Handoko Widagdo* –
Solo
Judul: Pergulatan
Muslim Komunis (Otobiografi Hasan Raid)
Penulis: Hasan Raid
Tahun Terbit: 2001
Penerbit: LKPS
Syarikat
Tebal: viii + 558
ISBN: 979-8867-12-2
Selama ini kita
disuguhi bahwa komunisme tidak bertuhan. Komunisme anti agama. Benarkah
demikian? Kita harus menyelidiki kelahiran ideologi ini, sebelum menghakimi
bahwa komunisme dan agama adalah dua kutub yang saling berseberangan. Ideologi
komunisme lahir dari biara gereja dan diinspirasi oleh cara hidup orang Kristen
jaman gereja mula-mula.
Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah paham Komunis tidak pernah
berjalin dengan agama? Ternyatalah bahwa di Indonesia, komunisme pernah
dianggap sejalan dengan ajaran Islam. Haji Misbach menganggap bahwa PKI-lah
yang secara konsisten memperjuangkan kepentingan rakyat, yang berarti
menjalankan perjuangan Islam. Pandangan Haji Misbach tersebut sampai
mengakibatkan adanya Sarekat Islam Merah.
Tokoh-tokoh PKI
yang berasal dari Sumatra Barat pada umumnya adalah orang Islam. Mereka tetap
memegang Islam sebagai agama, sementara perjuangan untuk kaum tertindas
(menjalankan ajaran Islam) dilakukan melalui partai komunis.
Haji Misbach bukanlah satu-satunya orang beragama yang tertarik dengan
ajaran komunisme dan menggabungkan keduanya menjadi sebuah perjuangan. Hasan
Raid adalah tokoh lain yang menyatakan bahwa komunisme tidak bertentangan
dengan Islam. Hasan Raid masuk PKI di Solo karena merasa bahwa PKI-lah yang
secara konkrit melaksanakan ajaran Islam yang ada di Surat Al-An’am 145 yang
tegas menyatakan “haram
hukumnya memakan darah yang mengalir” sebuah ayat yang menganjurkan perjuangan bagi kaum tertindas. Sementara
Masyumi yang adalah partai Islam dianggapnya tidak memperjuangkan kaum
tertindas (hal. 10).
Perjuangan untuk membela yang tertindas harus dilakukan oleh umat
Islam, seperti yang tertulis di Surat Al-Qashash ayat 5-6 yang mengatakan bahwa
Tuhan berpihak kepada yang tertindas dan miskin (hal. 78). Sedangkan Surat
al-Ra’du ayat 11 mengatakan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum
kecuali bila kaum itu sendiri yang mengubahnya (hal. 78). Itulah sebabnya
perjuangan kaum tertindas harus dilakukan oleh mereka sendiri. Sebuah
perjuangan kelas.
Tentang apakah
komunisme bertentangan dengan agama, Hasan Raid berargumen sebagai berikut.
Mereka yang memandang bahwa komunisme bertentangan dengan agama biasanya
menggunakan ucapan Karl Marx: ”Agama adalah candu”. Padahal yang dimaksud Marx dalam ucapannya adalah praktik beragama,
bukan tentang Allah dan agama itu sendiri. Perilaku beragama yang tidak membela
kaum tertindas itulah yang menyebabkan Marx berucap demikian. Jadi Marx tidak
pernah mempertentangkan ideologi yang dianjurkannya dengan agama.
Siapakah
sesungguhnya Hasan Raid? Bagaimana masa kecilnya sehingga dia bisa meyakini
Islam dan sekaligus komunisme? Apa perannya dalam perjuangan kemerdekaan?
Bagaimana hidupnya saat komunisme dianggap melakukan kudeta?
Hasan Raid lahir
di Silungkang, sebuah kota kecil di Sumatra Barat. Kota yang miskin dan tidak
memiliki sumber pertanian yang memadai. Itulah sebabnya kebanyakan orang
Silungkang adalah pedagang. Kota Silungkang dekat dengan pusat tambang batubara
Umbilin. Silungkang juga merupakan basis komunisme pada jaman Belanda. PKI di
Silungkang pernah memberontak kepada pemerintah Belanda pada awal Januari tahun
1927.
Hasan Raid
dibesarkan dalam keluarga sederhana. Sekolah dasar sampai kelas 5 (lulus) dan
belajar di surau pada sore hari. Pokiah Yakub, guru agamanya sangat berpengaruh
dalam pandangannya terhadap Islam. Dua ajaran Pokiah Yakub yang tak pernah
dilupakan adalah (1) wajib hukumnya bagi umat Muslim untuk menuntut ilmu dan
(2) wajib menjaga agar tubuh tidak kemasukan barang haram, termasuk penghasilan
yang berasal dari penghisapan darah orang lain. Orang kedua yang mempengaruhi
pandangan hidupnya adalah Hakam Syarif, seorang anggota PNI baru, anak buah
Muhammad Hatta. Seorang pemuda yang berjualan minyak wangi sebagai sarana
mendidik bangsa tersebut menjadi mentor politik Hasan Raid saat mereka di
Surabaya. Dari dua buku yang diberikan oleh Hakam Syarif, Hasan Raid mengenal
pandangan politik Muhammad Hatta dan Sukarno yang seakan-akan bertentangan.
Kedua buku tersebut adalah “Ke Arah Indonesia Merdeka” karangan Muhammad Hatta
dan “Mencapai Indonesia Merdeka” karangan Sukarno.
