Rabu, 30 September 2015

Kisah Babe, Tapol yang Selamatkan Karya Pramudya di Pulau Buru

Rabu, 30 September 2015 | 17:20 WIB


Eko Sutikno alias Babe (75), mantan tahanan politik 1965. [Kompas.Com/Slamet Priyatin]

KENDAL, KOMPAS.com - Eko Sutikno (75), terlihat sibuk dengan kolam lele di samping rumahnya, saat Kompas.com, bertamu, Rabu (30/9/2015). Pria tua yang tinggal di desa Karang Tengah, Kaliwungu, Kabupaten Kendal ini, terlihat masih gesit dan bertenaga.
"Ini kegiatan saya, untuk mengisi hari tua," kata Eko, yang biasa disapa Babe ini.

Setelah menyelesaikan pekerjannya, mantan tahanan politik tersebut, duduk santai sambil membetulkan topi yang dikenakannya. Menurut bapak tiga anak ini, hidup ini seperti air, terus mengalir. Semua peristiwa yang pernah ia alami, dianggapnya sebagai ranting yang menahan aliran air. Termasuk, pengalaman yang dia alami pada seputaran 1965.

"Saya ini bukan (anggota) PKI. Tapi saya ditahan, karena disangka komunis. Hak-hak saya sebagai warga sipil hilang dan saya tidak diberi kesempatan untuk membela diri," ujar Babe.

Dia berkisah pada 1965, saat masih berstatus mahasiswa semester tiga Universitas HOS Cokroaminoto, Surakarta. Babe mengaku, dia memang gemar membaca buku-buku bertema komunis. Meski demikian dia tidak pernah bersinggungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Saya ditangkap pada 16 Oktober 1965. Yang menangkap saya adalah orang-orang anti-PKI. Selain saya, yang ditangkap kepala penerangan Bun Marsudiarjo," tambahnya.

Menurut Babe, dirinya sama sekali tidak menyangka jika dia dituding terlibat dengan PKI. Saat itu dia pulang Kaliwungu karena seorang temannya, Romudhus Riyanto, berkunjung kekediamannya. Tapi tiba-tiba temannya itu, ditangkap anti-PKI itu. Dan, Romudhus tidak akan dibebaskan jika Babe tidak datang ke tempat Romudhus ditangkap.

"Karena saya tidak tahu apa-apa, saya tetap saja datang untuk membebaskan teman saya itu. Tapi sesampai di sana, Romudhus dibebaskan, dan saya malah ditangkap," dia mengenang.

Setelah ditangkap, Babe, langsung ditelanjangi dan dihajar habis-habisan. Kemudian dimasukkan ke penjara di Kaliwungu. Selama di dalam penjara, Babe ditempatkan di kamar yang dipercaya sebagai tempat yang paling angker dan  semua yang ditempatkan di situ pasti meninggal dunia.

"Tapi kenyataannya, aku yidak mati. Saya malah senang ditempatkan di kamar itu. Meskipun campur dengan mayat-mayat tahanan politik lain, tapi aku bisa tidur pulas dan seenaknya. Sebab di kamar lain, satu kamar diisi puluhan orang, sehingga mereka tidurnya jongkok," ujar Babe.

Setelah mendekam beberapa bulan di penjara Kaliwungu, pada Januari 1966, Babe dipindah ke penjara Kendal. Di sana, setiap hari Babe dihajar dan hanya diberi makan jagung. Sekali makan hanya diberi jatah 70 hingga 90 butir jagung yang membuat badan pria itu menjadi sangat kurus.

"Banyak yang meninggal di penjara Kendal tersebut. Sebab penjara itu adalah penjara kematian. Yang datang di situ, tidak lama pasti mati," tambah dia.

http://regional.kompas.com/read/2015/09/30/17204531/Kisah.Babe.Tapol.yang.Selamatkan.Karya.Pramudya.di.Pulau.Buru

0 komentar:

Posting Komentar