Tak ada yang lebih menyeramkan dari sebuah gambaran Notorius DN Aidit di jaman Orde Baru. Rezim ini telah sempurna melakukan rekayasa sejarah, kekerasan verbal atas sejarah dan ancaman yang menelusup ke seluruh alam bawah sadar bangsa Indonesia. Namun sebuah konspirasi kejahatan akhirnya akan terkalahkan oleh satu hal : “Waktu”, waktu yang berdetak-lah kemudian membuka bahwa toh sebesar apapun kesalahan seseorang, dia tetaplah manusia yang memiliki daya hidup kemanusiaannya, memiliki cerita-cerita yang manusiawi.
Begitu juga dengan sebuah kisah kehidupan anak manusia bernama Dipa Nusantara Aidit. Orang yang paling dilabur namanya dalam sejarah Indonesia modern.
DN Aidit lahir dengan nama Achmad, lahir di Jalan Belantu no.3, Pangkal lalang, Tanjung Pandan (lahir di Tanjungpandan, Belitung, 30 Juli 1923 – meninggal di Boyolali, Jawa Tengah, 22 November 1965). Dia adalah anak sulung dari pasangan Abdullah Aidit dan Mailan,-Mailan ini sendiri adalah Kiagus Haji Abdulrachman-, kelak pasangan ini bercerai kemudian Abdullah Aidit menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Marisah. Hampir semua orang Tanjung Pandan mengenal DN Aidit bernama Bang Amat.
Abdullah Aidit, ayah Bang Amat ini salah satu pendiri Nurul Islam sebuah lembaga pendidikan yang berbasis agama Islam di Tanjung Pandan, selain itu Abdullah yang mantri kehutanan (Boswezen) ia juga pernah mewakili Belitong sebagai utusan daerah di Parlemen pada tahun 1950-an. Amat ini terlahir sebagai anak yang sangat cerdas, disiplin, dan tekun. Ada satu hal lagi yang paling menonjol dari karakter si Amat ini, dia otodidak. Amat tumbuh dalam lingkungan Islam yang taat, kegiatan hidupnya diisi dengan belajar mengaji yang dimentori oleh Pamannya sendiri Busu Rachman. Selain mengaji Amat mencoba bersikap mandiri, pernah di satu saat ia mencoba berdagang kerupuk kampelang dan nenas di lapangan Kampung Parit. Tak dinyana dia diejek salah satu kawannya yang bernama Samsudin, si Amat dikata-katain dengan kalimat bersajak : “Amat Kampelang, Jubor Amat Babelang”…(Amat Kampelang, Pantat Amat warnanya belang) .begitu terus si Sam, memprovokasi si Amat kecil ini. Amat tahan marah saja, suatu saat si Sam ini jalan depan rumah si Amat, dan dia masih saja usil nyanyikan sajak kampelang itu, langsung saja Amat meloncat dari jendela dan menghajar si Sam. Namun kejadian ini keburu diketahui paman si Amat, Busu Rachman yang kemudian melerainya dan Amat diseret ke dalam rumah. Ketidakpandaian Amat jaga diri dari Provokasi inilah yang juga sangat berpengaruh atas jalan hidupnya nanti.
Amat suka sekali berolahraga, ia jago tinju dan angkat berat. Postur tubuh Amat pendek tapi badannya kekar banget. Guru olahraganya di Belitong bernama Zonder, sebab dinamakan Zonder (bhs Belanda = Tidak), artinya tuh guru tidak diajarin oleh siapapun dalam membentuk dirinya. Lewat Tuan Zonder inilah Amat banyak diajari bagaimana membentuk tubuh yang kuat. Amat selalu mengaji setiap jam 4 sore selesai biasanya menjelang maghrib dan dia sering disuruh untuk adzan maghrib di masjid Belantu, karena memang suaranya baik dan bernafas panjang. Sehabis sholat Maghrib Amat biasanya mempersiapkan pelita dari minyak dan menaruhnya di sudut rumah, ia sendiri gemar sekali membaca, bila membaca ia tidur-tiduran. Satu hal yang terpenting si Amat sangat rajin menulis catatan harian, ia belajar menganalisa kehidupan, belajar mengamati lingkungan. Pengamatannya terhadap lingkungan ini terbentuk setelah dia berusia 14 tahun. Kawan-kawannya yang lebih tua umurnya banyak yang menjadi buruh di Tambang Timah Belitung, yang saat itu bernama GMB (Gemeetschaape Maatshappij Biliton). Ia sering mengunjungi kawan-kawannya yang menjadi buruh dan mengamati kehidupan, ada yang ganjil dalam suatu sistem ekonomi dimana satu manusia dieksploitasi oleh manusia lainnya. Ia melihat gubuk-gubuk buruh yang kumuh dan kompleks penggede Belanda serta staff pegawai Timah yang terdidik rumahnya begitu indah, ia melihat kawan-kawannya bekerja seperti kerbau sementara di pihak lain tuan-tuan di tambang tanah menikmati hidup dengan bersenang-senang, lampu listerik terang benderang di kompleks GMB tapi di gubuk-gubuk buruh hanya obor dan pelita, ada apa ini?.
Ketimpangan inilah yang membuat Amat selalu bertanya-tanya. Pertanyaan itu kemudian bisa dijawab setelah dia disuruh ayahnya bersekolah di Batavia. Di sana Amat mengambil Sekolah Dagang (Middenstand Handel School) di Jalan Laan Holle -sekarang jalan Sabang – untuk memenuhi kebutuhannya Aidit membuat sebuah bibliotik (penyewaan buku) dan penjualan buku. Di Djakarta ia banyak berkenalan dengan para pemuda yang sering berdiskusi tentang politik termasuk anak-anak muda Senen. Amat sendiri kemudian mendapat banyak buku yang bisa menjawab pertanyaannya tentang kondisi ketimpangan sosial di Belitung, buku-buku macam Das Kapital karangan Karl Marx, uraian filsafat Hegel, Polemik Marx-Fuerbach, esay-esay Lenin dalam Negara dan Revolusi, hukum revolusi serta banyak lagi. Pandangannya ini diperkuat dengan perdebatan di warung-warung kopi Senen. Awalnya Amat tinggal di Cempaka Putih lalu ia pindah ke satu tempat kost di Kramat Poncol, Senen disana ia sering menandangi satu organisasi yang bernama Partimu (Persatuan Timur Muda) yang merupakan sayap dari Gerindo (Gerakan Indonesia) -Gerindo adalah organisasi politik besar yang masih eksis pasca pemberontakan PKI, dibuangnya Sukarno dan tokoh politik lainnya. Organisasi ini dijalankan oleh Amir Sjarifuddin dan AK Gani. AK Gani sendiri adalah pejuang yang paling legendaris di Sumatera Selatan, tampangnya seperti bintang film ia kemana-mana selalu diikuti anjingnya yang berwarna putih. AK Gani ini pula yang menjadi fasilitator bagi kursus-kursus pemuda tentang pengenalan politik.
Tahun 1942 Jepang masuk, penjarahan dimana-mana. Banyak orang menggasak barang-barang toko mencongkeli dan mengambil banyak barang. Si Amat kemudian menemui Mochtar orang Padang, untuk buka dagangan satu kongsi dengan bisnis jahitan si Mochtar. Usaha jahit si Mochtar ini menjadikan celana panjang dipotong dan dijadikan celana pendek berapa biji, karena di jaman Jepang mencari bahan pakaian susah nian, orang menghemat bahan pakaian. Si Amat nebeng tempat di Mochtar buat bisnis pemasangan iklan, bisnis buku dan koran-koran. Di tempat Mochtar ini banyak orang Sumatera berkumpul mereka anak-anak muda yang membesarkan jaman. Adam Malik, Chaerul Saleh bahkan Wim Umboh banyak datang di seputaran tempat si Mochtar mereka berdiskusi tentang masa depan Indonesia. Suatu saat datang pemberitahuan akan adanya asrama Menteng 31 yang bisa digunakan sebagai tempat pendidikan politik. Si Amat terlibat di dalamnya, kemudian dia merasa namanya kok pasaran sekali, banyak orang bernama Achmad di Menteng 31, lalu dia mengirim surat ke ayahnya untuk minta ganti nama menjadi : Dipo Nusantara Aidit, yang disingkat DN Aidit. Ayahnya pertama kali marah-marah namun akhirnya menyetujui, di depan notaris nama Achmad diganti menjadi Dipo Nusantara yang artinya : Banteng Nusantara.
