12 Oktober 2018
Sejumlah diskusi sejarah dibubarkan di berbagai kota dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta yang mengungkap kehidupan tahanan politik Orde Baru.
Seminar sejarah di Universitas Negeri Malang (UNM) yang awalnya akan berlangsung 24 Oktober mendatang batal digelar karena para penggagasnya dirundung tudingan berafilifasi dengan kelompok komunis.
Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial UNM menerbitkan surat yang menyebut diskusi tersebut dibatalkan karena muncul pemahaman yang keliru di masyarakat, terutama di media sosial.
Pakar sejarah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Marwan Adam, menyesalkan pembatalan seminar nasional itu.
Awalnya diskusi itu mengangkat tema 'Perubahan dan Kesinambungan Historis Dalam Perspektif Keilmuan dan Pembelajaran'.
Asvi adalah satu dari empat pembicara yang menerima undangan untuk berbicara pada seminar itu.
Tiga sejarawan lainnya adalah Sri Margana dari Universitas Gajah Mada, Abdul Syukur dari Universitas Negeri Jakarta, dan Ari Sapto dari UNM.
"Seminar ini sangat relevan, penyelenggaranya kan dari fakultas sejarah dan mahasiswanya akan menjadi guru sejarah."
"Jadi mereka harus tahu perkembangan ilmu sejarah dan perkembangan pengajaran sejarah," kata Asvi kepada wartawan Quinawaty Pasaribu untuk BBC Indonesia, Jumat (12/10).
Asvi menyebut kampus seharusnya dapat menggelar kegiatan akademik tanpa intimidasi dari pihak manapun.
Asvi mengutip pasal 8 ayat 3 UU 12/2012, bahwa kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di perguruan tinggi merupakan tanggung jawab civitas akademika.
"Ini kegiatan di dalam kampus, ada otoritas universitas untuk melakukan seminar. Apalagi ini temanya umum tentang sejarah. Jadi tak ada yang sensitif atau kontroversi."
"Menteri pendidikan harus tahu masalah ini dan bergerak," ucapnya Asvi.
Seperti dilansir Tempo, pihak UMN menyebut tak ada intimidasi dari militer terkait seminar itu. Asvi adalah peneliti Tragedi 1965, kasus yang kerap dikaitkan dengan tentara.
"Selasa ketemu ngobrol dengan petugas Kodim dan Korem. Saya sampaikan seminar sudah dibatalkan. Tidak ada larangan dan ancaman Kodim dan Korem," kata Ari Sapto dari UMN.
Sementara itu, Korem 083/Baladhika Jaya di Malang menyatakan tak berhubungan sama sekali dengan pembatalan seminar sejarah di UMN.
"Bukan ranah kami untuk memberikan izin atau melarang kegiatan tersebut, " kata Kepala Penerangan Korem 083, Mayor Inf Prasetya H. K melalui keterangan tertulis.
Ilmu sejarah bukan tentang PKI
Sejarawan Sri Margana menyatakan seminar di UMN bukan forum untuk membahas PKI atau momen sejarah yang berkaitan dengan partai itu.
Sri heran, diskusi sejarah secara umum harus dibatalkan atas alasan nonakademik.
"Saya jujur kaget, apanya yang bermasalah? Temanya umum sekali."
"Saya akan bahas historiografi dan metodologi. Karena di UNM, sejarah di sana kan lebih ke pendidikan atau konsep keilmuan sejarah, jadi tidak akan ada omongan soal PKI, komunis atau kiri," kata Sri.
"Dan akademisi biasanya, kalau dikasih tema tertentu akan setia pada tema tersebut. Tidak akan mengarah pada suatu indikasi tentang 'kiri', karena konteksnya pendidikan," ujarnya.
Kampus harus kondusif
Sementara itu, Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono, kampus memiliki tanggung jawab moral menjaga ketertiban dan suasana sosial yang kondusif.
Agus menilai, UNM sudah semestinya membatalkan seminar yang memicu pro dan kontra di masyarakat.
"Kajian sejarah atau apapun secara akademik masih tetap bisa dilakukan dengan tidak menimbulkan kegaduhan."
"Saya sangat percaya masyarakat kampus sangat rasional dalam mengambil keputusan. Selamat atas kepekaan dan kearifannya," ujar Agus melalui pesan singkat.
Dalam setahun terakhir, diskusi dan seminar sejarah, terutama yang berkaitan dengan Tragedi 1965 kerap menjadi polemik.
Diskusi sejarah 1965 di kantor LBH Jakarta misalnya, dibubarkan pada September 2017. Pemutaran film sejarah berjudul Pulau Buru Tanah Air Beta juga sempat dibubarkan paksa di sejumlah kota, antara lain Jakarta dan Yogyakarta.
Sumber: BBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar