Reporter: Francisca
Christy Rosana
Editor: Rina
Widiastuti
Minggu, 21 Oktober
2018 06:57 WIB
Komisioner Komnas HAM Amiruddin saat menerima Ketua Yayasan Penelitian
Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) Bedjo Untung di Gedung Komnas HAM,
Jakarta, 15 November 2017. YPKP 65 melaporkan bukti baru berupa penemuan
kuburan massal di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) menilai pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi lambat
menangani penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM. Kominioner
Komnas HAM, Amiruddin, mengatakan upaya pemerintah menangani kasus tersebut
kerap berhenti di level perintah presiden.
"Sampai sekarang belum ada usaha pemerintah menyelesaikan. Kasus-kasus itu mau ditangani seperti apa, ini yang ditunggu," kata Amiruddin kepada Tempo saat ditemui seusai konferensi pers 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK dan Penegakan HAM di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 19 Oktober 2018.
Amiruddin mencontohkan kasus intoleransi seperti
penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah di Lombok Timur pada 19-20 Mei lalu.
Sampai sekarang, pemerintah dinilai belum memiliki kuasa untuk menjamin
kebebasan masyarakat berekspresi dan memeluk agama. Akhirnya, kasus itu mandek
dan tak menemui jalan terang.
Menurut Amiruddin, seharusnya pemerintah melakukan
prioritas supaya kasus-kasus HAM tidak terabaikan. Pertama, ujar dia,
percepatan penyidikan. "Kalau ada percepatan penyidikan, pengadilan bisa
digelar," ujarnya.
Selanjutnya, jika pengadilan digelar, vonis hakim akan segera menentukan status pokok perkara. "Apa pun putusan pengadilan ya silakan," ujarnya.
Kedua, kata dia, menyiapkan dasar hukum untuk kasus-kasus
yang akan direkonsiliasi. Menurut Amiruddin, sampai saat ini, pemerintah baru
mewacanakan rekonsiliasi, namun belum merumuskan dasar hukum.
Di samping itu, kata dia, aduan terus bermunculan. "Yang dilaporkan jumlahnya ratusan," ujar Amiruddin.
Apalagi, kini tengah mencuat kasus-kasus pelanggaran HAM
yang berkaitan dengan pembebasan lahan dan proyek-proyek agraria. Menurut
Amiruddin, ada sekitar 400 kasus laporan. Namun, penyelesaiannya nihil.
Sumber: Tempo.Co
0 komentar:
Posting Komentar