Karier Hasan Raid di PKI melonjak tajam. Setelah meninggalkan
Silungkang untuk ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan, Hasan Raid bergabung
dengan PKI di Solo. Melalui kursus kader yang diselenggarakan di Solo,
khususnya oleh Mr. Suprapto, Hasan Raid mulai mengenal Marxisme, Materialisme,
Dialektika dan Histori (hal. 66). Kariernya menanjak bersama dengan H. Datuk
Batuah, Aidit dan Peris Pardede. Mula-mula Hasan Raid ikut memberikan kursus
kepada kader-kader PKI di Solo. Dia juga aktif menulis. Bahkan dia diminta oleh
PKI untuk berbicara melalui RRI Surakarta dengan tema “PKI dan Agama”.
Selanjutnya Hasan Raid ditugaskan oleh PKI di Sekretariat Sayap Kiri.
Kemudian dia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili
PKI. Untuk memperjuangkan kepentingan partai di Sumatra, Hasan Raid ditugaskan
di Kementerian Negara Urusan Peranakan (minoritas), di bawah Menteri Siauw Giok
Tjan. Hasan Raid melakukan perjalanan ke Sumatra untuk melakukan pertemuan
dengan warga keturunan (China dan India) supaya mereka mau memilih menjadi
warga negara Indonesia. Di tengah-tengah tugasnya tersebut, Hasan Raid juga
melakukan banyak pertemuan dengan kader PKI di Sumatra.
Pada tahun 1948, saat PKI kembali memberontak, Hasan Raid termasuk yang
ditangkap. Beliau ditangkap di Jogjakarta, tetapi kemudian dilepaskan. Hasan
Raid kemudian kembali ke Padang. Namun di Padang dia tidak menemukan
kawan-kawannya, sehingga memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Di Jakarta beliau
bertemu Aidit dan ditugaskan untuk menjelaskan tentang “Jalan Baru untuk
Republik Indonesia” di Sumatra. Selanjutnya Hasan Raid terlibat dalam Serikat
Buruh Perkebunan. Pada tahun 1954 Hasan Raid terpilih menjadi wakil PKI di
Dewan Perwakilan Sumatra (DPKS) di Kota Jakarta. Kariernya sebagai anggota
parlemen di Jakarta berlanjut sampai tahun 1963.
Sepulangnya dari kursus di Moskow pada akhir tahun 1963, Hasan Raid
ditugaskan untuk mengelola Akademi Ilmu Sosial Aliarcham (AISA) bersama
Sugiyono. Hasan Raid menjadi pengajar sekaligus pengembang materi perkuliahan
di lembaga ini.
Dalam kariernya di serikat buruh, sebagai anggota parlemen dan
pengajar, Hasan Raid sering diminta oleh partai untuk menjelaskan bahwa PKI
tidak anti agama (Islam). Dalam kampanye pemilihan umum tahun 1955, Hasan Raid
mengkounter kampanye Masyumi yang menyatakan bahwa PKI anti agama. Hasan Raid
justru menunjukkan bahwa Masyumi-lah yang telah mengkhianati agama (hal. 133).
Upaya PKI yang focus melawan Masyumi-PSI membuat PKI berada di empat besar
pemenang pemilu 1955.
Pada tanggal 30 September 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan para
jenderal yang diduga merupakan kelompok Dewan Jenderal oleh para perwira maju.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, editorial Harian Rakyat mendukung aksi perwira
maju tersebut. Sebelum terjadinya pembunuhan para jenderal, Aidit telah
melakukan pidato di beberapa tempat yang memberi tanda akan terjadi sesuatu
terhadap republic. Pernyataan Aidit bahwa “… kita berjuang untuk sesuatu yang
pasti akan lahir. Kita kaum revolusioner adalah bagaikan bidan dari pada bayi
masyarakat baru (hal. 156).” Di pidato lainnya Aidit mengatakan: “Kita akan
terpukul sekali lagi. Kemudian bangkit dan menang (hal. 157).” Peristiwa ini
pembunuhan para jenderal ini mengakibatkan terpuruknya PKI dan penangkapan para
petinggi dan anggota PKI secara massal, termasuk Hasan Raid. Hasan Raid
menyatakan bahwa keterpurukan PKI adalah akibat dari pengurus partai, khususnya
Aidit yang tidak setia pada garis perjuangan. “Tak berjalannya Aidit di rel
Marxisme-Leninisme merupakan penyebab utama dari malapetaka ini (hal.
438-439).”
Hasan Raid menguraikan secara detail bagaimana kondisi para tapol saat
ditahan di Salemba, Tangerang dan kemudian ke Nusakambangan. Intimidasi dan
hukuman serta pemerasan kepada keluarga sering dilakukan oleh para oknum
aparat. Dalam tahanan, Hasan Raid pernah mewakili blok-nya untuk lomba MTQ
serta pernah ditunjuk menjadi juri MTQ.
____
Handoko Widagdo, Berasal dari Purwodadi, melanglang buana ke berpuluh negara. Dengan passion di bidang pendidikan, sekarang berkarya di lembaga yang sangat memerhatikan pendidikan Indonesia. Berkeluarga dan tinggal di Solo, kebahagiaannya beserta istri bertambah lengkap dengan 3 anak yang semuanya sudah menjelang dewasa.
Sumber:Baltyra
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar