separuh dari total 60 calon.
Ia mengatakan butuh waktu mengumpulkan informasi dan menelusuri latar belakang masing-masing calon. Mulai dari pernyataan di media massa hingga keterlibatan calon menentukan kebijakan terkait isu-isu HAM.
"Keterlibatan figur tersebut untuk membangun praktik-praktik terbaik hak asasi manusia pada pekerjaan dan profesi dia sebelumnya, agar itu berkelanjutan apabila dia terlibat di Komnas HAM," kata Puri saat dihubungi KBR, Rabu (17/5/2017).
Selain itu, Kontras juga melacak riwayat calon terkait isu korupsi, kekerasan dalam rumah tangga ataupun keadilan gender.
"Harus kita lacak sebaik-baiknya bahkan kalau bisa kami nongkrongin rumahnya. Kita tanya bagaimana figur ini bergaul dengan warga dan lainnya," tegas Puri.
"Baik yang positif atau negatif kita munculkan di dalam laporan. Kalau memang tidak ada yang negatif ya tidak usah dicari-cari. Yang penting kita harus proporsional," tambahnya.
Puri memperkirakan, hasil penelusuran timnya itu akan selesai pada pekan depan. Selanjutnya, Kontras bakal mengumumkan ke publik dan menyerahkan laporan rekam jejak tersebut sebagai data tambahan bagi tim pansel Komnas HAM.
Dialog publik calon komisioner Komnas HAM, menurut Puri menjadi bagian penting untuk menarik partisipasi publik. Dari situ, panitia seleksi dan publik bisa mengukur pengetahuan, sensitivitas dan respon dari masing-masing kandidat langsung di tempat.
"Dia tidak punya waktu berpikir untuk menyiapkan jawaban. Tapi langsung di tempat, bagaimana dia merespon kasus atau situasi yang diberikan Pansel," kata Puri.
Puri juga memberi catatan pada proses seleksi tahap I. Putri mengkritik tim pansel Komnas HAM yang meloloskan beberapa komisioner periode sebelumnya. Padahal, dia menilai kinerja Komnas HAM 2012-2017 buruk.
"Banyak gerombolan Komnas HAM periode ini yang belum demisioner, yang kemudian seakan mencari pekerjaan baru dengan mendaftar lagi. Kami di Kontras tidak terlalu happy dengan komisioner saat ini," lanjut Kontras.
Menurut Puri, pencarian keadilan bagi korban pelanggaran HAM selama ini terhambat karena lambannya proses di Komnas HAM.
"Proses yang lama, tidak dijawab. Kalau pun ada rekomendasi juga sekedarnya saja. Apalagi beberapa dari mereka punya komentar yang ngawur di media sosial, ada yang kena skandal korupsi. Kemudian Komnas HAM periode ini ketuanya ganti setiap tahun. Bagaimana mau mencari keadilan kalau ketuanya diganti setiap tahun? Artinya kan kebijakannya berbeda-beda dari satu ketua ke ketua lain. Dan itu gila menurut kami di Kontras," tukasnya.
Itu sebab, Puri mengingatkan agar tim pansel jeli menilai calon yang sebelumnya sudah menduduki bangku komisioner. Mengingat kinerja lembaga itu dinilai tak memuaskan.
"Sebelum sampai ke tahap judgement, harus dievaluasi. Apa yang dia lakukan dan kerjakan, sejauh mana dia (calon) maksimal menggunakan mandatnya. Sejauh mana bekerjasama dengan pendamping, korban dan masyarakat. Memantau kasus HAM, memberikan rekomendasi strategis ke pemerintah. Itu harus dilihat? Itu dilakukan nggak, kok ujung-ujungnya mereka lolos?"
Berikut latar belakang 60 calon yang lolos tahap pertama seleksi calon anggota Komnas HAM.
