Kamis, 24 Maret 2016 | 18:36 WIB
Aksi Kamisan oleh para aktivis HAM, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di depan Istana Negara, Kamis (17/1/2013). Banjir yang mengepung beberapa wilayah di Jakarta ini tak menyurutkan semangat mereka menuntut keadilan.
Ia menjelaskan, rekonsiliasi merupakan proses untuk memenuhi hak korban di luar jalur yudisial, seperti hak rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi. Rekonsiliasi adalah proses yang dilakukan ketika tahapan pengungkapan kebenaran sudah dilakukan.
"Kita tidak masalah dengan penyelesaian melalui jalur non yudisial, tapi prinsip secara internasional harus komplementer dengan jalur yudisial. Dia harus saling melengkapi," ujar Feri ketika ditemui saat Aksi Kamisan ke-436, di depan Istana Negara, Kamis (24/3/2016).
Proses rekonsiliasi, kata Feri, bisa terjadi setelah ada proses penyidikan. Dalam proses penyidikan itu bisa diketahui siapa pelaku, bagaiamana pola pelanggaran HAM itu terjadi, dan siapa yang sepatutnya bertanggung jawab.
"Selama ini kan korbannya ada, tapi tidak diketahui siapa pelakunya," kata Feri.
Ia juga menjelaskan, jika pemerintah terus memaksa untuk menggunakan jalur rekonsiliasi berarti pemerintah menafikan keberadaan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Selain itu, hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Komnas HAM pun menjadi sia-sia karena tidak diakui oleh Pemerintah.
"Kita ingin memastikan penegakan hukum itu sesuai. Ada proses penyelidikan oleh Komnas HAM dan proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung," ungkap Feri.
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Sabrina Asril |
http://nasional.kompas.com/read/2016/03/24/18361691/Alasan.Pemerintah.Lakukan.Rekonsiliasi.Dinilai.Tidak.Berdasar.
0 komentar:
Posting Komentar