Muflika Nur
Fuaddah - Minggu, 30 September 2018 | 19:45 WIB
Deborah Sumini
Intisari-Online.com- Kisah pedih ini tidak akan pernah
lepas dari benak Ibu Deborah
Sumini.
Masih lekat di ingatan Sumini bagaimana dirinya ditahan
selama hampir 6,5 tahun hanya karena pernah menjadi Ketua Gerakan Wanita
Indonesia (Gerwani) ranting
Pati, Jawa Tengah.
Siksaan demi siksaan, stigma, bahkan cemoohan harus dia
terima selama mendekam di penjara.
Ia masih tidak memahami apa yang menjadi dosa besar
dirinya ketika memutuskan untuk bergabung dengan Gerwani.
"Kami dibilang bejat moralnya. Itu setiap hari yang masih saya dengar. Belum lagi digebuki setiap pemeriksaan," kata Sumini saat ditemui di sela acara "Simposium Membedah Tragedi 1965" di Hotel Aryaduta, Jakarta, tahun 2016 silam sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Sumini menceritakan, ketertarikannya terhadap Gerwani
muncul karena melihat program-programnya yang sangat berpihak pada perempuan.
Dulu di Pati, adalah sebuah kewajaran ketika seorang anak
perempuan yang masih duduk di kelas II sekolah rakyat dipaksa untuk menikah.
Saat itu, kata Sumini, Gerwani mengeluarkan larangan
terhadap praktik perkawinan terhadap anak perempuan yang masih di bawah umur.
Selain itu, Gerwani juga menjadi
organisasi perempuan pertama yang merespons ketika pemerintah mencanangkan
pemberantasan buta huruf.
Sepulang kerja, Sumini selalu mengajar membaca dan
menulis anak-anak di desanya.
Bahkan ketika pada saat itu belum ada taman kanak-kanak,
dia bersama teman-temannya di Gerwani berinisiatif untuk
membangan TK Melati pertama di Pati.
"Kalau pagi saya kerja. Malam ngajar buta huruf. Lalu saya berhenti kerja, mengajar di TK Melati. Waktu itu belum ada TK, tapi Gerwani sudah membuat TK Melati. Saya ikut karena program-programnya menyentuh hati saya," ungkapnya.
Setelah peristiwa G-30-S meletus, Gerwani menjadi salah
satu organisasi kemasyarakatan yang dituduh sebagai sayap PKI.
Mereka pun menjadi sasaran penumpasan.
Sumini dan beberapa temannya ditangkap oleh tentara
sekitar tanggal 21 November 1965.
Sumini sempat mendekam selama 5 bulan di penjara Pati,
kemudian dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan khusus wanita di Bulu, Jawa
Tengah.
Hingga 6,5 tahun ditahan, Sumini tidak pernah diadili.
Saat itu, tutur Sumini, Gerwani difitnah sebagai
organisasi sayap Partai Komunis Indonesia dan ikut melakukan aksi kekejaman
terhadap 6 jenderal yang ditangkap pada peristiwa G-30-S.
Sumini mengatakan, pada 1965 koran Berita Yudha dari
Angkatan Bersenjata mengabarkan ada dua nama anggota Gerwani yang ditangkap,
yaitu Jamilah dan Fainah.
Keduanya diberitakan melakukan kekerasan, seperti
menyileti dan mencungkil mata para jenderal.
Berita itu memancing amarah masyarakat.
Gerwani menjadi bulan-bulanan.
Pemberangusan terhadap organisasi itu pun dilakukan di
bawah pimpinan tentara.
Sumini menyangkal bahwa kedua perempuan itu adalah
anggota Gerwani.
Menurut dia, kedua wanita itu adalah pekerja seks
komersial yang dipaksa untuk mengaku sebagai anggota Gerwani.
Di dalam penjara Bukit Duri, Jakarta, seorang teman
Sumini pernah bertemu dengan Fainah.
Kepadanya, Fainah mengaku dipaksa menari dalam keadaan
telanjang di hadapan para jenderal sebelum pembunuhan.
Tarian diiringi
lagu "Genjer-Genjer".
"Padahal, setelah diangkat jenazahnya itu, mata mereka semua utuh. Itu dikatakan oleh dokter forensik. Tidak benar kalau Gerwani dilatih untuk mencungkil mata jenderal," ujar Sumini.
Pada umurnya yang sudah semakin tua ini, Sumini hanya
berharap Presiden Joko Widodo bisa memberikan rehabilitasi untuk membersihkan
namanya dari peristiwa G-30-S.
Sumini mengaku tidak tahan jika harus menerima teror dan
stigma sepanjang hidupnya. Setelah dilepaskan dari tahanan, Sumini mengaku
selalu mendapat teror dari aparat kemanan.
Hampir setiap hari dia dihubungi oleh pihak kepolisian
untuk menanyakan tentang keberadaan Sumini dan apa saja yang akan ia lakukan di
luar rumah. Gerak-gerik Sumini selalu diawasi.
Sumini mengungkapkan, beberapa kali dia dan korban
tragedi 1965 dilarang oleh pihak berwajib dan kelompok masyarakat tertentu
untuk membuat acara pertemuan, meskipun sekadar arisan atau temu kangen.
Sumini mengaku heran kenapa dia harus masih menerima
perlakuan seperti itu kendati para korban tragedi 1965 sudah diperlakukan
dengan tidak adil setelah G-30-S.
"Saya inginnya nama saya itu dipulihkan kembali. Stigma masih saya rasakan. Kan jokowi dengan Nawacita-nya berjanji akan melindungi seluruh warga negara. Saya ini kan juga warganya, lah kenapa saya ini terus diteror," kata Sumini.
Gerwani dan
Kebohongan Orde Baru
Kehadiran sejumlah anggota Gerwani di Lubang Buaya,
Jakarta, pada malam 1 Oktober 1965, dikaitkan dengan keterlibatannya dalam
peristiwa G30S 1965.
Sejak itu, kampanye fitnah tentang Gerwani mengalir
deras.
Gerwani difitnah menyilet kemaluan para Jenderal dan
mencungkil matanya.
Tak hanya itu, kehadiran Gerwani di Lubang buaya juga
dikaitkan dengan pesta seks bebas dan tarian seksual “Harum Bunga”.
Propaganda fitnah itu awalnya dilancarkan oleh
koran-koran milik Angkatan Bersenjata.
Propaganda itu kemudian dipahatkan melalui diorama di
museum Lubang Buaya.
Lalu, sejak tahun 1980-an, fitnah itu dikemas melalui
film Pengkhianatan G30S/PKI.
Cerita fitnah itu juga diawetkan melalui penulisan
buku-buku sejarah versi Orba.
Ini Sejumlah Fakta Gerwani yang dikumpulkan dari berbagai
sumber dan dokumen sejarah, seperti dikutip Grid.ID dari Berdikari
Online:
1. Pada tahun 1952, Gerwani (pertama kali didirikan
bernama Gerwis) aktif dalam memperjuangkan hak-hak kaum tani, seperti di
Semarang, Kendal, Tanjung Morawa (Sumut), Brastagi (Sumut), dan lain-lain.
2. Pada tahun 1955, Gerwani (Cat: Gerwis berganti nama
menjadi Gerwani di kongres II tahun 1954) aktif memperjuangkan Undang-Undang
Perkawinan yang demokratis.
Di DPR, Ketua Umum Gerwani Umi Sardjono menegaskan bahwa
perjuangan mengesahkan UU perkawinan harus dipandang sebagai perjuangan
melengkapi revolusi nasional.
3. Pada tahun itu juga Gerwani mengadvokasi seorang
perempuan bernama Maisuri, yang dipenjara karena menolak kawin paksa dan
memilih lari dengan pacarnya.
Gerwani juga mengecam dan mengusut tuntas kasus
pembunuhan Attamini, seorang perempuan dari keluarga miskin di Malang, oleh
seorang pedagang kaya keturunan Arab.
4. Gerwani paling keras menentang poligami, perkawinan
anak-anak, dan pelecehan terhadap perempuan.
Bagi Gerwani, pengertian kemerdekaan nasional sepenuhnya
meliputi juga penghapusan terhadap poligami, kawin paksa, pelacuran dan beban
kerja ganda.
5. Pada tahun 1957, Gerwani mendukung aktif perjuangan
bangsa Indonesia untuk mengusir kolonialisme Belanda di Irian Barat.
Gerwani bahkan mengirimkan anggotanya untuk menjadi
sukarelawati untuk pembebasan Irian Barat.
6. Tak hanya itu, Gerwani memobilisasi 15.000 wanita ke
Istana Negara, saat peringatan Hari Perempuan Sedunia, 1 Maret 1961, untuk
menentang pembentukan negara boneka Papua oleh kolonialis Belanda.
7. Pada tahun 1957, Gerwani aktif mendukung gerakan buruh
untuk menasionalisasi perusahaan asing, terutama perusahaan milik Belanda.
Langkah ini sekaligus upaya pemerintahan Bung Karno untuk
melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial.
8. Dalam kampanye nasionalisasi terhadap perusahaan
minyak Caltex, Gerwani dan SOBSI menggalang pembantu rumah tangga untuk
memboikot majikan mereka.
Aksi itu meluas ke restoran dan toko-toko untuk menolak
melayani orang asing.
9. Pada tahun 1960-an, Gerwani berkampanye untuk
ketersediaan pangan dan sandang bagi rakyat.
Tak hanya itu, gerwani rajin melakukan aksi demonstrasi
untuk menentang kenaikan harga bahan pokok. Salah satu demonstrasi besar yang
digalang Gerwani untuk menolak kenaikan harga terjadi pada tahun 1960.
10. Bung Karno merespon aksi tersebut dan berjanji
menurunkan harga dalam tiga tahun.
11. Di desa-desa, anggota Gerwani giat bekerjasama dengan
Barisan Tani Indonesia (BTI) untuk membela dan memperjuangkan hak-hak kaum
tani, seperti hak atas tanah, pembagian hasil panen yang adil, dan lain-lain.
12. Gerwani juga menggelar kursus dan pelatihan bagi
perempuan tani di desa-desa. Gerwani juga aktif memperjuangkan dilaksanakannya
UU Pokok Agraria (UUPA) 1960 dan UU Perjanjian Bagi Hasil (PBH).
0 komentar:
Posting Komentar