1. Achmad Romsan: ahli hukum, dosen FH Universitas Sriwijaya
2. Sandriyati Moniaga: Anggota Komnas HAM petahana
3. Mochammad Choirul Anam: belum terlacak
4. Amiruddin: -
5. Andy William P Sinaga: aktivis buruh, KSBSI, Labor Institute Indonesia
6. Anggara: -
7. Wibowo Alamsyah: Advokat, eks tenaga ahli DPR, pernah daftar calon hakim agung
8. Antun Joko Susmana: politisi PDIP, eks PRD, gagal caleg DPR 2014
9. Arimbi Heroepoetri: Aktivis Komnas Perempuan, FHUI, aktivis lingkungan
10. Bahrul Fu’ad: aktivis gerakan difabel
11. Beka Ulung Hapsara: aktivis, INFID
12. Binsar Antoni Hutabarat: teolog, dosen Sekolah Tinggi Teologi
13. Bunyan Saptomo: eks diplomat, eks Dubes RI Bulgaria
14. Chrismanto P Purba: aktivis Komnas Perempuan, gagal daftar anggota KPI 2016
15. Dedi Ali Ahmad: aktivis hukum, aktivis anti perda diskriminatif
16. Sudarto: eks Komnas HAM perwakilan Sumatera Barat, aktivis antidiskriminasi, ANBTI
17. Erpan Faryadi: aktivis agraria, Konsorsium Pembaruan Agraria
18. Eti Gustiana: eks Ketua LBH Palembang
19. Judhariksawan: eks ketua Komisi Penyiaran Indonesia/KPI
20. Indra Ibrahim: eks hakim Adhoc
21. Hotma David Nixon: advokat
22. Hafid Abbas: eks anggota Komnas HAM, eks Dirjen Perlindungan HAM Kemenkum HAM
23. Haris Azhar: eks Koordinator LSM Kontras
24. Harniati: pegawai Kemenkum HAM
25. Welya Safitri: politisi PAN, ICMI, caleg gagal 2014
26. Imanuddin Razak: jurnalis, editor media The Jakarta Post
27. FX Rudy Gunawan: jurnalis, sastrawan
28. Jones Batara Manurung: aktivis tani, mengaku Sekjen Duta Jokowi
29. Fadillah Agus: ahli hukum humaniter, Universitas Pertahanan
30. Junaedi: -
31. Maria Ulfa Anshor: Aktivis perempuan, KPAI
32. M Imdadun Rahmat: Anggota Komnas HAM petahana
33. Norman: LSM Transformasi untuk Keadilan Indonesia.
34. Zulfikri Suleman: sosiolog, Universitas Sriwijaya
35. Sri Wening Rahayu: teolog, dosen IKIP Malang
36. Ahmad Taufan Damanik: aktivis hak anak, dosen FISIP USU
37. Munafrizal Manan: dosen hukum, Jimly School of Law
38. Kurniawan Desiarto: pengamat hukum, eks LBH-HAM Yogyakarta, Komisi Yudisial.
39. Nur Ismanto: advokat, LBH Yogyakarta
40. Rafendi Djamin: eks HRWG, Amnesty International
41. Roichatul Aswidah: Anggota Komnas HAM petahana
42. Sri Rahayu Budiarti: pegawai Kementerian Kebudayaan Pariwisata
43. Muhammad: peneliti lembaga survei Benua Institute
44. Sayonara SH: akademisi, LSM
45. Selamet Daroini: aktivis lingkungan, ICEL, KALABAHU
46. Udiyo Basuki: ahli hukum, UIN Yogyakarta
47. Sondang Frishka Simanjuntak: aktivis perempuan
48. Sri Lestari Wahyuningroem: akademisi, pegiat HAM, panitia International Peoples Tribunal 1965
49. Rumadi: dosen UIN Jakarta, eks peneliti Wahid Institute, Lakpesdam NU
50. Mohammad Monib: aktivis HAM, ICRP, Yayasan Nurcholis Madjid Society
51. Dedi Askary: Komnas HAM perwakilan Sulteng, ikut berbagai tim Komnas HAM seperti Tim Pemantau Poso Komnas HAM)
52. Sumedi Wiryatmodjo: purnawirawan TNI
53. Teguh Pujianto Nugroho: eks staf Komnas HAM
54. Siti Noor Laila: anggota Komnas HAM petahana
55. Wachid Ridwan: ahli hukum HAM UNPAD, Muhammadiyah
56. Wahyu Effendy: -
57. Hairansyah: dosen hukum Universitas Islam Kalimantan, Banjarmasin
58. Antonio Pradjasto Hardojo LLM: ahli hukum, aktivis kebebasan beragama/berkeyakinan
59. Zainal Abidin: FPI Semarang
60. Aida Milasari: aktivis perempuan, Rumpun Gema Perempuan
Editor: Agus Luqman
0 komentar:
Posting Komentar