2018/09/29
Sumur yang diatasnya ditutup
dan diberi nisan layaknya makam di Dusun Puhrancang, Desa Pragak, Kecamatan
Parang, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Sumur 'makam' ini bekas tempat pembantaian
tahun 1965.
Kampung itu tampak hening di tengah terik matahari yang
cukup menyengat. Sesekali tampak beberapa orang pulang dari sawah atau
berkebun. Di balik keheningannya, kampung yang berjarak sekitar 30 kilometer di
selatan pusat Kabupaten Magetan ini menyimpan hingar bingar ‘perang saudara’
tahun 1965 hingga 1966.
Penelusuran kami tiba di Dusun Puhrancang, Desa Pragak,
Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Tak sulit menemukan lokasi
dusun ini meski karakter wilayah setempat berbukit-bukit. Akses jalan utama
desa masih memadai meski aspal jalan di dusun sudah rusak.
Kami terhenti di sebuah rumah warga yang terbilang cukup
bagus dibanding rumah warga yang lain. Kami pun masuk dan bertemu dengan
seseorang bernama Sukiman. Beberapa menit kami berbincang dan Sukiman paham
dengan apa yang sedang kami cari. Ia pun mengantar kami ke kebun di belakang
rumah mertuanya itu.
Selain kandang sapi ternak, kami menemukan sebuah
bangunan dari semen berbentuk kotak persegi. Panjang dan lebarnya masing-masing
sekitar 1,5 meter. Tepat di tengahnya terdapat sepasang batu nisan layaknya
makam. Di sekitar nisan juga tampak bekas kembang setaman yang
sudah mengering.
“Di bawah nisan ini sumurnya,” kata Sukiman pada 20 September 2012. Sumur tersebut merupakan bekas tempat pembuangan orang-orang dalam tragedi berdarah tahun 1965. Cerita itu didapat Sukiman secara turun temurun. Ia mendapat cerita dari mertuanya dan mertuanya menerima kisah dari ibu dari mertuanya, Boinah. Boinah merupakan saksi sejarah namun sudah meninggal dunia tahun 2010.
Sukiman tak tahu persis kapan bekas sumur tersebut ditutup dan diberi bangunan pertanda dari semen dan nisan. Sejak ia menikah dengan salah satu cucu Boinah, Lasiyani, bangunan itu sudah ada.
Menurutnya, beberapa orang kadang nyekar atau
ziarah ke tempat tersebut untuk memanjatkan doa.
“Mereka keluarga yang mungkin orang tua atau kakeknya jadi korban dan dibuang di sumur ini,” ucap lelaki kelahiran 1965 ini. Meski bekas pembantaian, Sukiman dan keluarganya tak pernah mengalami pengalaman seram di sekitar bekas sumur tua itu. “Sudah biasa, lewat malam-malam di sekitar sini juga nggak ada apa-apa,” katanya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar