Penulis: Muhammad Imam
Muzaqqi – 14 Mei 2019
“Kaoem modal memeras kaom boeroehnja tiada memandang
bangsa dan agama dan tiada ambil poesing wet-wet igama jang moesti didjalani
orang-orang yang beragama… kaoem-kaoem boeroeh di mana-mana sadja selain mereka
soedah mengorbankan tenaganja, fikirannja…poen mengoerbankan agamanja diroesak
djoega olih kapitalisme…”
Begitulah petikan tulisan Haji Misbach, seorang muslim
yang gigih berjuang melawan ketidakadilan di masa kolonial Belanda. Petikan tulisan
itu memberi makna untuk dua hal, kejinya kapitalisme, -tanpa kecuali kepada
kehidupan beragama-, dan keharusan untuk melawannya.
Tentu saja melawan penghisapan tak mengenal jadwal
kalender. Semua bulan baik adanya demi menegakkan yang haq. Tidak ada larangan
bagi umat untuk terus melawan ketidakadilan semisal di bulan Ramadhan.
Hidup di bawah kuasa kapitalisme adalah hidup yang tak
manusiawi. Kaum buruh terus terbelenggu dalam cengkraman setan bernama
kapitalisme yang jahat dan merusak. Sederhananya kapitalisme adalah penumpuk
harta kekayaan dan modal.
Kapitalisme tidak pernah mengenal belas asih kepada
buruh, meskipun memasuki bulan Ramadhan sekalipun. Sebaliknya, kapitalisme
hanya mengenal kerakusan dalam kehidupannya. Menindas dan menghisap keringat
buruh sampai kering selama puluhan tahun, bahkan berabad-abad lamanya sejak
sistem ini berdiri.
Setiap bulan puasa berlangsung dari tahun ke tahun,
banyak perusahaan melakukan PHK. Semisal PHK di PT. Garmen Indoraya di Bali
tahun 2011 yang memakan korban 45 buruh ter-PHK. Lalu PHK kepada 135 orang di
PT. Bening Big Tree Farms di Sleman tahun 2017. Juga 1095 orang Awak Mobik
Tangki Pertamina. Dan yang terbaru adalah PT. Hansae Indonesia Utama yang
menutup pabriknya tanpa memberikan hak-hak buruhnya secara benar. Semua di
bulan Ramadhan.
Perlawanan saat bulan puasa untuk melawan setan bernama
kapitalisme harusnya tak boleh surut. Beberapa dekade silam, sepuluh hari
menjelang Lebaran pada Mei 1923 meletus juga perlawanan di jawatan Kereta
Api. Perusahaan Kereta Api negara dan swasta menghapus sejumlah tunjangan
dan memangkas kenaikan gaji buruh.
Hidup belasan ribu buruh tak menentu dan gelap
karenanya. Meyaksikan itu, buruh kereta api tidak tinggal diam, mereka
bertindak. Tepat sepuluh hari sebelum Lebaran, buruh kereta api melakukan
mogok kerja sampai berbulan-bulan. Atas tindakan itu, buruh yang mogok harus
menerima tindakan kekerasan. Selama mogok itu pula, pengusaha tidak pernah
memberikan sekecil apapun hak buruh Kereta Api.
Sejarah masa silam, nyatanya sampai hari ini tidak pernah
berubah. Watak khas Kapitalisme tetap sama, rakus, tamak dan jahat. Takdir
watak tersebut melekat erat pada sistem kapitalisme, apapun bentuk wajah, usaha
dan orangnya. Hukum ekonomi mereka sederhana “mendapat laba sebanyak-banyaknya”.
Watak jahat itu khas seperti setan, kapitalisme menjerumuskan buruh dan rakyat
dalam jurang kemerosotan hidup.
Kapitalisme tidak pernah peduli tentang apa itu haq dan
bathil. Tidak pernah peduli tentang halal dan haram. Begitupulah saat ramadhan
tiba, kapitalisme tetap tamak dan jahat. Semisal buruh PT. Hansae Indonesia
Utama sampai hari masih belum juga mendapat hak mereka, keringat yang sudah
diperas bertahun-tahun dihargai dengan PHK massal
Tidak ada yang bisa diharapkan dari setan bernama
kapitalisme, alih-alih malah memujanya. Kemerosotan hidup kaum buruh adalah
ulah kapitalisme. Dialah (Kapitalisme) setan sesungguhnya, mencecap darah
buruh, menjerumuskan dalam kehidupan yang penuh dengan kubangan kemiskinan.
“…hingga sekarang saja berani mengatakan djoega, bahoewa kaloetnja doenia ini, tiada lain hanja dari djahanam kapitalisme dan imperialisme berboedi boeas itoe sadja. Boekannja keselametan dan kemerdikaan kita hidoep dalam doenia ini sadja, hingga kepertjajaan kita hal igama poen diroesak djoega olihnja.”
Begitulah ungkapan cerdik seorang muslim taat tentang
kapitalisme dalam Medan Moeslimin, sebuah terbitan progresif pada jamannya.
Haji Misbach paham, melawan kapitalisme adalah ibadah, sebab ia wujud
nyata melawan hawa nafsu yang tamak dan jahat.
***
0 komentar:
Posting Komentar