Penulis: Made Supriatma
Peristiwa Perpustakaan Jalanan yang dituduh oleh Kepala Staf Komando Daerah Militer III/Siliwangi Brigjen TNI Wuryanto sebagai 'modus geng motor' mengingatkan saya pada hubungan yang tidak enak antara TNI dengan buku.
Sodara tahu, tentara itu barang yang efektif dan efisien. Mereka
menerima dan memberi perintah dengan tingkat efisiensi yang amat tinggi.
Mereka cukup bilang, "Laksanakan!" dan pasti akan dijawab "Siyap!"
Lasung lari, bet bet bet ... kelar. Balik, "Lapor, pekerjaan selesai."
Efisien.
Efisiensi seperti itu membuat tentara selalu punya kesulitan bila berhadapan dengan buku. Keduanya seperti pasangan yang tidak jumud. Tidak akan pernah keduanya bersatu.
Tentara juga sering hadir dalam acara bakar buku. Untuk Soara ketahui, ini bukan seperti acara bakar batu. Bukan. Kalau bakar batu itu tradisi pesta masak bangsa Papua. Bakar buku ini tradisi aparat-aparat negara Indonesia. Terutama buku-buku yang dianggap berbahaya untuk negara.
Para serdadu mungkin senang kertas. Karena kertas bisa dikiloin. Tapi buku kan bukan sekedar kertas.
Pernah dengar proxy war? Menurut jendral-jendral TNI, perang ini adalah perang untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer. Dalam beberapa tahun terakhir ini, tentara kita sangat demen mengutip-nguitp 'teori' perang ini.
Darimana mereka tahu tentang perang ini? Saya tidak tahu persis. Kemungkinan besar ya dari buku. Entah kenapa mereka tertarik pada perang subversif yang bau-bau konspirasi ini. Yang lebih menarik adalah begitu banyak teori perang yang sangat canggih -- dan terbukti dengan baik. Tapi tentara memilih proxy war.
Namun tidak semua tentara nggak suka buku lho. Harap diinget itu. Satu-satunya tentara Indonesia modern yang saya inget punya hubungan sangat baik dengan buku adalah Letkol. Inf. Agus Harimurti Yudhoyono, M.SC., MPA, MA (Iya! Tiga gelar master!). Letkol Agus ini patut menjadi teladan semua prajurit.
Track recordnya sangat bagus. Dari sejak kecil dia selalu nomor satu. Dia nomor satu di SMA Taruna Nusantara. Nomor satu di Akmil (pemegang Adi Makayasa, sama seperti bapaknya yang di Akmil ketika kakeknya jadi Gubernur Akmil :D ). Nomor satu dalam kursus-kursus dasar militer. IPK 4.0 ketika di War College dan Webster University.
Selalu nomor satu. Dan, entah kenapa, saya jadi gatel mengutuip Donald J. Trump, kandidat presiden AS sekarang ini. Kalau jadi saya presiden, demikian kata Trump, "you will be tired of winning!" Anda akan capek menang terus. Nah Letkol Agus ini hidupnya tidak pernah capek dari menang dan nomor satu. Terus dan terus ...
Kembali ke buku. Letkol Agus mengatakan bahwa membaca buku bukanlah hobinya. Baginya, membaca adalah suatu keharusan. Ia juga mengatakan, "membaca dan menulis itu ibarat 2 sisi mata koin yang tidak dapat dipisahkan dan harus dijadikan sebagai kebutuhan bagi setiap prajurit."
"Membaca merupakan kunci untuk membuka jendela dunia, sehingga siapapun yang ingin mengetahuinya maka harus rajin membaca. Membaca dan menulis harus dijadikan sebagai kebutuhan bagi setiap prajurit karena akan semakin bertambah ilmu dan khasanah pengetahuan mengenai hal yang mungkin belum diketahui"
Nah, itulah. Daripada sibuk ngejar-ngejar geng motor, serdadu itu akan lebih baik kalau membaca dan menulis.
Akan lebih baik meniru Letkol Agus Yudhoyono, yang tidak saja mampu menulis makalah yang memang dalam lomba karya tulis militer. Namun, seperti yang saya baca kemarin, dia juga mampu menulis surat kepada putrinya (surat di kertas, bukan email!) yang mengharubiru pengguna internet ketika dipasang di instagram. ('Like father, like son' kata bapaknya yang juga sering mengarukan banyak orang itu)
Dunia akan lebih damai ketika serdadu lebih banyak menulis surat yang mengharu biru. Dan juga kalau lebih banyak baca buku. Daripada meniru kelakukan geng motor ....
https://www.facebook.com/m.supriatma/posts/10154057819758533
Efisiensi seperti itu membuat tentara selalu punya kesulitan bila berhadapan dengan buku. Keduanya seperti pasangan yang tidak jumud. Tidak akan pernah keduanya bersatu.
Tentara juga sering hadir dalam acara bakar buku. Untuk Soara ketahui, ini bukan seperti acara bakar batu. Bukan. Kalau bakar batu itu tradisi pesta masak bangsa Papua. Bakar buku ini tradisi aparat-aparat negara Indonesia. Terutama buku-buku yang dianggap berbahaya untuk negara.
Para serdadu mungkin senang kertas. Karena kertas bisa dikiloin. Tapi buku kan bukan sekedar kertas.
Pernah dengar proxy war? Menurut jendral-jendral TNI, perang ini adalah perang untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer. Dalam beberapa tahun terakhir ini, tentara kita sangat demen mengutip-nguitp 'teori' perang ini.
Darimana mereka tahu tentang perang ini? Saya tidak tahu persis. Kemungkinan besar ya dari buku. Entah kenapa mereka tertarik pada perang subversif yang bau-bau konspirasi ini. Yang lebih menarik adalah begitu banyak teori perang yang sangat canggih -- dan terbukti dengan baik. Tapi tentara memilih proxy war.
Namun tidak semua tentara nggak suka buku lho. Harap diinget itu. Satu-satunya tentara Indonesia modern yang saya inget punya hubungan sangat baik dengan buku adalah Letkol. Inf. Agus Harimurti Yudhoyono, M.SC., MPA, MA (Iya! Tiga gelar master!). Letkol Agus ini patut menjadi teladan semua prajurit.
Track recordnya sangat bagus. Dari sejak kecil dia selalu nomor satu. Dia nomor satu di SMA Taruna Nusantara. Nomor satu di Akmil (pemegang Adi Makayasa, sama seperti bapaknya yang di Akmil ketika kakeknya jadi Gubernur Akmil :D ). Nomor satu dalam kursus-kursus dasar militer. IPK 4.0 ketika di War College dan Webster University.
Selalu nomor satu. Dan, entah kenapa, saya jadi gatel mengutuip Donald J. Trump, kandidat presiden AS sekarang ini. Kalau jadi saya presiden, demikian kata Trump, "you will be tired of winning!" Anda akan capek menang terus. Nah Letkol Agus ini hidupnya tidak pernah capek dari menang dan nomor satu. Terus dan terus ...
Kembali ke buku. Letkol Agus mengatakan bahwa membaca buku bukanlah hobinya. Baginya, membaca adalah suatu keharusan. Ia juga mengatakan, "membaca dan menulis itu ibarat 2 sisi mata koin yang tidak dapat dipisahkan dan harus dijadikan sebagai kebutuhan bagi setiap prajurit."
"Membaca merupakan kunci untuk membuka jendela dunia, sehingga siapapun yang ingin mengetahuinya maka harus rajin membaca. Membaca dan menulis harus dijadikan sebagai kebutuhan bagi setiap prajurit karena akan semakin bertambah ilmu dan khasanah pengetahuan mengenai hal yang mungkin belum diketahui"
Nah, itulah. Daripada sibuk ngejar-ngejar geng motor, serdadu itu akan lebih baik kalau membaca dan menulis.
Akan lebih baik meniru Letkol Agus Yudhoyono, yang tidak saja mampu menulis makalah yang memang dalam lomba karya tulis militer. Namun, seperti yang saya baca kemarin, dia juga mampu menulis surat kepada putrinya (surat di kertas, bukan email!) yang mengharubiru pengguna internet ketika dipasang di instagram. ('Like father, like son' kata bapaknya yang juga sering mengarukan banyak orang itu)
Dunia akan lebih damai ketika serdadu lebih banyak menulis surat yang mengharu biru. Dan juga kalau lebih banyak baca buku. Daripada meniru kelakukan geng motor ....
https://www.facebook.com/m.supriatma/posts/10154057819758533
0 komentar:
Posting Komentar