Di Jaman Jepang, Bung Karno dan Bung Hatta balik ke Djakarta. Hatta dipulangkan dari Banda Neira, sementara Sukarno dipulangkan dari Bengkulu yang sebelumnya Bung Karno transit dulu di kota Padang. Sesampainya di Djakarta Bung Karno dan Bung Hatta membuka kelas kursus-kursus politik, yang paling bersemangat mengajar adalah Bung Hatta. Lewat Hatta ini pula DN Aidit memahami lebih detil tentang apa itu Marxisme. Di kemudian hari diluar perseteruan politik, Aidit selalu menganggap Hatta-lah guru terbaik yang pernah ia temui. Hatta juga mengenang Aidit sebagai anak didiknya yang cerdas. Setelah kekalahan Djepang di Iwo Jima, kondisi politik semakin tidak menentu. Orang-orang gerakan bawah tanah yang selalu mendengarkan radio BBC dan VOA tau bahwa Djepang sudah menyerah. Mereka menganalisa kemerdekaan harus sudah distatemen sebelum Belanda masuk ke Indonesia, karena Belanda tidak pernah bertanggung jawab terhadap tanah jajahannya, mereka kabur setelah Jepang masuk sehingga pemimpin Indonesia bimbang dalam bersikap akhirnya agar di Indonesia tetap ada pimpinan, Sukarno dan Hatta rela bekerjasama dengan Jepang yang kemudian kelak dikemudian hari dicap sebagai Kolaborator Jepang.
Wikana, orangnya Kaigun yang kerap menemui pemuda Menteng 31 banyak bertindak untuk mempercepat sejarah dia mengajak kawan2nya untuk memaksa Sukarno dan Hatta memerdekakan Indonesia tanpa campur tangan Jepang. Wikana bisa menjamin bahwa Jepang tidak akan berbuat apa-apa. Disini Aidit pernah berperanan dalam delegasi Wikana yang menemui Sukarno. Singkat kata Proklamasi dibacai di Pegangsaan, pertempuran jalanan sudah di ambang mata, apalagi ketika Inggris sudah mendarat di Tanjung Priok. Setiap orang Djakarta selalu berteriak, djaman bersiap. Insiden senjata kerap terjadi. Para pemuda membentuk API (Angkatan Pemuda Indonesia), Wikana menjadi ketua umum sementara DN Aidit menjadi ketua wilayah Djakarta. Aidit mengoordinir perang jalanan di sudut-sudut Djakarta, saat itu setiap tempat dipasangi karung-karung pasir, Trem listrik dihentikan dan dijadikan tempat untuk membidik tentara Inggris. Belakangan tentara NICA datang dan Djakarta dikuasai Batalyon X yang terkenal sadis. Anak-anak muda bertarung dengan Batalyon X sampai di pinggiran Djakarta. Pertempuran sering terjadi di Kramatplein, Senen, Cikini dan sekitaran Lapangan Banteng. Namun gerakan anak muda bisa diberangus dengan cepat, Aidit sendiri berhasil ditangkap dan dibuang ke Pulau Onrust. Tahun 1947 Aidit dibebaskan dari Pulau Onrust karena ada pertukaran tahanan, ia langsung ke Yogyakarta dan bergabung dengan kelompok-kelompok pemuda.
