Aulia Bintang Pratama, CNN
Indonesia | Rabu, 23/09/2015 16:38 WIB
Ketua Yayasan Penelitian
Korban Pembunuhan 65 (YPKP 65) Bedjo Untung. (CNN Indonesia/Aulia Bintang
Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan 65 (YPKP 65) menyayangkan komentar pemerintah yang mengatakan, tidak
ada pembicaraan perihal permintaan maaf kepada korban peristiwa Gerakan 30
September 1965 (G30S). Namun Ketua YPKP 65 Bedjo Untung memaklumi alasan
pemerintah saat ini yang tidak berencana meminta maaf kepada para korban.
Permakluman itu disampaikan Bedjo lantaran hingga kini belum ada kejelasan perihal siapa sebenarnya yang salah dan yang benar dalam peristiwa saat itu.
Permakluman itu disampaikan Bedjo lantaran hingga kini belum ada kejelasan perihal siapa sebenarnya yang salah dan yang benar dalam peristiwa saat itu.
"Kami dalam hal ini memaklumi karena belum tahu siapa yang benar atau siapa yang salah. Namun yang pasti kejadian kejahatan kemanusiaan saat itu memang benar-benar terjadi," kata Bedjo saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (23/9).Bedjo menekankan, informasi mengenai kejadian G30S merupakan hasil rekayasa yang dilakukan pemerintah Indonesia zaman Orde Baru. Dia menuding saat ini ada beberapa pihak yang ingin membuat opini bahwa para korban G30S tidak perlu diberikan permintaan maaf.
Meski begitu, Bedjo menegaskan, kejelasan siapa yang
salah dan siapa yang benar dalam peristiwa G30S harus dibuka. Hal itu sangat
perlu dilakukan agar permintaan maaf oleh pemerintah bisa segera dilakukan.
"Kejaksaan Agung agar segera bertindak untuk membuka semuanya. Permintaan maaf itu merupakan satu aspek dari rangkaian penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu," ujarnya.Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelumnya menyebutkan, dalam rapat kabinet maupun pada saat ia mendampingi, Presiden Joko Widodo tidak pernah membicarakan soal permintaan maaf kepada korban G30S.
"Yang jelas persoalan permintaan maaf tersebut tidak pernah dibicarakan dalam rapat kabinet maupun ketika kami mendampingi," ujar politisi yang akrab disapa Pram itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (22/9).Sementara itu Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan tidak ada rencana pemerintah untuk menyampaikan permintaan maaf kepada korban peristiwa G30S. Menurut mereka, seharusnya pemerintah menyampaikan permintaan maaf sebagai bentuk pengakuan bahwa ada orang yang menjadi korban peristiwa nahas tersebut.
"Itu amanat dari konstitusi, tapi pemerintah sampai sekarang belum pernah ada yang meminta maaf. Negara lain saja ada yang meminta maaf," kata salah satu anggota KontraS Feri Kusuma saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (22/9).Feri menambahkan, sebenarnya permintaan pemerintah sangat penting bagi keberlangsungan hidup keluarga korban. Hingga kini para keluarga korban masih saja menerima respons negatif dari sejumlah pihak.
Respons tersebut, kata Feri, di antaranya adalah dipersulit dalam mendapatkan pekerjaan dan selalu diintimidasi. Selain memulihkan nama baik para korban, permintaan maaf pemerintah juga akan menjadi pintu awal penyelesaian dan rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Seperti diketahui, TNI, Polri, dan Kejaksaan Agung pernah berkumpul untuk merapatkan penyelesaian kasus HAM tersebut.
"Jadi setelah ada permintaan maaf aspek hukumnya harus dilanjutkan, bukan malah hilang begitu saja. Permintaan maaf itu justru jadi awal penyelesaian kasus," ujarnya. (rdk)
0 komentar:
Posting Komentar