Rakhmatulloh - Kamis,
25 Agustus 2016 - 14:11 WIB
- Polemik Tragedi 65
Anggota Yayasan Penelitian
Korban Pembunuhan 1965-1966 memberikan keterangan pers di Kantor Wantimpres,
Jakarta, Kamis (25/8/2016) (Sindonews/rakhmatulloh)
JAKARTA - Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan
1965-1966 (YPKP) mendatangi Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).
Kedatangan mereka diterima Anggota Wantimpres, Sidarto Danusubroto. Anggota YPKP berharap negara, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta maaf.
Ketua YPKP Bedjo Untung menilai permintaan maaf perlu dilakukan pemerintah, apalagi keputusan Mahkamah Rakyat Internasional (Internasional People's Tibunal) 1965 menyatakan Pemerintah Indonesia bersalah karena telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
Kedatangan mereka diterima Anggota Wantimpres, Sidarto Danusubroto. Anggota YPKP berharap negara, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta maaf.
Ketua YPKP Bedjo Untung menilai permintaan maaf perlu dilakukan pemerintah, apalagi keputusan Mahkamah Rakyat Internasional (Internasional People's Tibunal) 1965 menyatakan Pemerintah Indonesia bersalah karena telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
Dia mengungkapkan, negara divonis bersalah melakukan
pembunuhan, penculikan, penahanan, pemenjaraan, pemerkosaan, penyiksaan,
perbudakan/kerja paksa, kampanye kebencian dan genosida.
"Tragedi 1965 telah berlangsung selama 50 tahun namun negara/Pemerintah RI belum melakukan langkah nyata untuk penyelesaian kendati Pemerintah Jokowi dengan tegas akan menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dengan berkeadilan dan bermartabat seperti tertuang dalam program Nawacitanya," tutur Bedjo saat jumpa pers di Kantor Wantimpres, Jakarta, Kamis (25/8/2016).Bedjo mengatakan, secercah harapan untuk para korban 65 awalnya sempat terjawab ketika negara membuat forum Simposium Nasional Membedah Tragedi 65 atas prakarsa Kemenko Polhukam, Wantimpres, Komnas HAM, Forum Silaturahmi Anak Bangsa dan para korban.
Namun hingga saat ini, kata dia, rekomendasi Simposium
Nasional tersebut belum memberikan kepastian jelas kepada mereka yang mengklaim
diri sebagai korban dan anak korban.
"Rekomendasi simposium diharapkan akan menjadi pintu masuk, membuka kotak pandora penyelesaian korban pelanggaran HAM tragedi 1965 secara komprehensif. Namun, harapan para korban nyaris pupus," tuturnya.
(dam)
0 komentar:
Posting Komentar