Saat itu posisi Amir Sjarifuddin disudutkan oleh kelompok Tan Malaka, sementara kelompok Sjahrir juga menjauh dari Amir, padahal Sjahrir-Amir mendirikan satu Partai yang bernama Partai Sosialis (PS), partai ini kemudian pecah dan Sjahrir membentuk partai baru bernama PSI (Partai Sosialis Indonesia). Setelah posisi Amir dimosi tak percaya, Sjahrir mencoba memberi kesempatan pada Tan Malaka tapi Tan Malaka menolak. Akhirnya Hatta sendiri yang maju jadi Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan. Tersingkirnya Amir hampir bersamaan dengan pulangnya Musodo dari Moskow. Musodo sendiri awalnya datang ke Sukarno dan Bung Karno langsung memeluk Musodo, karena baik Muso dan Sukarno dulu sama-sama sering berjumpa di rumah HOS Tjokroaminoto. “Bung masih jago pencak?” kata Bung Karno pada Musodo. Namun persahabatan itu akhirnya pecah ketika Musodo membangun front sendiri berhadap-hadapan dengan Bung Karno dan Bung Hatta. Aidit berada dalam pusaran sejarah itu: Peristiwa Madiun 1948. Diserangnya Madiun oleh pasukan Siliwangi membuat kelompok Musodo melarikan diri ke pegunungan kapur di kendeng dan wilayah utara Solo macam Boyolali. Banyak dari mereka yang kemudian bergabung ke tentara resmi dan mencari perlindungan. Kapten Latief misalnya yang bergabung ke Batalyon Suharto di Yogyakarta. Sementara Aidit menghilang.
Setelah pengakuan kedaulatan 1949. Indonesia masuk masa tenang. Tahun 1951 Parlemen dikuasai kelompok Masjumi dan PNI, kabinet bentukan mereka mendapat konsesi dari Amerika Serikat tentang pakta anti komunis mereka diberi kredit dengan imbalannya meredam semua orang kiri. Razia 17 Agustus 1951 semua orang yang dianggap kiri ditangkapi, termasuk Sutan Sjahrir dan Soew Giok Tjhan, Aidit sendiri berhasil lolos dan menyamar jadi kuli pelabuhan di Tandjung Priok, disinilah Aidit kemungkinan membangun hubungan dengan Sjam Kamaruzaman yang menjadi ketua Buruh Pelabuhan Tanjung Priok. Tak lama kemudian pakta Sukiman itu justru diserang oleh Natsir yang sama-sama dari Masjumi sehingga kabinet Sukiman jatuh. Tahun 1952 sudah ada gerakan merevitalisasi PKI.
Gerakan revitalisasi PKI dari goncangan sejarah membuat pilihan yang tidak mudah. Aidit sendiri ke Yogyakarta dan memboyong ukiran kayu jati plang PKI di markas PKI di Yogya untuk dibawanya ke Djakarta dengan naik kereta api. Di Djakarta ia berhasil mengonsolidasi anak-anak muda dan merebut PKI dari kalangan tua macam Tan Ling Djie. Aidit berpidato tentang hukum sejarah sebuah partai. Dan bintang Aidit terang setelah Sukarno sendiri merasa dirinya tidak sabar dengan kondisi politik sekarang, Sukarno membiarkan Aidit merevitalisasi PKI, sementara Hatta menentang habis-habisan, pendirian PKI Stalinis akan menghambat jalannya sejarah begitu pikir Hatta. Pendirian PKI 1950-an ini juga mengundang reaksi para Panglima perang di daerah, mereka menolak PKI dibangun kembali. Tapi Aidit jalan terus.
Aidit membangun soliditas internal partai, ia membentuk aturan rumah tangga partai yang disiplin. Ia mengarahkan partai menjadi agen perubahan masyarakat, sel-sel kebudayaan dibangun sebagai corong partai, jurnalisme yang menganalisa kondisi masyarakat berbasis ideologis dibentuk. Aidit dibesarkan oleh mimpi revolusi Komunis tapi ia juga terlalu kagum pada Bung Karno, satu hal yang kemudian menjadi kritik paling keras dari diri Aidit. DN Aidit berpandangan revolusi Sukarno harus didukung 100%, karena revolusi Sukarno tidak bertentangan dengan hukum-hukum revolusi yang ia yakini. Namun justru itulah pangkal keterjebakan Aidit.
PKI dan Angkatan Darat kemudian menjadi sekrup Bung Karno. Kelompok kanan habis setelah Bung Karno membacakan dekrit Presiden 1959 dan membubarkan Masjumi dan PSI karena tuduhan terlibat PRRI di Sumatera. Bung Karno membangun jaringan militer untuk bersiap konfrontasi di seluruh wilayah Asia Tenggara yang masih diduduki pangkalan militer asing macam Inggris dan Amerika Serikat, di kalangan rakyat Bung Karno membangun gerakan massa paling radikal. Massa menjadi revolusioner adalah tugas agen-agen politik, disini PKI mendapatkan porsi yang lebih besar, pada perebutan Irian Barat 1962, Sukarelawan dan Pemuda Rakyat banyak dikirim, saat bertarung di hutan-hutan Kalimantan Utara, Sukarelawan PKI banyak terjun di sana.
Namun sejarah bukan saja cerita gemilang tapi juga kekonyolan, banyak versi menceritakan Gestapu 1965, Prolognya ratusan versi, Naloog-nya misteri, sementara yang jelas adalah Epilognya : Pembantaian massal Oktober-Desember 1965, Pembubaran PKI, Pendongkelan Bung Karno dan pengiriman ribuan orang ke gulag-nya Indonesia : Pulau Buru. Satu malam 30 September ada beberapa tentara masuk ke rumah DN Aidit di Tanah Tinggi, awalnya isteri Aidit yang melihat tentara itu, dokter Tanti isteri Aidit lalu pergi ke kamar dan membentak suaminya agar tidak pergi, namun Aidit pergi saja. Inilah pertemuan terakhir antara Aidit dan Isterinya. Kabar terakhir Aidit ditembak mati oleh anak buah Suharto, Kolonel Yasir Hadibroto di pinggir sebuah sumur milik penduduk di Boyolali.
Selanjutnya adalah cerita kehancuran keluarga Aidit. Abdullah Aidit yang mendengar anaknya kena kasus di Djakarta langsung sakit, tapi tetangga tak berani mendekat. Beberapa lama rumah terkunci, baru diketahui ayah Aidit meninggal dalam kondisi mengenaskan, jenasahnya tak ada yang berani merawat. Barulah kemudian beberapa orang nekat menguburkan. Di Djakarta keluarga Aidit tercerai berai, isteri Aidit dokter Tanti pergi menyamar ke beberapa tempat akhirnya berhasil mengungsi ke RRC disana ia belajar menjadi ahli tusuk jarum. Dua anak kembar Aidit yang masih kecil dirawat pamannya di Bandung, disana ada tentara yang mendengar bahwa anak Aidit ada di Bandung, mereka mendatangi rumahnya dan akan men’dor’ anak Aidit itu. Tapi setelah melihat dua anak kecil umur 6 tahun yang bermain hati tentara itu tidak tega. Kelak di kemudian hari salah satu anak itu yang bernama Ilham Aidit, ketika menjadi mahasiswa tahun 1981 menjadi anggota Wanadri (Pecinta Alam) dan pelantikannya dihadiri ketua Wanadri Sarwo Edhie Wibowo, eks Komandan RPKAD. Dari 75 anggota yang dilantik hanya Ilham Aidit yang dipeluk Sarwo Edhie, tiga tahun kemudian 1984 saat pelatihan Wanadri, Sarwo memanggil Ilham di tepi kawah Upas, mereka berpelukan kembali, Sarwo berkata : “Dulu saya hanya melaksanakan tugas dan saya meyakini itu benar, kini saya merasa bersalah” Sarwo dan Ilham menitiskan air mata, sebuah masa lalu dikenang dengan seribu kesedihan. Ilham dan Sarwo kemudian menjadi akrab, tak lama setelah kejatuhan Suharto. A’a Gym melalui Forum Silahturahmi Anak Bangsa (FSAB) membawa Ilham Aidit kepada SBY, sebuah rekonsiliasi dari masa lalu yang dipenuhi darah dan penyimpangan sejarah. Dari sejarah kita banyak belajar jangan terjadi pengulangan akan kekejian seperti di masa lalu.
sumber: Lareosing
Sejarah ditulis oleh sang pemenang...
BalasHapusMisteri terbunuhnya DN Aidit
Terlalu mengkultuskan dan Aidit,lbh berjasa n lbh jenius Tan Malaka
BalasHapus