Hermanto Purba | 30 September 2018
Sebelum Gatot
Nurmantyo diberhentikan oleh Presiden Jokowi sebagai Panglima TNI pada Desember
tahun lalu, beberapa kali dia melakukan tindakan, mengeluarkan pernyataan,
serta melakukan aksi yang seharusnya tidak pantas dia lakukan sebagai seorang
prajurit TNI. Adalah hal yang sangat dipantangkan mengkritik atasan bagi
seorang prajurit.
Seorang prajurit
harus loyal kepada atasan. Seorang prajurit harus taat pada perintah atasan.
Namun apa yang kerap ditampilkan oleh Gatot agak sedikit melenceng dari
nilai-nilai keprajuritan. Mungkin ini pula yang membuat Presiden Jokowi merasa
gerah sehingga karirnya sebagai Panglima TNI harus disudahi lebih awal.
Praktis selama empat bulan, pasca
diberhentikan sebagai panglima, Gatot menganggur. Seorang jenderal bintang empat, tidak memiliki jabatan
apa pun di TNI. Hal itu sesungguhnya begitu menyakitkan dan memalukan. Namun,
ketidakpatuhannya, ketidakloyalannya, dan ketidaktaatannya kepada Panglima
Tertinggi, adalah musababnya.
Pada tahun 2016 lalu, bertepatan dengan HUT
TNI ke-71, Gatot pernah mengusulkan agar hak berpolitik aparat TNI dipulihkan.
Sementara, Gatot jelas-jelas mengetahui bahwa Undang-undang tidak memberi ruang
sedikit pun bagi aparat TNI untuk berpolitik. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga netralitas TNI.
Dan satu hal lagi yang tidak kalah
kontorversial adalah instruksi Gatot untuk melakukan nonton bareng film G30S/PKI. Gatot turut
termakan isu murahan yang dihembuskan oleh Amien Rais dan Kivlan Zein tentang
munculnya kembali PKI di Indonesia. Atau mungkin, Gatot memang sengaja
melakukannya, agar Indonesia seolah-olah sedang darurat PKI.
Pernyataannya untuk mewajibkan menonton
film G30S/PKI kembali diulanginya. Ia bahkan menantang Panglima TNI, Marsekal
Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Mulyono untuk memutar
kembali film G30S/PKI. Gatot menyebut jika KSAD tidak berani memerintahkan nobar film G30S/PKI, sebaiknya KSAD pulang kampung saja.
Sebuah pernyataan yang begitu angkuh dan
tidak berkelas dari seorang mantan Panglima TNI. Tidak sepantasnya jenderal
purnawirawan bintang empat itu mengeluarkan pernyataan seperti itu. Apakah jika
KSAD tidak memerintahkan nobar kepada
seluruh jajarannya lalu KSAD dicap sebagai seorang pemimpin penakut seperti
yang dituduhkan Gatot?
Sungguh sebuah pemikiran yang cukup dangkal
dari seseorang yang sudah memiliki begitu banyak pengalaman dalam dunia
ketentaraan. Apa urgensinya sehingga Gatot begitu ngotot mendesak Panglima TNI dan KSAD agar melaksanakan nobar film G30S/PKI yang begitu menonjolkan sosok seorang
Soeharto dalam film tersebut?
Saya tidak yakin jika Gatot Nurmantyo tidak
mengetahui bahwa ada banyak penyimpangan dan rekayasa sejarah dalam film
propaganda orde baru (Soeharto) tentang bahaya PKI tersebut. Dan itu pulalah
yang menjadi alasan mengapa pemutaran film tersebut pada setiap tanggal 30
September dihentikan sejak pemerintahan B.J Habibie.
Dalam sebuah acara talk show di Kompas TV yang dipandu oleh presenter Rosianna
Silalahi, Gatot Nurmantyo kembali mengulangi pernyataan bodohnya tentang
kewajiban menonton kembali film G30S/PKI. Ia bahkan menuduh bahwa mereka yang
secara sengaja menghentikan pemutaran film G30S/PKI tersebut adalah PKI.
Gatot menuduh bahwa pihak-pihak yang
melakukan perbaikan terhadap pelajaran sejarah di sekolah ia tuduh PKI, yang
menuntut pencabutan TAP MPRS No. XXV tahun 1966 tentang PKI, Marxisme dan
Leninisme adalah PKI, yang menghentikan pemutaran film G30S/PKI adalah PKI.
Dari pernyataannya tersebut, saya jadi yakin bahwa Gatot memiliki pengetahuan yang
sangat minim tentang sejarah PKI.
Terhadap peninjauan ulang terhadap
pelajaran sejarah di sekolah secara khusus tentang sejarah pemberontakan
G30S/PKI, penghapusan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966, penghentian pemutaran film
G30S/PKI, menurut Gatot merupakan bagian dari strategi dan taktik dari mereka
yang terafiliasi dengan PKI yang ia sebut sebagai rangkaian kebangkitan PKI.
Namun pernyataan Gatot Nurmantyo tersebut segera dibantah
oleh Usmad Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, yang juga
hadir sebagai narasumber pada acara talk show tersebut.
Penjelasan Usmad Hamid tersebut berhasil membuat mantan Panglima TNI tersebut
terdiam seribu bahasa.
Bahwa yang memerintahkan
pemberhentian pemutaran film G30S/PKI bukanlah PKI, namun Presiden Habibie
lewat Menteri Penerangan ketika itu, Yunus Yosfiah. Sebab film tersebut ada
yang perlu ditinjau ulang. Dan yang mengajukan pencabutan TAP MPRS No. XXV
Tahun 1966 adalah Gusdur, yang ketika itu menjabat sebagai presiden.
Apakah B.J Habibie yang meninjau ulang buku
sejarah sekolah yang dianggap memuat sejarah yang tidak benar, dan yang
menghentikan pemutaran film G30S/PKI adalah PKI? Apakah Gusdur yang mencabut
TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 adalah PKI yang menjadi dasar bagi diskriminasi
bagi begitu banyak orang yang tidak bersalah adalah PKI?
Jika mengacu pada pernyataan awal Gatot
Nurmantyo pada acara talk
show tersebut,
secara jelas bahwa Gatot menuduh B.J Habibie dan Gusdur adalah PKI. Ampun
jenderal!!
Sumber: Seword.Com
0 komentar:
Posting Komentar