Senin 01 Oct 2018 16:45 WIB
Red: Muhammad Subarkah
Jadwal
museum buka ialah Selasa-Ahad dari pukul 8 pagi.
Oleh: Rizky suryarandika,
Jurnalis Republika
Pengunjung melihat foto-foto
peninggalan Jenderal Ahmad Yani di Museum Sasmita Loka Ahmad Yani, Jakarta,
Rabu (30/9). Foto: Republika/ Wihdan
Sepi ialah kata yang tepat menggambarkan rumah di jalan
Jalan Lembang No. 58, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Tak ada aktivitas manusia
terlihat dari luar rumah. Saat Republika berkali-kali mengucap salam
juga tiada berbalas. Akhirnya Republika membuka sendiri pintu gerbang
lalu berjalan sekitar 10 meter untuk sampai di ruang penjaga keamanan.
Setelah kembali mengucap salam, keluar lah penjaga
keamanan, Hilmi dari ruangannya. Pria berambut cepak itu menanyakan kedatangan Republika.
Rumah tersebut bukan sembarang rumah. Rumah yang warna catnya seolah termakan
zaman itu ialah saksi bisu sejarah kehidupan Jenderal Ahmad Yani. Dari mulai
tidur, makan, berbincang bersama keluarga hingga meninggal dengan luka tembak
semuanya terjadi disana.
Rumah itu sejak 30 September 1966 dijadikan museum
Sasmitaloka Pahlawan Revolusi A.Yani oleh Soeharto. Tujuannya sebagai sarana
mewariskan semangat juang dalam mempertahankab Pancasila-UUD 1945 pada generasi
muda. Luasnya sekitar 1,3 hektar.
Hilmi menceritakan isi museum mayoritas sumbangan Yayu
Rulia Yani yang tinggal berseberangan dengan museum. Yayu juga lah yang
terlibat langsung dalam perkembangan gedung karena masih keluarga Ahmad Yani.
Keluarga Ahmad Yani, kata Hilmi, masih rajin berkunjung. Khususnya pada
peringatan G30S PKI dan Hari Kesaktian Pancasila.
"Keluarga Yani suka ke sini. Mereka sudah ke sini
hari Ahad (30/9). Enggaktahu hari ini belum ada komunikasi. Mereka sibuk
pasti banyak undangan ke TMP Kalibata dan Lubang Buaya," katanya pada
Republika di lokasi pada Senin, (1/10).
Sayangnya perayaan Hari Kesaktian Pancasila tahun ini
jatuh pada hari Senin dimana museum tutup. Jadwal museum buka ialah Selasa-Ahad
dari pukul 8 pagi. Untuk hari ini, tak ada aktivitas pengunjung sama sekali.
Namun, ia menyebut jumlah pengunjung ramai pada sepekan
belakangan. Tiap harinya, ada lebih dari seratusan orang yang datang. Para
pengunjung pun datang dengan latar belakang beragam.
"Ramainya seminggu kemarin. Sehari bisa 100 orang
lebih. Campur yang kesini ada murid sekolah dan masyarakat umum," ujarnya
sembari mengisap rokok.
Lantaran penjaga museum hanya dirinya seorang, Hilmi
kerap kewalahan ketika jumlah pengunjung membludag. Ia pun membatasi kunjungan
bagi rombongan murid sekolah hanya 25 orang saja. Bila lebih dari itu, ia
meminta pihak sekolah berkirim surat lebih dulu. Dengan begitu, ia bisa meminta
personel tambahan untuk mengawal kunjungan itu.
Sebab, ia tak memungkiri ada saja perasaan khawatir saat
pengunjung banyak. Salah satunya ia resah akan hilangnya barang bersejarah.
Oleh karena itu, kadang ia meminta bantuan dari komunitas sejarah agar bisa
berperan sebagai guide.
"Khawatir juga sih ada yang hilang saat ramai orang.
Kalau sudah hilang ya namanya sejarah susah dicari lagi," ungkapnya.
Apalagi jumlah barang koleksi di museum amat banyak.
Barang koleksi mulai dari yang besar seperti lemari atau bangku hingga yang
kecil seperti pajangan meja. Selama ini, benda koleksi ditata dalam sembilan
ruangan.
Pertama, pengunjung akan menyaksikan ruang tamu usai
masuk ke dalam museum. Di sana pengunjung bisa melihat bagaimana suasana Ahmad
Yani ketika menyambut tamu. Ruangan itu dilengkapi dengan etalase berisikan
cinderamata seperti medali, model senjata atau gading.
Selanjutnya, pengunjung masuk ke ruang ajudan yang
dulunya memang digunakan sebagai kamar kerja ajudan Ahmad Yani. Ruangan ini
memamerkan koleksi beragam tema buku selain ilmu militer. Ada pula koleksi
harimau Sumatera yang diawetkan.
"Setidaknya ada 500 buku disini," sebutnya.
Ketiga, pengunjung dapat merasakan suasana Ahmad yani
ketika beristirahat sejenak di ruang santai. Kabarnya, ruangan ini jadi saksi
saat Ahmad Yani duduk membaca buku sembari ditemani secangkir teh. Ahmad Yani
sering menyaksikan anaknya bermain ayunan di halaman dari ruangan ini.
Kemudian, ada ruangan khusus dimana Ahmad Yani biasa
bekerja dan memberi arahan asistennya. Ruangan ini menyimpan lukisan subuh
berdarah yang menggambarkan perlawanan Yani pada PKI.
Kelima, pengunjung bisa memasuki ruang makan keluarga.
Ada dua ruangan di dalamnya yaitu ruang makan keluarga dan ruang mini bar
tempat menjamu tamu asing. Ruangan ini jadi yang paling utama di museum.
"Di ruang ini Jenderal Yani ditembak dan jatuh saat
upaya penculikan," sebut Hilmi.
Setelah itu, pengunjung bisa melihat-lihat ruang kamar
tidur pribadi Yani dan ruang tidur anak-anaknya. Bagian menarik dari kamar Yani
ialah adanya buku harian dan rokok sang Jenderal.
Dua ruangan terakhir ialah ruang dokumentasi dan ruang
pahlawan revolusi. Kedua ruangan itu masing-masing menyimpan koleksi foto dan
pakaian.
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar